Balikpapan (ANTARA News) - Pers dapat menjadi sarana pendidikan masyarakat antikorupsi dan mendorong terciptanya budaya taat pada hukum.

"Pers berperan dalam pencegahan korupsi diantaranya menjadi sarana pendidikan masyarakat antikorupsi dan mendorong terciptanya budaya taat pada hukum," kata Wakil Ketua KPK , Bibit Samad Rianto, saat melakukan diskusi dengan tajuk "Peranan Pers Dalam Pemberantasan Korupsi" di Balikpapan, Kamis.

Selain itu , pers dapat membantu mendeteksi potensi masalah penyebab korupsi dan kerawanan korupsi, diantaranya melalui survei, pooling pendapat dan investigasi jurnalistik.

"Pers dapat menginformasikan perkembangan kondisi kerawanan korupsi dan potensi masalah penyebab korupsi termasuk pola antisipasinya, serta memberikan alternatif pemecahan masalah kerawanan korupsi dan potensi masalah penyebab korupsi melalui rubrik pemberantasan korupsi dan kegiatan ilmiah antikorupsi," ujarnya.

Melalui pemberitaannya , maka insan pers berperan serta dalam pemberantasan korupsi di negeri ini, serta untuk mewujudkan rasa aman masyarakat.

"Kemudian pemahaman melalui sosialisasi dan pelaksanaan ketentuan pers, sehingga mampu mewujudkan rasa kepastian hukum dan keadilan masyarakat," tambahnya.

Pers dapat berperan dalam pengaduan masyarakat dengan memberi peluang dimuatnya pengaduan masyarakat namun tetap memperhatikan delik pers dan kode etik jurnalistik, dimana menyajikan fakta nyata, bukan opini agar tidak memicu terjadinya friksi bahkan konflik berkepentingan, kata Bibit.

"Dan pers dapat membantu memperoleh alat bukti pendukung serta dapat memberikan panduan tentang bagaimana melaporkan korupsi kepada aparat penegak hukum . Bahkan pers dapat memfasilitasi pelaporan tersebut, karena pers nasional mempunyai fungsi sebagai media informasi, pendidikan, hiburan dan kontrol sosial," ujarnya.

Bibit menilai kondisi media di Indonesia saat ini masih rancu penilaian antara fakta dengan opini yang dapat menimbulkan friksi dan konflik karena sudut pandang dan tafsir terhadap suatu aturan tertentu antara pencemaran nama baik dengan rasa keadilan masyarakat.

"Pencantuman nama lengkap bahkan gambar seseorang yang sedang bermasalah hukum di dalam media dapat berpotensi melanggar prinsip azas praduga tak bersalah bahkan ada yang mengatakan sebagai pembunuhan karakter seseorang," kata Bibit menambahkan.

Di satu pihak, media mampu menguak kebuntuan komunikasi, menguak kebenaran yang tersembunyi, kemunafikan yang terselubung, namun di lain pihak juga mampu menimbulkan konflik yang berkepanjangan bahkan disintegrasi nasional apabila tidak segera ditangani dengan cepat dan tepat.
(T.S035/A011/P003)