OJK optimistis kredit bermasalah tidak tembus 5 persen
2 November 2020 16:07 WIB
Tangkapan layar - Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso pada pemaparan perkembangan kebijakan dan kondisi terkini sektor jasa keuangan secara virtual di Jakarta, Senin (2/11/2020). ANTARA/Tangkapan layar Youtube Jasa Keuangan/pri.
Jakarta (ANTARA) - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) optimistis kredit bermasalah (NPL) di perbankan tahun ini tidak menembus sampai lima persen karena diyakini sudah memasuki masa pemulihan dengan persentase NPL mulai menurun per September 2020 menjadi 3,15 persen.
“NPL angka terakhir 3,15 persen dan kami optimis tidak akan tembus 5 persen, ini proses recovery,” kata Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso dalam jumpa pers daring di Jakarta, Senin.
Menurut dia, indikator pemulihan ekonomi didorong dengan langkah pemerintah yang mengupayakan pengadaan vaksin yang ditargetkan pada bulan ini sehingga diharapkan memberikan keyakinan pelaku ekonomi dan masyarakat.
Selain itu, lanjut dia, beberapa negara salah satunya China sebagai salah satu mitra dagang terbesar Indonesia juga sudah menunjukkan pemulihan ekonomi.
Sementara itu, Anggota Dewan Komisioner OJK/Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Heru Kristiyana menambahkan NPL pada September itu menurun dibandingkan periode Juli dan Agustus 2020 masing-masing mencapai 3,22 persen.
Baca juga: OJK sebut kredit bermasalah naik jadi 3,22 persen masih batas wajar
Baca juga: OJK akan patok tingkat kredit bermasalah fintech pendanaan 1 persen
Selain itu, angka NPL net atau angka kredit macet juga menurun pada September 2020 menjadi 1,07 persen dari Agustus 2020 mencapai 1,11 persen.
Ia memperkirakan NPL pada Oktober 2020 akan berada pada kisaran 3 persen.
“Risiko kredit di perbankan dari tiga bulan terakhir cukup manageable, saya harap (NPL) Oktober tidak jauh dari 3 persen,” katanya.
Begitu juga dengan potensi gagal bayar dari nasabah yang mendapatkan restrukturisasi kredit, Heru mengatakan di dalam Peraturan OJK 11 tahun 2020 yang diperpanjang selama setahun dari awalnya Maret 2021, OJK sudah memasukkan tata kelola risiko.
Baca juga: LPS minta waspadai NPL yang naik pada masa pandemi
Dengan begitu, lanjut dia, bank sudah mengantisipasi potensi gagal bayar dengan telah membentuk cadangan kerugian penurunan nilai (CKPN).
“Dengan assessment mereka sudah mengukur tapi beberapa bankir mengatakan masih manageable kemungkinan nasabah restrukturisasi yang tidak berhasil,” katanya.
Meski begitu, OJK meminta perbankan untuk tetap memantau perkembangan debitur yang mendapatkan keringanan kredit itu.
Dalam paparannya, OJK mencatat realisasi penyaluran kredit perbankan hingga September 2020 mencapai Rp5.531 triliun atau naik 0,12 persen jika dibandingkan Agustus 2020 mencapai Rp5.522 triliun.
Pencapaian itu berbeda dibandingkan dana pihak ketiga (DPK) yang tumbuh melesat mencapai Rp6.651 triliun per September 2020 atau naik 12,88 persen dibandingkan Agustus 2020 mencapai Rp6.488 triliun.
Baca juga: Ekonom usul kelonggaran batasan kredit bermasalah bagi perbankan
Baca juga: Ekonom: Perpanjangan restrukturisasi kredit tekan kredit bermasalah
“NPL angka terakhir 3,15 persen dan kami optimis tidak akan tembus 5 persen, ini proses recovery,” kata Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso dalam jumpa pers daring di Jakarta, Senin.
Menurut dia, indikator pemulihan ekonomi didorong dengan langkah pemerintah yang mengupayakan pengadaan vaksin yang ditargetkan pada bulan ini sehingga diharapkan memberikan keyakinan pelaku ekonomi dan masyarakat.
Selain itu, lanjut dia, beberapa negara salah satunya China sebagai salah satu mitra dagang terbesar Indonesia juga sudah menunjukkan pemulihan ekonomi.
Sementara itu, Anggota Dewan Komisioner OJK/Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Heru Kristiyana menambahkan NPL pada September itu menurun dibandingkan periode Juli dan Agustus 2020 masing-masing mencapai 3,22 persen.
Baca juga: OJK sebut kredit bermasalah naik jadi 3,22 persen masih batas wajar
Baca juga: OJK akan patok tingkat kredit bermasalah fintech pendanaan 1 persen
Selain itu, angka NPL net atau angka kredit macet juga menurun pada September 2020 menjadi 1,07 persen dari Agustus 2020 mencapai 1,11 persen.
Ia memperkirakan NPL pada Oktober 2020 akan berada pada kisaran 3 persen.
“Risiko kredit di perbankan dari tiga bulan terakhir cukup manageable, saya harap (NPL) Oktober tidak jauh dari 3 persen,” katanya.
Begitu juga dengan potensi gagal bayar dari nasabah yang mendapatkan restrukturisasi kredit, Heru mengatakan di dalam Peraturan OJK 11 tahun 2020 yang diperpanjang selama setahun dari awalnya Maret 2021, OJK sudah memasukkan tata kelola risiko.
Baca juga: LPS minta waspadai NPL yang naik pada masa pandemi
Dengan begitu, lanjut dia, bank sudah mengantisipasi potensi gagal bayar dengan telah membentuk cadangan kerugian penurunan nilai (CKPN).
“Dengan assessment mereka sudah mengukur tapi beberapa bankir mengatakan masih manageable kemungkinan nasabah restrukturisasi yang tidak berhasil,” katanya.
Meski begitu, OJK meminta perbankan untuk tetap memantau perkembangan debitur yang mendapatkan keringanan kredit itu.
Dalam paparannya, OJK mencatat realisasi penyaluran kredit perbankan hingga September 2020 mencapai Rp5.531 triliun atau naik 0,12 persen jika dibandingkan Agustus 2020 mencapai Rp5.522 triliun.
Pencapaian itu berbeda dibandingkan dana pihak ketiga (DPK) yang tumbuh melesat mencapai Rp6.651 triliun per September 2020 atau naik 12,88 persen dibandingkan Agustus 2020 mencapai Rp6.488 triliun.
Baca juga: Ekonom usul kelonggaran batasan kredit bermasalah bagi perbankan
Baca juga: Ekonom: Perpanjangan restrukturisasi kredit tekan kredit bermasalah
Pewarta: Dewa Ketut Sudiarta Wiguna
Editor: Subagyo
Copyright © ANTARA 2020
Tags: