Bogor (ANTARA News) - Logika memojokkan mantan Kabareskrim Polri Komjen Susno Duadji setelah dia mengungkapkan dugaan makelar kasus pajak di tubuh Polri menunjukkan karakter feodal dan hipokrit, kata seorang akademisi.

"Karakter feodal dan hipokrit itu ada dalam jajaran pimpinan negeri dan pada oknum cendekia yang sedang jadi selebritis di berbagai media televisi," kata Ricky Avenzora, salah satu dari 88 tokoh Perhimpunan Nasionalis Indonesia (Pernasindo) di Bogor, Jawa Barat, Rabu.

Upaya memojokkan Susno Duadji dengan isu ketidakidealan etika itu secara teoritis bisa menjadi indikator yang sangat kuat tentang masih adanya karakter feodal dan hipokrit, kata salah satu tokoh pendiri ini.

Jika Indonesia ingin bebas dari korupsi, mereka yang mengagung-agungkan etika sebagai alasan menolak sikap Susno dalam membongkar makelar kasus (Markus) di kepolisian harus menghentikan logika, sikap dan opini feodal dan hipokrit mereka, katanya.

"Para penentang keberanian Susno Duadji dalam mencuatkan kasus itu saat ini haruslah malu dan berhenti berbicara di depan publik. Kalau perlu, mereka harus minta maaf kepada rakyat," katanya.

Dia mengatakan, jika semua pihak mencintai negerinya, maka mereka harus berhenti membohongi dan membodohi rakyat.

Ia merujuk acara televisi yang selama ini cenderung terperangkap dalam arus yang disebutnya "entertaining interview" (wawancara menghibur) dengan menampilkan tokoh feodal dan hipokrit.

Pernasindo dideklarasikan oleh 88 orang tokoh nasional awal Juni 2006 dan dipimpin Ketua Presidium Kwik Kian Gie dengan visi mendorong kemandirian bangsa.

Beberapa diantara deklaratornya adalah mantan Gubernur DKI Jakarta Ali Sadikin, sejarawan LIPI Asvi Warman Adam, Christianus Siner Key Timu dari Petisi 50, Guruh Soekarnoputra, Jaya Suprana, Marissa Haque, Luhut MP Pangaribuan, dan Salahuddin Wahid, (*)

A035/R013/AR09