Malang, 30/3 (ANTARA) - Mengapa semua bentuk kuda sama? Tanya filsuf Plato kepada para muridnya di Akademi Athena yang sedang menjabarkan keruwetan filsafat, mengurai kerumitan matematika.
Keduanya tidak hendak membuat para murid Akademia membebek pada salah satu cerita agung Orde Baru yakni "mengolahragakan masyarakat, memasyarakatkan olahraga", tetapi menikmati seni kehidupan bernama olah raga.
Dewa-dewi Yunani kuno menciptakan kuda karena mereka telah piawai memahami tiga serangkai kebijaksanaan hidup, masing-masing keindahan, kebenaran dan kebaikan. Bentuk ideal kuda tidak akan tampil sebagai kuda bila tidak ada "yang indah, yang benar, dan yang baik".
Apakah indah, apakah benar, dan apakah baik, bila ada pengerahan siswa-siswi pelajar Sekolah Dasar (SD) Malang, Jawa Timur, menjelang pembukaan Kongres Sepakbola Nasional (KSN) di Gelanggang Olah Raga (GOR) Ken Arok? Plato akan bangkit dari kubur dan berkata, pelajar wajib menuntut ilmu di Akademi Plato, bukan menimba periode gelap dari revolusi jalanan.
Kalau sejarah memperlihatkan bahwa Plato hidup dalam periode gelap kehidupan politik Athena, maka siswa-siswi di jaman ini perlu membaca buku mata pelajaran berisi hikmat bahwa kehormatan dan kebenaran lebih luhur nilainya dari kebajikan mana pun, termasuk mengantre di jalan menyambut para peserta tamu KSN. Jangan menggadai senyum kepada tamu demi datangnya fulus.
Dari sisi filosofis, para murid yang berjajar di pinggir sejumlah jalan yang dilewati bus dan kendaraan para peserta KSN akan meneror dengan mengajukan pertanyaan, inikah warisan budaya baris-berbaris yang menuntut keseragaman, memberangus keragaman.
"Katanya, ada banyak tamu dari Jakarta," kata salah seorang murid SD dari sebuah sekolah swasta di kota Malang. "Heh...barisannya dirapikan. Hati-hati dan lihat mobil dari depan," kata salah seorang perempuan guru kepada murid-muridnya yang berdiri di pinggir jalan. Setiap kali bus delegasi tamu kSN lewat, mereka serta merta melambaikan Merah Putih dari kertas minyak.
Dari sisi matematis, para murid itu lebih menikmati indahnya pernik logika hitung-hitungan karena mereka menerima butir ajaran dari para gurunya di sekolah bahwa mengetahui kebaikan berarti juga melaksanakan kebaikan itu sendiri. Kalau dua dikali dua, hasilnya empat. Dua kerbau ditambah dua kerbau, hasilnya empat kerbau.
Dari sisi olah raga, para murid mengamini bahwa manusia pada dasarnya makhluk yang bermain (Homo Ludens). Lihat saja, apa yang mereka kerjakan, ketika guru mereka sedang asyik ngobrol dengan sejawat guru.
Murid akan memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan untuk "mengganggu" rekannya dengan mendorong, menggamit, dan mengobrol tentang aneka tema program televisi anak-anak.
Kalau KSN mengusung tajuk "Melalui Kongres Sepakbola Nasional Kita Satukan Tekad Menuju Prestasi Dunia", maka para murid yang setia mengibarkan bendera kertas kepad para tamu itu justru melahirkan idea bahwa para filsuf adalah orang-orang yang memiliki pengetahuan yang benar tentang kebaikan, dan sebab itu hanya merekalah yang mampu memerintah negara (Filsuf sebagai Raja).
Nah, sampai di arena GOR Ken Arok, ratusan anak berkostum merah, biru, kuning, hitam, putih mengantre masuk stadion untuk menghadiri pembukaan KSN. Mereka berasal dari Sekolah Sepak Bola (SSB) Kota Malang.
Dengan didampingi masing-masing pamong, mereka bersiap melakukan salah satu ritus sepak bola: mengantre masuk stadion, memasuki arena dan menempati tempat duduk yang tersedia. Mereka mengenakan seragam kebesaran tim SSB demi spirit korps.
Sesekali mereka bertepuk tangan ketika menyaksikan adegan demi adegan menakjubkan dari para gladiator lapangan hijau. Di sebelah kanan kiri tersedia televisi plasma berukuran besar yang menayangkan berbagai aksi pemain bola dari lokal, nasional, dan regional.
Mereka juga menembang nukilan mars klub Arema, "Kuingin...kali ini engkau menang." Mereka yang bernyanyi baik, akan memuji Pencipta secara baik pula.
