Ambon (ANTARA) - “Satu tetes BBM adalah nafas hidup dan piring makan rakyat kecil.” Kalimat cukup pendek namun bermakna dalam ini kembali terlontar dari balik bibir Mercy Christy Barends, ketika didapuk untuk memberi sambutan pada acara peresmian SPBU (stasiun pengisian bahan bakar umum) Kompak, di Desa Koijabi, Kecamatan Aru Tengah Timur, Kabupaten Kepulauan Aru, Maluku, Jumat (30/10).

SPBU Kompak merupakan salah satu program (nomor 3) penjualan produk bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi milik Pertamina. Di luar itu, ada SPBU Regular (nomor 1), SPBU Mini (nomor 2), dan Pertashop (nomor 4).

SPBU Kompak menggandeng lembaga penyalur yang melayani penjualan BBM Satu Harga jenis premium dan solar bersubsidi dengan harga per liter Rp6.450 dan Rp5.150.

Menurut Mercy Barends, BBM Satu Harga merupakan program Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk menciptakan keadilan energi di tengah masyarakat, dengan memutus mata rantai pemain dan tengkulak bahan bakar minyak, khususnya di daerah-daerah terpencil.

Program itu diluncurkan pertama kali oleh presiden di Papua ditujukan untuk menjawab persoalan dan sekaligus menciptakan keadilan energi masyarakat di Indonesia timur, terutama daerah-daerah 3T (tertinggal, terdepan, terluar).

Anggota DPR RI dari Fraksi PDIP tersebut menegaskan bahwa banyak pemain (pengusaha nakal) dan tengkulak di daerah terpencil yang menguasai pengadaan BBM dan menetapkan harga jual sesuai kepentingan mereka. Ini membuat masyarakat kecil susah karena harus membeli bahan bakar dengan harga lebih mahal dari yang ditetapkan pemerintah.

Mercy mengaku dirinya bersama tim pernah turun lapangan di suatu daerah, di mana penjual BBM tidak mencantumkan harga."Jadi kami saat itu harus beli dengan harga sesuai kemauan si penjual. Ada yang bahkan jual premium dengan harga Rp40.000 per liter, masyarakat terpaksa beli karena memang hanya ada di situ."

Karena itu, adanya SPBU Kompak di Desa Koijabi, Aru Tengah Timur ini patut disyukuri. Masyarakat nelayan di desa itu dan 12 desa sekitarnya bisa membeli premium atau solar dengan harga yang sama dengan di ibu kota kabupaten.

Mercy dengan suara agak parau juga menyatakan dirinya dan para anggota Komisi VII DPR RI sangat senang melihat kesulitan rakyat kecil di daerah terpencil bisa teratasi kebutuhannya akan energi dengan hadirnya BBM Satu Harga. “Apa yang kami gumuli selama ini sudah terealisasi, walaupun belum sepenuhnya."

Koijabi sendiri merupakan salah satu dari 10 desa di Pulau Kobror. Sembilan desa lainnya adalah Ponom, Wailay, Kaiwabar, Basada, Kobror, Warjukur, Warloy, Balatan, Dosinamalau. Adapun tiga desa tetangga masing-masing berada di pulau sendiri, yakni Mariri, Lola, dan Karawai.

Menggunakan kapal cepat (speedboat bermesin ganda), sedikitnya butuh waktu 2-3 jam untuk mencapai Desa Koijabi dari pelabuhan feri di Kota Dobo, melewati Pulau Babi dan Benjina, yang pernah heboh dengan kasus dugaan perbudakan (human trafficking), beberapa tahun lalu. Dengan speedboat biasa, waktu tempuh bisa mencapai 7-8 jam dan membuat pantat terasa kram.

Sebelum ada SPBU Kompak di Koijabi hasil kerja sama Pertamina MOR VIII wilayah kerja Papua, Papua Barat, Maluku dan Maluku Utara dengan Lembaga Penyalur BBM Satu Harga Rehan Star Jaya, masyarakat nelayan dari 13 desa di Kobror, Mariri, Lola, dan Karawai harus pergi ke Dobo untuk membeli premium maupun solar. Bila tidak dapat di SPBU, mereka harus beli di pengecer dengan harga Rp10.000 hingga Rp15.000 per liter.

Karena itu, SPBU Kompak di Koijabi juga menjawab persoalan transportasi masyarakat di desa-desa terpencil itu untuk pergi ke ibu kota kabupaten, selain melaut, mencari ikan, kepiting dan udang di sekitar pulau maupun ke tempat lebih jauh.

Berangkat dari fakta itu, diharapkan Pertamina dan Rehan Star Jaya selaku lembaga penyalur dapat tetap menjaga kuota sesuai kebutuhan masyarakat di Koijabi dan 12 desa sekitarnya.


Titik kedelapan

SPBU Kompak-BBM Satu Harga di Koijabi merupakan titik ketiga di Kabupaten Kepulauan Aru, dan titik kedelapan yang sudah ada di Provinsi Maluku.

Menurut Pertamina Sales Branch Manager Tual Yunus Muharrahman, hingga akhir tahun 2020 ini direncanakan 29 titik sudah diresmikan operasionalnya di Papua, Papau Barat, Maluku, dan Maluku Utara.

