Thailand sambut wisatawan asing saat unjuk rasa di Bangkok memanas
21 Oktober 2020 15:54 WIB
Puluhan warga anti pemerintah melakukan aksi protes di Bangkok, Thailand, Minggu (18/10/2020). Pengunjuk rasa menentang tindakan keras pemerintah kepada mereka dalam tiga bulan demonstrasi yang ditujukan kepada Perdana Menteri Prayuth Chan-ocha dan sistem monarki. ANTARA FOTO/REUTERS/Jorge Silva/pras.
Bangkok (ANTARA) - Thailand kembali menerima kunjungan sekelompok wisatawan China sejak penerbangan komersial dilarang beroperasi pada April untuk memerangi pandemi virus corona.
Sebanyak 39 wisatawan dari Shanghai itu tiba di Bangkok pada Selasa malam (21/10), menurut pernyataan wakil direktur Bandara Suvarnabhumi, Kittipong Kittikachorn. Para pengunjung tersebut tampaknya tidak terpengaruh dengan meningkatnya unjuk rasa jalanan di Ibu Kota Bangkok.
Televisi publik Thailand menunjukkan para wisatawan yang memakai masker keluar dari bandara, disambut oleh petugas dengan peralatan pelindung lengkap yang menyemprot koper mereka dengan desinfektan.
Di luar, beberapa wisatawan mengenakan pelindung wajah dan sarung tangan karet saat mereka bersiap untuk naik bus ke hotel mereka.
Kedatangan para wisatawan bertepatan dengan gerakan pengunjuk rasa anti-pemerintah yang terus menentang larangan pertemuan besar, setelah pihak berwenang mengumumkan situasi darurat di Bangkok.
Kerusuhan itu tidak mempengaruhi minat wisatawan untuk mengunjungi negara Asia Tenggara itu, kata Gubernur Otoritas Pariwisata Thailand Yuthasak Supasorn kepada Reuters.
"Sejauh ini tidak ada pembatalan atau pertanyaan tentang itu dan orang-orang mengikuti beritanya," katanya.
Demonstrasi yang dipimpin mahasiswa, terkadang menarik 10.000 orang, telah menduduki persimpangan-persimpangan jalan yang sibuk selama berjam-jam sebelum bubar dengan damai. Dalam satu insiden pekan lalu, meriam air digunakan untuk membubarkan para demonstran.
Negara yang bergantung pada pariwisata itu hanya mencatat 6,7 juta wisatawan asing tahun ini, kata pemerintah, kurang dari seperlima jika dibandingkan rekor 39,8 juta wisatawan pada 2019.
Pemerintah melarang penerbangan komersial pada bulan April untuk mencegah COVID-19, dan sebagian besar kasus baru adalah warga Thailand yang kembali dari luar negeri. Negara tersebut telah melaporkan total 3.700 infeksi.
Pendatang baru dengan visa khusus 90 hari harus dikarantina selama dua minggu---tujuh hari di kamar hotel mereka dan tujuh hari di halaman hotel mereka---dan menunjukkan tes negatif tiga kali sebelum mereka dapat bergerak bebas.
"Setelah lulus, mereka akan dapat pindah ke tujuan lain (di Thailand)," kata Menteri Pariwisata Phiphat Ratchakitprakarn di televisi Thai PBS.
Gelombang kedua yang terdiri dari 147 wisatawan dari Guangzhou, China, dijadwalkan tiba pada 26 Oktober, dengan lebih banyak lagi akan tiba bulan depan.
"Musim dingin akan datang sehingga lebih banyak turis dari negara-negara Eropa, Amerika Serikat, Korea, dan Jepang juga ingin datang mengunjungi kami sekitar waktu ini," kata Phiphat.
Sumber: Reuters
Baca juga: Ratusan pemrotes di Thailand tentang peringatan di Bangkok
Baca juga: Warga di Bangkok kembali berunjuk rasa anti pemerintah
Baca juga: Sekitar 1.000 warga Thailand berunjuk rasa di Bangkok tuntut perubahan
Sebanyak 39 wisatawan dari Shanghai itu tiba di Bangkok pada Selasa malam (21/10), menurut pernyataan wakil direktur Bandara Suvarnabhumi, Kittipong Kittikachorn. Para pengunjung tersebut tampaknya tidak terpengaruh dengan meningkatnya unjuk rasa jalanan di Ibu Kota Bangkok.
Televisi publik Thailand menunjukkan para wisatawan yang memakai masker keluar dari bandara, disambut oleh petugas dengan peralatan pelindung lengkap yang menyemprot koper mereka dengan desinfektan.
Di luar, beberapa wisatawan mengenakan pelindung wajah dan sarung tangan karet saat mereka bersiap untuk naik bus ke hotel mereka.
Kedatangan para wisatawan bertepatan dengan gerakan pengunjuk rasa anti-pemerintah yang terus menentang larangan pertemuan besar, setelah pihak berwenang mengumumkan situasi darurat di Bangkok.
Kerusuhan itu tidak mempengaruhi minat wisatawan untuk mengunjungi negara Asia Tenggara itu, kata Gubernur Otoritas Pariwisata Thailand Yuthasak Supasorn kepada Reuters.
"Sejauh ini tidak ada pembatalan atau pertanyaan tentang itu dan orang-orang mengikuti beritanya," katanya.
Demonstrasi yang dipimpin mahasiswa, terkadang menarik 10.000 orang, telah menduduki persimpangan-persimpangan jalan yang sibuk selama berjam-jam sebelum bubar dengan damai. Dalam satu insiden pekan lalu, meriam air digunakan untuk membubarkan para demonstran.
Negara yang bergantung pada pariwisata itu hanya mencatat 6,7 juta wisatawan asing tahun ini, kata pemerintah, kurang dari seperlima jika dibandingkan rekor 39,8 juta wisatawan pada 2019.
Pemerintah melarang penerbangan komersial pada bulan April untuk mencegah COVID-19, dan sebagian besar kasus baru adalah warga Thailand yang kembali dari luar negeri. Negara tersebut telah melaporkan total 3.700 infeksi.
Pendatang baru dengan visa khusus 90 hari harus dikarantina selama dua minggu---tujuh hari di kamar hotel mereka dan tujuh hari di halaman hotel mereka---dan menunjukkan tes negatif tiga kali sebelum mereka dapat bergerak bebas.
"Setelah lulus, mereka akan dapat pindah ke tujuan lain (di Thailand)," kata Menteri Pariwisata Phiphat Ratchakitprakarn di televisi Thai PBS.
Gelombang kedua yang terdiri dari 147 wisatawan dari Guangzhou, China, dijadwalkan tiba pada 26 Oktober, dengan lebih banyak lagi akan tiba bulan depan.
"Musim dingin akan datang sehingga lebih banyak turis dari negara-negara Eropa, Amerika Serikat, Korea, dan Jepang juga ingin datang mengunjungi kami sekitar waktu ini," kata Phiphat.
Sumber: Reuters
Baca juga: Ratusan pemrotes di Thailand tentang peringatan di Bangkok
Baca juga: Warga di Bangkok kembali berunjuk rasa anti pemerintah
Baca juga: Sekitar 1.000 warga Thailand berunjuk rasa di Bangkok tuntut perubahan
Penerjemah: Yashinta Difa Pramudyani
Editor: Azis Kurmala
Copyright © ANTARA 2020
Tags: