Jakarta (ANTARA) - Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah menjelaskan alasan upah minimum provinsi (UMP) tidak naik pada 2021 yaitu karena kondisi perekonomian nasional yang merosot sebagai dampak dari pandemi COVID-19.

"Penurunan perekonomian tersebut bisa dilihat dari pertumbuhan ekonomi triwulan kedua yang minus 5,32 persen," kata Ida di Jakarta, Rabu.

Selain itu, berdasarkan data analisis hasil survei dampak COVID-19 terhadap pelaku usaha yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS), terdapat 82,85 persen perusahaan cenderung mengalami penurunan pendapatan.

Baca juga: Menaker: Upah Minimum 2021 sama dengan 2020

Kemudian, masih dalam survei yang sama juga ditemukan bahwa sebanyak 53,17 persen usaha menengah dan besar dan 62,21 persen usaha mikro dan kecil menghadapi kendala keuangan terkait pegawai dan operasional.

"Itu beberapa survei yang menjadi latar belakang kenapa keluarnya surat edaran tersebut," kata dia.

Sehingga, pada intinya sebagian besar perusahaan di Indonesia tidak mampu membayar upah meskipun sebatas upah minimum yang berlaku saat ini. Kondisi tersebut juga dibahas dengan dewan pengupahan nasional.

Baca juga: Indonesia usulkan adopsi deklarasi ASEAN tentang peningkatkan pekerja

Baca juga: Menaker Ida Fauziyah jabat Ketua Menteri Ketenagakerjaan se-ASEAN


Seperti diketahui, UMP 2021 diminta untuk tidak naik dengan landasan Surat Edaran (SE) Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia Nomor 11/HK04/X/2020 tentang Penetapan Upah Minimum tahun 2021 Pada Masa Pandemi COVID-19.

Tidak terkecuali di Jakarta juga diarahkan UMP 2021 untuk tidak mengalami kenaikan dari UMP 2020 dengan berkaca pada kondisi ekonomi Ibu Kota yang anjlok akibat COVID-19.

Diketahui, UMP DKI Jakarta 2020 sebesar Rp4.276.349 per bulan. Angka ini naik sekitar 8,51 persen atau setara Rp335.376 dibanding UMP 2019.

Baca juga: Menaker: Demo di saat pandemi COVID-19 adalah sesuatu yang tidak bijak

Baca juga: Menaker: Subsidi gaji termin I jangkau 12.192.927 pekerja