Mamuju (ANTARA) - Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sulawesi Selatan (Sulsel) menyesalkan pihak Polresta Mamuju, Sulawesi Barat menghentikan penyidikan kasus pembantaian puluhan penyu.
Kepala Seksi KSDA Wilayah I Polewali BKSDA Sulsel Muhammad Hasan, dihubungi di Mamuju, Selasa, menyatakan pihaknya tidak pernah dilibatkan pada proses penyelidikan pembantaian penyu tersebut.
"Sebenarnya, kita harus dilibatkan karena terkait satwa yang dilindungi sebab itu memang domainnya KSDA. Terus terang, kami sangat menyayangkan tidak lanjut prosesnya, karena masalah ini bukan lagi perhatian skala nasional tetapi juga menjadi perhatian dunia internasional," kata Muhammad Hasan.
Ia menyampaikan, informasi penghentian penyidikan pembantaian puluhan penyu di salah satu kawasan di Kelurahan Sinyonyoi, Kecamatan Kalukku, Kabupaten Mamuju itu diketahui dari pemberitaan media massa.
Pihaknya, lanjut Muhammad Hasan, kemudian meminta klarifikasi ke Polresta Mamuju terkait penghentian penyidikan kasus pembantaian penyu tersebut.
"Tadi saya baca di media terkait penghentian penyelidikan kasus pembantaian penyu itu. Kami kemudian melakukan koordinasi untuk meminta klarifikasi ke Polresta Mamuju dan menurut penyidik, penghentian itu dilakukan dengan pertimbangan, para pelaku tidak tahu jika penyu tersebut hewan yang dilindungi," ujarnya pula.
"Hal lain menurut penyidik, penyu-penyu itu dibunuh karena mengganggu perekonomian masyarakat, yaitu memakan rumput laut mereka," kata Muhammad Hasan.
Apa pun alasannya, menurut Muhammad Hasan, proses penyidikan pembantaian penyu tersebut harus tetap dilakukan.
"Kami masih akan terus berkoordinasi dengan pihak Polresta Mamuju agar kasus ini bisa ditindaklanjuti kembali. Kami juga secara intens akan melakukan sosialisasi ke masyarakat agar kasus seperti ini tidak terulang, karena kasus ini bukan hanya perhatian secara nasional, tetapi dunia internasional," kata Muhammad Hasan.
Hal senada diungkapkan Sabahat Penyu Sulbar Yusri Mampi yang menyebut penghentian penyidikan kasus pembantaian puluhan penyu di Mamuju tersebut menjadi preseden buruk penegakan hukum terhadap upaya perlindungan satwa langka dan dilindungi.
"Kami juga sangat menyesalkan penghentian penyidikan ini. Pernyataan pihak kepolisian dan DKP Provinsi Sulbar untuk sepakat menghentikan penyidikan, karena alasan mendasar bahwa warga tidak atau belum paham mana satwa laut yang dilindungi adalah absurd," katanya lagi.
"Kok bisa tahu para terduga ini belum paham. Kalau para terduga belum paham, kenapa sembunyikan penyu di bawah semak sebelum dibunuh. Kenapa tidak jagal penyu secara terbuka saja, seolah-olah para terduga khawatir aksinya itu ketahuan," ujar Yusri Mampi.
Sahabat Penyu Sulbar, menurut Yusri Mampi, juga menyayangkan tidak dilibatkannya pihak BKSDA dalam penyelidikan kasus pembantaian puluhan penyu itu.
"Harusnya polisi bisa melanjutkan ke pengadilan, biar di sana jelas putusannya. Undang-undangnya sudah disahkan sejak 1990 dan jika para pelaku mengaku belum tahu kalau itu dilindungi, itu artinya ada yang tidak jalan," kata Yusri Mampi.
Sebelumnya, Kasat Reskrim Polresta Mamuju Ajun Komisaris Polisi Rubertus Roedjito menyatakan, pengungkapan kasus penyu itu berlangsung pada 6 Oktober 2020 sekitar pukul 17.00 WITA.
Saat itu, personel Polsek Kalukku menemukan adanya aktivitas penangkapan penyu yang dilakukan masyarakat di Lingkungan Tampalabagu, Kelurahan Sinyonyoi, Kecamatan Kalukku.
Polisi, lanjut Kasat Reskrim, kemudian melakukan koordinasi dengan pihak DKP Provinsi Sulbar dan hasil koordinasi itu kemudian berhasil diamankan lima ekor penyu yang masih hidup dan 14 karung daging penyu kering seberat 220 kilogram dalam keadaan terpotong-potong.
Polisi juga menyita satu set jaring atau pukat dan satu buah timbangan.
Dari hasil penyelidikan, kata Rubertus Roedjito, masyarakat malakukan pembunuhan terhadap penyu-penyu itu karena dianggap mengganggu mata pencaharian mereka, dimana penyu-penyu itu datang dan menyerang serta memakan rumput laut masyarakat sehingga dua kali panen mereka gagal.
Atas dasar itulah, lanjutnya, sebanyak 99 warga dari tiga RT di Lingkungan Tampalabagu, Kelurahan Sinyonyoi bersepakat menangkap penyu tersebut karena mengganggu tanaman rumput laut yang mereka budidayakan.
"Perlu diketahui bahwa 90 persen masyarakat Lingkungan Tampalabagu berprofesi sebagai petani rumput laut untuk mencari nafkah. Jadi, mereka bersepakat dan itu dituangkan dalam surat pernyataan untuk menangkap penyu-penyu itu karena mengganggu pencaharian masyarakat," kata Rubertus Roedjito.
Polresta Mamuju bersama DKP Provinsi Sulbar dan Polsek Kalukku, kata Kasat Reskrim, pada 14 Oktober 2020 telah melakukan sosialisasi untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat di Lingungkan Tampalabagu tentang penyu sebagai satwa yang dilindungi.
"Kami bersama DKP dan Polsek Kalukku sudah melakukan sosialisasi pada masyarakat bahwa perbuatan membunuh penyu dilarang karena merupakan satwa dilindungi. Dari sosialisasi itu kemudian dibuat pernyataan yang menyatakan masyarakat tidak akan mengulangi perbuatan mereka menangkap penyu," ujar Rubertus Roedjito.
Baca juga: Polisi: Warga di Mamuju bantai penyu karena makan rumput laut
Baca juga: Polisi bongkar kasus pengolahan daging penyu di Mamuju
BKSDA sesalkan penghentian penyidikan pembantaian penyu di Mamuju
27 Oktober 2020 21:03 WIB
Kasat Reskrim Polresta Mamuju AKP Rubertus Roedjito. ANTARA/Amirullah.
Pewarta: Amirullah
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2020
Tags: