Pemerintah akan pastikan protokol ketat pembangunan di TN Komodo
28 Oktober 2020 16:58 WIB
Direktur Jenderal Konservasi Sumberdaya Alam dan Ekosistem Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Wiratno saat memberikan penjelasan dalam konferesi pers terkait penataan sarana dan prasaran di Loh Buaya Taman Nasional Komodo yang digelar secara virtual, Rabu. (ANTARA/Aloysius Lewokeda)
Jakarta (ANTARA) - Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Wiratno akan memastikan protokol ketat pembangunan sarana dan prasarana Taman Nasional Komodo di Nusa Tenggara Timur dijalankan dengan baik.
Wiratno di Jakarta, Rabu mengatakan setiap hari ada 10 ranger yang bertugas memastikan tidak ada komodo yang masuk ke wilayah proyek pembangunan sarana dan prasarana taman nasional di Loh Buaya yang sedang dikerjakan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) itu.
"Tapi tentu dengan saya hadir di lapangan, juga untuk memastikan protokol yang lebih ketat tentang pembangunan di daerah yang sensitif ini," ujar Wiratno yang pada Jumat (30/10) akan menuju Labuan Bajo dan selanjutnya ke Taman Nasional Komodo untuk melakukan pengecekan langsung pembangunan sarana dan prasarana di sana.
Menurut dia, satwa liar dilindungi bernama latin Varanus komodoensis itu sebenarnya juga ada di sana saat dulu sarana dan prasarana yang lama pertama kali dibangun. Komodo tidak diusir, hanya digiring ke tempat yang lebih aman.
Ia menjelaskan satwa endemik itu memang relatif tidak memiliki pendengaran yang kuat, tapi penciumannya sangat tajam. Tidak jarang komodo menyambangi dapur restoran yang menjadi bagian dari sarana dan prasarana taman nasional di Loh Liang yang berlokasi di Pulau Komodo dan Loh Buaya di Pulau Rinca.
Penataan sarana dan prasarana, seperti dermaga Loh Buaya yang dibangun kembali sehingga lebih representatif dengan model bercabang seperti huruf Y seperti lidah komodo maupun tongkat naturalis guide di sana. Sehingga, menurut Wiratno, lebih banyak kapal yang bisa bersandar dengan aman.
Pembangunan sarana dan prasarana lainnya, antara lain pengaman pantai, evelated deck, pusat informasi, pondok untuk ranger, peneliti dan pemandu, semuanya dilakukan di lokasi lama yang dulu sudah ada dan dibongkar. Elevated deck akan dibangun menyerupai ekor komodo, sehingga para pengunjung nanti akan melihat komodo dari atas, tidak boleh bersentuhan langsung dengan satwa liar dilindungi itu, seperti saat ini.
"Tentu kita minimalkan pembangunan ini berdampak pada satwa komodo. Ini kira-kira yang harus diketahui oleh publik ya," ujar dia.
Desain bangunan itu pun mengedepankan arsitektur lokal, seperti rumah adat Manggarai. Sarana dan prasaran taman nasional yang sebelumnya terpencar di sejumlah lokasi, menurut Wiratno, nantinya akan disatukan di Pulau Rinca tersebut.
"Jadi disatukan. Kalau sekarang information centernya ada di Labuan Bajo, di mana-mana, memang Pulau Rinca ini didesain untuk satu atraksi melihat komodo ya. Jadi saya jawab tadi pertanyaan Jurasic Park tadi saya tidak tahu dari mana. Jadi ini sebetulnya mengganti sarana prasarana yang terpencar-pencar menjadi satu sistem terpadu, dan kita bangga akan mempunyai ini dan ini bukan private sector, ini adalah dibangun oleh pemerintah," ujar Wiratno.
Ia mengatakan penataan sarana dan prasarana tersebut dilakukan karena ingin membuat satu sistem melihat komodo yang bagus, seperti di luar negeri, yang tidak bisa langsung bersentuhan saat melihat satwa.
Wiratno di Jakarta, Rabu mengatakan setiap hari ada 10 ranger yang bertugas memastikan tidak ada komodo yang masuk ke wilayah proyek pembangunan sarana dan prasarana taman nasional di Loh Buaya yang sedang dikerjakan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) itu.
"Tapi tentu dengan saya hadir di lapangan, juga untuk memastikan protokol yang lebih ketat tentang pembangunan di daerah yang sensitif ini," ujar Wiratno yang pada Jumat (30/10) akan menuju Labuan Bajo dan selanjutnya ke Taman Nasional Komodo untuk melakukan pengecekan langsung pembangunan sarana dan prasarana di sana.
Menurut dia, satwa liar dilindungi bernama latin Varanus komodoensis itu sebenarnya juga ada di sana saat dulu sarana dan prasarana yang lama pertama kali dibangun. Komodo tidak diusir, hanya digiring ke tempat yang lebih aman.
Ia menjelaskan satwa endemik itu memang relatif tidak memiliki pendengaran yang kuat, tapi penciumannya sangat tajam. Tidak jarang komodo menyambangi dapur restoran yang menjadi bagian dari sarana dan prasarana taman nasional di Loh Liang yang berlokasi di Pulau Komodo dan Loh Buaya di Pulau Rinca.
Penataan sarana dan prasarana, seperti dermaga Loh Buaya yang dibangun kembali sehingga lebih representatif dengan model bercabang seperti huruf Y seperti lidah komodo maupun tongkat naturalis guide di sana. Sehingga, menurut Wiratno, lebih banyak kapal yang bisa bersandar dengan aman.
Pembangunan sarana dan prasarana lainnya, antara lain pengaman pantai, evelated deck, pusat informasi, pondok untuk ranger, peneliti dan pemandu, semuanya dilakukan di lokasi lama yang dulu sudah ada dan dibongkar. Elevated deck akan dibangun menyerupai ekor komodo, sehingga para pengunjung nanti akan melihat komodo dari atas, tidak boleh bersentuhan langsung dengan satwa liar dilindungi itu, seperti saat ini.
"Tentu kita minimalkan pembangunan ini berdampak pada satwa komodo. Ini kira-kira yang harus diketahui oleh publik ya," ujar dia.
Desain bangunan itu pun mengedepankan arsitektur lokal, seperti rumah adat Manggarai. Sarana dan prasaran taman nasional yang sebelumnya terpencar di sejumlah lokasi, menurut Wiratno, nantinya akan disatukan di Pulau Rinca tersebut.
"Jadi disatukan. Kalau sekarang information centernya ada di Labuan Bajo, di mana-mana, memang Pulau Rinca ini didesain untuk satu atraksi melihat komodo ya. Jadi saya jawab tadi pertanyaan Jurasic Park tadi saya tidak tahu dari mana. Jadi ini sebetulnya mengganti sarana prasarana yang terpencar-pencar menjadi satu sistem terpadu, dan kita bangga akan mempunyai ini dan ini bukan private sector, ini adalah dibangun oleh pemerintah," ujar Wiratno.
Ia mengatakan penataan sarana dan prasarana tersebut dilakukan karena ingin membuat satu sistem melihat komodo yang bagus, seperti di luar negeri, yang tidak bisa langsung bersentuhan saat melihat satwa.
Pewarta: Virna P Setyorini
Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2020
Tags: