Jakarta (ANTARA) - Direktur Pendidikan Profesi dan Pembinaan Guru dan Tenaga Kependidikan Ditjen Guru dan Tenaga Kependidikan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Praptono mengatakan pembelajaran siswa berkebutuhan khusus berbeda dengan siswa lainnya.

"Siswa berkebutuhan khusus sangat tidak disarankan untuk melakukan pembelajaran tatap muka pada saat pandemi ini. Bahkan di zona hijau sekalipun, karena memang memiliki perbedaan dengan siswa lainnya," ujar Praptono dalam webinar di Jakarta, Kamis.

Dia menambahkan siswa berkebutuhan khusus dengan kerentanan, maka siswa lebih pas belajar di rumah. Begitu juga dengan pembelajaran jarak jauh siswa disabilitas juga berbeda dengan siswa pada umumnya.

"Saat ini, kami mencoba memperbaharui pola pendidikan jarak jauh untuk anak berkebutuhan khusus," terang dia.

Baca juga: Dispersip tingkatkan keterampilan wirausaha anak berkebutuhan khusus

Praptono berharap siswa berkebutuhan khusus mendapatkan pendampingan dari para orang tua dengan baik selama pembelajaran di rumah.

"Kami harap orang tua maupun pengasuhnya dapat menjadi alat penyambung proses pembelajaran dari guru," harap dia.

Terdapat tiga kendala pembelajaran di rumah bagi siswa berkebutuhan khusus. Pertama adalah komunikasi.

Baca juga: Seorang anak berkebutuhan khusus tetap produktif saat pandemi COVID-19

"Pembelajaran di rumah menghambat komunikasi siswa berkebutuhan khusus dengan pengajar. Untuk itu diperlukan peran orang tua dan pengasuh dalam mendampingi anak," terang dia.

Kedua adalah faktor sosial dan tidak mudah untuk mengondisikan agar anak senantiasa dalam kondisi belajar.

Ketiga, yakni permasalahan intelektual dalam menciptakan pembelajaran yang bermakna bagi pelajar disabilitas.

Dalam kesempatan itu, dia meminta para guru untuk terus menyisipkan pesan 3M pada siswa sebelum memulai pembelajaran, yakni memakai masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan serta menjauhi kerumunan.

Baca juga: Masyarakat diajak tingkatkan peduli anak berkebutuhan khusus
Baca juga: Yogyakarta ingin tambah sekitar 20 sekolah inklusi hingga 2022