Jakarta (ANTARA) - Peneliti senior Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Prof Dr Siti Zuhro MA mengatakan bahwa untuk membangun kepercayaan dalam iklim demokrasi ini maka pemerintah perlu untuk melakukan perbaikan-perbaikan dalam komunikasi politiknya, baik komunikasi dengan para tokoh maupun dengan masyarakat.

”Di Indonesia ini ada yang namanya UU Keterbukaan Informasi Publik (KIP), bukan hanya UU ITE. Maka masyarakat memiliki hak untuk mengakses informasi, sehingga informasi yang disampaikan oleh pemerintah kepada masyarakat ini harus transparan,” ujar Siti Zuhro dalam keterangannya di Jakarta, Jumat.

Baca juga: Siti Zuhro harapkan komunikasi pemerintah membaik saat Pilkada 2020

Baca juga: LIPI sarankan TI untuk perbaikan komunikasi pusat dengan daerah


Siti menyarankan bahwa setiap permasalahan yang ada ini harus dikenali untuk mengetahui apa solusinya sehingga bisa segera dilakukan perbaikan-perbaikan.

Karena itu, menurut dia, kalau permasalahan ini hanya dibiarkan saja hingga menumpuk, maka bisa menimbulkan akumulasi ketidakpuasan dan membuat masyarakat tidak percaya kepada pemerintah.

”Kita ini kan sedang membangun demokrasi, membangun demokrasi itu kan bukan cuma saat Pilkada dan Pemilu. Tapi bagaimana mengedukasi masyarakat dengan nilai-nilai demokrasi, sehingga masyarakat bisa memahami apa esensi demokrasi itu sendiri,” jelas Siti.

Wanita kelahiran Blitar ini menerangkan bahwa perlu melembagakan nilai-nilai terkait demokrasi menjadi suatu pemahaman, suatu orientasi yang nantinya bisa dilaksanakan oleh masyarakat.

Jadi dalam berdemokrasi kita bisa melakukan "trust building", sehingga tidak ada lagi rusuh dalam setiap sengketa pilkada.

”Saling mencemooh, saling saling melecehkan, ini kan sama sekali sekali bukan demokrasi. Padahal kan demokrasi diadakan agar konflik itu tidak mengerucut dan menjadi tren. Jadi semakin demokratis masyarakat harusnya konflik dan kekerasan itu semakin menurun,” terangnya.

Baca juga: Siti Zuhro sarankan ubah desain kepemiluan di Indonesia

Menurut Zuhro, dengan adanya demokrasi, setiap perbedaan pendapat sudah terwadahi dalam cara-cara dialog dan musyawarah mufakat.

"Ini yang saat ini tidak ada, hanya fokus mendesain pemilu, merevisi UU. Dari tahun ke tahun terus seperti itu. Tidak membumikan, tidak mensosialisasikan nilai-nilai terkait dengan budaya demokrasi itu sendiri," katanya.

Zuhro menyampaikan bahwa "trust building" adalah hal yang sangat mendasar dalam membangun demokrasi, karena itu menyangkut membangun peradaban.

Membangun suatu nilai-nilai budaya yang kompatibel dengan nantinya aplikasi dalam berdemokrasi. Sehingga menurutnya, jangan sampai ketika sudah terpilih malah masyarakatnya tidak digubris.

”Jadi mestinya setiap kita melakukan pemilu, ada capaian-capaian positif yang mestinya naik kelas. Jadi antara calon pemimpin dan masyarakatnya ini mereka bertemu langsung, bertatap muka, berdialog dalam kampanye itu untuk merasakan masalah yang ada,” tutur Zuhro.