Sangata (ANTARA News)- Dari 14 daerah di Kalimantan Timur, maka wilayah Kabupaten Kutai Timur termasuk salah satu kawasan yang paling rawan mengalami berbagai masalah terkait eksploitasi batu bara, antara lain keselamatan kerja dan pencemaran.

"Daerah ini rawan mengalami berbagai masalah akibat eksploitasi batu bara, hal itu wajar karena Kutim dikenal sebagai daerah penyumbang batu bara terbesar nasional," kata Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Kutai Timur Wijaya Rahman di Sangata, Senin.

Di Kutai Timur terdapat tiga perusahaan besar pemegang izin PKB2B, yakni PT Kaltim Prima Coal, PT. Perkasa Innaka Kerta (PIK) dan PT Indominco Mandiri, serta 70 perusahaan memegang izin kuasa penambangan (KP).

Hal itu menjadi salah satu latar belakang sehingga Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Kutai Timur menggelar Diklat Pengawasan Operasional Tambang di Sangata, Kutai Timur, akhir pekan lalu.

Kegiatan itu melibatkan 74 para insinyur pertambangan dari beberapa perusahaan tambang batu bara yang beroperasi di wilayah Kutai Timur dengan pembicara dari Deperteman Pertambangan dan Energi, antara lain Rahman Ginting, Eko Gunarto, Wahyu Hidayat.

Wijaya Rahman menyatakan bahwa wilayah Kabupaten Kutai Timur merupakan areal pertambangan yang sangat besar, bahkan khusus produksi dari KPC saja untuk 2010 targetnya 70 juta metrik ton.

"Oleh karenanya, sudah selayaknya menyelenggarakan diklat ini. Yang tentu saja tujuannya agar bagaimana nanti kita melalukan suatu pengelolaan penambangan secara baik dan benar," katanya saat membuka Diklat Pengawas Tambang tingkat Pratama I.

Menurut Wijaya bahwa Diklat itu strategis, khususnya dikaitkan dengan pelaksanaan UU yang baru, yakni UU nomor 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara serta UU yang baru mengenai lingkungan hidup dan kehutanan.

"Hal itu perlu kita pahami semua karena di wilayah Kutai Timur terdapat 70 persen areal pertambangan batu bara berada di wilayah KBK (kawasan budidaya kehutanan), kecuali KPC karena berada di KBNK (kawasan budidaya non kehutanan).

"Saya menghimbau dalam kesempatan ini jangan coba-coba saat ini mengerjakan areal yang masuk ke dalam KBK itu tanpa izin Menhut karena akan menjadi pelanggaran berat baik UU Kehutanan maupun UU Lingkungan Hidup yang baru," imbuh dia.

Direktorat Jenderal Geologi dan Sumber Daya Mineral mengeluarkan keputusan bahwa setiap perusahaan yang memiliki izin usaha pertambangan maka dalam melakukan kegiatan eksplorasi harus mempunyai kepala tehnik tambang serta harus mempunyai kualifikasi Pengawas Operasional tingkat pratama.

Ia menjelaskan bahwa meskipun potensinya besar namun pihak Kutim hati-hati mengeluarkan izin, sehingga hanya ada 70 KP sedangkan di Kukar misalnya sudah 600 KP.

"Kenapa disana banyak karena hanya 20 hektar saja izin bisa keluar, sedangkan di Kutai Timur tidak boleh dibawah 2000 hektar," katanya.

Jadi, imbuh dia dengan sendirinya pengusaha yang memiliki modal kuat untuk melaksanakan aktivitas pertambangan di Kutai Timur.

"Kita tidak boleh memberikan KP jika di bawah 2.000 hektar karena kita tidak mau perusahaan itu meninggalkan lubang-lubang besar paska tambang yang tidak di reklamasi," katanya.

Persyaratan untuk melaksanakan KP di Kutai Timur cukup berat, sehigga hanya perusahaan yang serius saja bisa melaksanakan aktivitasnya.

"Oleh sebaba itu, memang harus ada jaminan reklamasi untuk penutupan tambang sehingga ketika perusahaan tutup kemudian tidak melakukan reklamasi namun masih ada jaminan uang pada pemerintah daerah itulah yang bisa digunakan untuk reklamasi," demikian Wijaya.
(T.KR-ADI/I014/P003)