Ritus kemeriahan ini diteguhkan oleh sambutan pembukaan KSN dari salah seorang elite pemerintahan Jawa Timur. Katanya, "Masyarakat Malang Raya mengelu-elukan pemimpinnya. Meski masih terjadi paradoks, mengapa timnas Merah Putih masih belum juga berprestasi menggembirakan, untuk itu digelarlah KSN ini".
Sepakbola menyimpan paradoks. Ada gelap yang mewakili kekalahan, ada terang yang mewakili kemenangan. Sastrawan Yunani kuno Hesiod dalam bukunya "Theogony" menggunakan istilah "erebos" untuk menjelaskan wilayah kegelapan sebagai lawan dari wilayah terang. Ternyata, kegelapan malam memilikitempat utama dalam kosmogoni Yunani.
"Siang lahir dari malam dan bukan sebaliknya, sebab malam menunjukkan suatu keadaan yang lebih maju bila dunia memiliki suatu bentuk, dan manusia berjalan di atasnya," tulis Hesiod. Itu sebabnya, pada waktu itu banyak orang mengitung hari mulai dari sore hingga sore hari berikutnya.
Siang dan malam tidak dapat dipisahkan, betapa pun keduanya perlu dibedakan. Akan tetapi, bagaimana membaca teks bahwa pengerahan siswa-siswi pelajar Sekolah Dasar (SD) Malang, Jawa Timur, Senin (29/3) malam, menyambut Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, masih dilakukan hingga pukul 18.15 wib meskipun hari telah malam dan gerimis hujan rintik-rintik turun.
Paradoks "siang-malam" juga terjadi ketika datang Ketua Umum PSSI Nurdin Halid di acara KSN di GOR Ken Arok, yang direspons beragam oleh suporter sepak bola yang hadir di sana. Kelompok suporter yang datang adalah pendukung klub-klub besar seperti Bonek Mania, Aremania, dan LA Mania.
Ada dari mereka yang menempati tribun atas menyambut Nurdin dengan bertepuk tangan. Namun, ada beberapa suporter yang melakukan siulan. Nurdin yang tiba pukul 09.00 dengan mengenakan batik membalas dengan melontarkan senyuman dan lambaian tangan kepada para suporter. Para suporter itu pun membalasnya dengan tepuk tangan disertai siulan dan teriakan, "Huuu...."
Sehari sebelumnya, Nurdin mendapat sambutan hangat dan diarak oleh suporter Arema Indonesia mulai pintu masuk Kota Malang hingga ke Hotel Tugu. Selama perjalanan, Nurdin berada di atas mobil kap terbuka dan didampingi oleh beberapa petinggi Aremania.
Salah seorang dedengkot Aremania yang yang tampak bersama Nurdin adalah Yuli Sumpil, dirigen Aremania. Menurut Yuli kepada wartawan, pihaknya sangat menghargai ditunjuknya Malang sebagai tuan rumah KSN. "Penyambutan ini merupakan bentuk penghargaan kami terhadap tamu yang datang ke sini," ujarnya.
Seluruh warga Kota Malang, Jawa Timur, diwajibkan untuk mengibarkan bendera merah putih satu tiang penuh selama empat hari guna menyambut kedatangan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Kepala (Badan Kesatuan Bangsa, Politik dan Perlindungan Masyarakat (Bakesbangpolinmas) Kota Malang, Joko Yuwono, mengatakan, pengibaran sang Merah Putih itu berlaku tanggal 29 Maret-1 April 2010 mulai pukul 06.00 WIB.
Warga Malang juga diimbau untuk memasang umbul-umbul di sepanjang jalan protokol yang kemungkinan dilewati presiden, karena presiden juga dijadwalkan berkunjung ke Kota Batu dan ke Stadion Kanjuruhan Kepanjen di Kabupaten Malang.
"Kita ingin sepak bola Indonesia bisa bangkit dan jaya kembali di Asia dan dunia. Kemudian, lima tahun lagi menjadi macan Asia Tenggara dan sepuluh tahun lagi macan Asia, dan selanjutnya dunia," kata Presiden saat melakukan pidato pembukaan KSN di GOR Ken Arok, Jalan Tangkuban Perahu, Malang, Selasa.
Dan Plato "berpidato" d di depan peserta KSN bahwa realitas (baca: sepakbola Indonesia) berisi dua unsur mendasar, yaitu perubahan dan stabilitas, "being" dan "becoming". Inikah titel dari perhelatan "KSN versus Plato", yang bersiap menanti tergenapinya paradoks siang dan malam.(ANT/A024)
KSN Versus Plato
30 Maret 2010 20:03 WIB
Pewarta: Oleh A.A. Ariwibowo
Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2010
Tags: