Jakarta (ANTARA) - Ketua MPR RI Bambang Soesatyo mengajak para warga net atau netizen bijak memanfaatkan media internet demi kebaikan bersama dan jangan sampai internet dijadikan ajang menebar benih kebencian, fitnah, hingga permusuhan.

"Warga net atau netizen harus bijak memanfaatkan media internet demi kebaikan bersama dan jangan sampai internet dijadikan ajang menebar benih kebencian, fitnah, hingga permusuhan yang pada akhirnya mengoyak rasa persaudaraan sebangsa," kata Bamsoet dalam keterangannya di Jakarta, Rabu.

Hal itu dikatakan Bamsoet usai menerima Komunitas Wartawan dan Netizen Indonesia (KAWAN NESIA) di Ruang Kerja Ketua MPR RI, Jakarta, Rabu.

Baca juga: MPR minta pemerintah sosialisasikan UU Ciptaker ke semua elemen

Dalam survei Digital 2020 yang dikeluarkan We are Sosial, Indonesia di peringkat ketiga sebagai negara dengan pertumbuhan populasi internet terbesar dunia setelah India dan China.

Dalam survei tersebut, menurut dia, tercatat pengakses internet di Indonesia meningkat 17 persen dalam 1 tahun terakhir atau meningkat sekitar 25,3 juta pengakses internet.

"Oleh karena itu, penetrasi pengguna internet di Indonesia meningkat mencapai 64 persen atau sekitar 175 juta penduduk Indonesia telah mengakses internet," ujarnya.

Bamsoet mengatakan bahwa rata-rata dalam sehari, setiap pengguna internet di Indonesia menghabiskan 7 jam 59 menit untuk mengakses internet, yaitu berada di posisi delapan dunia setelah Filipina, Afrika Selatan, Brasil, Kamboja, Thailand, Argentina, dan Mexico.

Menurut dia, lamanya waktu mengakses internet di Indonesia lebih besar dari rata-rata dunia yang hanya 6 jam 45 menit.

Dari data tersebut menunjukan dalam 16 jam waktu sadar yang dimiliki, kata dia,hampir 50 persennya atau 8 jam dipakai warga Indonesia untuk mengakses internet.

Ia menyebutkan dari 175 juta penduduk Indonesia yang mengakses internet, sebanyak 160 juta di antaranya aktif di media sosial, per hari tercatat mereka menggunakan waktu mencapai 3 jam 46 menit untuk mengakses media sosial melalui telepon genggam.

"Hal tersebut menandakan bahwa sebagian besar hidup kita tidak lepas dari internet sehingga tidak berlebihan kiranya jika ada anggapan yang menilai kesalahan memanfaatkan internet, akan berujung pada bencana sosial," katanya.

Baca juga: RUU Cipta Kerja perlu dibahas secara transparan cegah demo

Menurut dia, dengan cerdas dan bijak bersosial media, masyarakat akan terhindar dari popaganda menyesatkan yang banyak berseliweran di berbagai platform media sosial.

Sebagaimana yang terjadi pada demonstrasi menentang RUU KUHP pada tahun 2019 maupun demonstrasi menentang UU Cipta Kerja beberapa hari lalu.

"Jika dilihat substansinya, banyak pedemo termakan hoaks maupun disinformasi sehingga menyebabkan mereka turun ke jalan, misalnya, pedemo menuntut cuti hamil tetap berlaku. Padahal, dalam UU Cipta Kerja, tidak ada satu pun pasal yang menghilangkan cuti hamil," ujarnya.

Hal itu adalah contoh kecil bagaimana hoaks dan disinformasi jika tidak disikapi serius, bisa mendatangkan kemudaratan bagi bangsa.