Jakarta (ANTARA) - Pandemi COVID-19, yang memaksa orang lebih banyak berada di rumah, memunculkan berbagai inovasi dalam kegiatan pembelajaran dan pendidikan.

Pembatasan interaksi fisik untuk meminimalkan risiko penularan COVID-19 antara lain memicu munculnya berbagai layanan belajar virtual, termasuk pembelajaran sejarah yang diselenggarakan oleh Pusat Penguatan Karakter Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Pusat Penguatan Karakter Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan pada Sabtu (31/10) menyelenggarakan program tapak tilas virtual dengan tema "Pemuda Hebat, Pemuda Berkarakter" untuk mengajak para pelajar mengenal sejarah.

Dalam acara tapak tilas Pergerakan Pemuda Meraih Indonesia Merdeka dalam rangkaian peringatan Sumpah Pemuda itu, para pelajar dari sekolah dasar, sekolah menengah pertama, sekolah menengah atas, hingga mahasiswa diajak mempelajari sejarak lewat tur virtual ke beberapa museum.

Seorang edukator memandu mereka mengikuti tur museum yang dimulai dari Museum Kebangkitan Bangsa.

Bangunan museum itu, pada masa penjajahan Belanda digunakan sebagai sekolah kedokteran untuk kaum pribumi yang disebut School tot Opleiding van Indische Artsen (STOVIA).

Dalam tur virtual di Museum Kebangkitan Bangsa di Jakarta, Edukator Swa Adinegoro mengajak para penonton untuk menyambangi ruangan-ruangan di STOVIA, mulai dari ruang Sekolah Dokter Djawa.

Para peserta tur virtual bisa menyaksikan berbagai koleksi peralatan pendidikan kedokteran pada masa lalu, termasuk alat pemecah kepala, di Museum Kebangkitan Bangsa.

"Namanya terlihat seram tapi sebenarnya tidak. Ini digunakan pada praktik anatomi, karena mereka harus tahu bagian-bagian tubuh manusia salah satunya kepala. Jadi untuk melihat otaknya menggunakan alat ini," kata Swa, menambahkan, alat-alat kedokteran pada zaman dahulu umumnya memiliki dimensi yang besar.

Selama kunjungan virtual ke museum tersebut, para pelajar juga bisa menyaksikan diorama ruang kelas STOVIA pada masa pendidikan kedokteran harus ditempuh dalam waktu 10 tahun, dengan para pengajar yang umumnya dokter militer.

STOVIA meluluskan dokter perempuan pertama Indonesia, Marie Thomas, dan merupakan tempat kelahiran pergerakan pemuda Indonesia.

Tokoh-tokoh dari STOVIA seperti dr Wahidin Sudirohusodo, dr Sutomo, Soeradji, dan Gunawan Mangunkusumo mendirikan Budi Utomo, organisasi modern pertama di Indonesia.

Selain mendirikan Budi Utomo, pelajar STOVIA juga membentuk organisasi kedaerahan seperti Tri Koro Dharmo (Jong Java) dan Jong Sumatranen Bond.

Dari Museum Kebangkitan Bangsa, para pelajar diajak menuju ke Museum Sumpah Pemuda bersama edukator Dwi Nurdadi.

Museum Sumpah Pemuda di Jalan Kramat Raya No. 106 Jakarta Pusat menyimpan koleksi foto dan benda-benda yang berkaitan dengan sejarah Sumpah Pemuda 1928 serta pergerakan kepemudaan Indonesia.

"Dulu, para pemuda mendirikan organisasi-organisasi pemuda seperti Jong Java dan Jong Sumatra. Saat itu, sifat organisasi masih kedaerahan," kata Dwi dalam tur virtual museum.

"Pada saat Kongres Pemuda II tanggal 27–28 Oktober 1928, sifat perjuangan pemuda sudah tidak lagi keagamaan atau kedaerahan, tapi sudah satu suara ingin merdeka," ia melanjutkan.

Museum Sumpah Pemuda juga menyimpan biola Wage Rudolf (WR) Supratman, pengarang lagu "Indonesia Raya."

Dwi menjelaskan bahwa lirik awal lagu "Indonesia Raya" karya WR Supratman semula "Indonesia Raya, mulia, mulia" karena kata "merdeka" dilarang pada masa itu.

Menurut Dwi, kata "mulia" dalam lagu "Indonesia Raya" baru diganti menjadi "merdeka" pada tahun 1944.

Tapak tilas virtual untuk mempelajari sejarah pergerakan pemuda juga mencakup tur ke Museum Perumusan Naskah Proklamasi.

Bangunan museum yang berada di Jalan Imam Bonjol 1, Menteng, Jakarta Pusat dibangun tahun 1927 dengan fungsi sebagai kediaman resmi konsulat Kerajaan Inggris.

Di dalam bangunan yang pada masa pendudukan Jepang menjadi tempat tinggal pejabat Jepang bernama Laksamana Muda Tadashi Maeda tersebut, ada ruangan tempat perumusan naskah proklamasi kemerdekaan Indonesia.

Di museum itu juga ada ruangan tempat Soekarno membuat draf pertama naskah proklamasi dengan tulisan tangan, ruangan tempat Sayuti Melik ditemani BM Diah mengetik naskah proklamasi, dan piano tempat Soekarno dan Mohammad Hatta menandatangani naskah proklamasi kemerdekaan.

Bukan Penghalang

Sekretaris Jenderal Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Ainun Na'im mengatakan bahwa pandemi tidak boleh menjadi penghalang untuk belajar, termasuk mempelajari sejarah di museum.

Acara napak tilas virtual, ia mengatakan, bisa menjadi sarana untuk mengenalkan sejarah pergerakan kemerdekaan Indonesia kepada generasi muda.

"Terimakasih atas inovasi-inovasi yang dibuat oleh bapak/ibu semua dalam menampilkan sejarah yang menanamkan nilai-nilai kemanusiaan pada generasi muda," kata Ainun.

Kepala Pusat Penguatan Karakter Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Hendarman mengatakan Tapak Tilas Virtual Pergerakan Pemuda Meraih Indonesia Merdeka pesertanya semula dibatasi 4.000 orang namun karena peminatnya banyak jumlah peserta ditambah menjadi 4.800 orang.

Hendarman mengatakan Tapak Tilas Virtual Pergerakan Pemuda Meraih Indonesia Merdeka ditujukan untuk menunjukkan pengorbanan perjuangan bangsa dalam meraih kemerdekaan, memberikan pemahaman tentang pentingnya persatuan dan kesatuan bangsa, menumbuhkan kecintaan pada Tanah Air, serta mengenalkan nilai-nilai luhur bangsa kepada generasi muda.

"Diharapkan dengan mengajak generasi muda untuk lebih mengenal perjuangan para pahlawan kemerdekaan, maka dapat menguatkan rasa cinta Tanah Air, nasionalisme, sadar berbangsa dan bernegara, serta semakin paham pentingnya gotong royong," demikian Hendarman.

Baca juga:
92 tahun Sumpah Pemuda, tantangan bersatu dan bangkit di masa susah
Belajar dari santri cara mentradisikan Pancasila