Pada dasarnya, Pertamina sejak 2017 diminta untuk mencari mitra penyalur BBM Satu Harga di daerah 3T, sesuai amanah dari BPH Migas. Kehadiran SPBU Kompak di Desa Koijabi merupakan wujud komitmen dukungan terhadap program Pemerintah dalam memastikan kemudahan akses dan ketersediaan BBM di wilayah 3T.

Lokasi BBM Satu Harga ini termasuk dalam SK Dirjen Migas untuk lokasi tertentu pendistribusian BBM JBT (Biosolar B30) dan JBKP (Premium) 2020-2024 serta SK Kepala BPH Migas untuk target operasional BBM Satu Harga Tahun 2020, dan Pertamina bekerjasama dengan seluruh pihak termasuk Pemda selama enam bulan terakhir untuk mewujudkan target tersebut.

Koijabi adalah ibu kota kecamatan Aru Tengah Timur dan memiliki populasi penduduk 231 KK, lebih besar dibandingkan desa lainnya. Ini yang mendasari pemilihan lokasi desa tersebut untuk pembangunan SPBU Kompak-BBM Satu Harga.

Untuk jumlah daratan yang terbatas, mayoritas konsumen BBM darat di Kepulauan Aru tidak lebih besar dibandingkan konsumen laut (nelayan). Karena itu, SPBU Kompak BBM Satu Harga diharapkan dapat melayani dua jenis konsumen tersebut.

Secara umum, pada awal operasional SPBU Kompak mendapatkan kuota Premium 15 KL dan Biosolar 10 KL, dan dievaluasi selama operasional berlangsung. Selain BBM JBT (Biosolar) dan JBKP (Premium), SPBUK BBM Satu Harga ini juga akan menyediakan BBM Non Subsidi meliputi Pertamax dan Dexlite (yang tidak memiliki kuota/unlimited), sekaligus mensosialisasikan dan mengedukasi masyarakat terkait penggunaan BBM Berkualitas dan Ramah Lingkungan Pertamina di lokasi operasional SPBU tersebut.

Sebelum ada titik BBM Satu Harga, masyarakat Aru Tengah Timur memperoleh BBM untuk transportasi dan kebutuhan harian dari lembaga penyalur terdekat yakni di Desa Benjina sejauh kurang lebih 35 mil laut, sehingga membuat harga BBM menjadi cukup mahal, berkisar Rp12.000 per liter untuk Premium dan Rp 10.000 untuk Biosolar (B30).

Kehadiran SPBU Kompak BBM Satu Harga di Koijabi tentunya menjadi bukti komitmen Pertamina dan Pemda Kep Aru untuk memastikan masyarakat 3T mendapatkan BBM yang sama harganya dengan di wilayah Indonesia Barat dan Tengah.

Yunus pun berharap kehadiran SPBU itu dapat membantu masyarakat 13 desa di Aru Tengah Timur yang umumnya mencari nafkah sebagai nelayan, karena tidak perlu lagi mencari bahan bakar ke Benjina atau bahkan Dobo, apalagi ke tengkulak.

Terkait harapan itu, Rehan Star Jaya diminta menjaga kuota yang dibutuhkan.

Saat meresmikan SPBU Kompak Koijabi, Pjs Bupati Aru Ros Soamole menekankan pentingnya komitmen lembaga penyalur milik Daud Anton Ubwair itu untuk menjaga maksud dan tujuan pembangunan tempat pembelian BBM Satu Harga itu.

Rehan Star Jaya diminta tidak mendahulukan komsumen yang mampu membeli banyak, tetapi harus juga memperhatikan kebutuhan nelayan kecil yang mungkin hanya mampu beli 2-5 liter untuk melaut, mencari nafkah keluarga.

"Selain itu, harus tetap berkoordinasi dengan pemerintah daerah dalam operasional dan pengembangan SPBU ini ke depan," kata Ros.

Kades Koijabi Elseus Gainau menyatakan warganya sangat bersyukur dan berterima kasih kepada Pertamina dan pemerintah daerah maupun pusat yang telah menghadirkan BBM Satu Harga di desa itu.

"231 KK desa ini semua punya perahu ketinting untuk melaut. Jadi kami sangat senang karena tidak perlu lagi ke Benjina atau Dobo untuk cari bahan bakar, apalagi harganya sama," katanya.

Ungkapan syukur juga disampaikan Moses dan Edi, dua nelayan Desa Koijabi.

"Senanglah, sekarang tidak susah lagi cari bahan bakar dan harganya murah," kata Moses, yang mengaku butuh 15 liter solar dalam satu hari melaut dengan hasil tangkapan senilai Rp300.000.

Sementara Edi berharap pemerintah juga menyiapkan tempat penampungan ikan. "Soalnya ikan yang tidak laku terpaksa kami buang ke laut, karena busuk".

SPBU Kompak sudah hadir di Koijabi untuk memenuhi kebutuhan energi masyarakat 13 desa di Kecamatan Aru Tengah Timur yang berpopulasi 5.518 jiwa.

Seperti dikatakan Mercy Barends bahwa setiap tetes bahan bakar adalah nafas hidup dan piring makan rakyat kecil, tentulah kehadiran BBM Satu Harga itu diharapkan dapat mengurangi beban ekonomi warga desa di sana, yang sebelumnya mungkin dapat digambarkan lewat lagu “Galang Rambu Anarki” karya Iwan Fals, teristimewa pada lirik “BBM naik tinggi, susu tak terbeli. Orang pintar tarik subsidi, anak kami kurang gizi.”