Semarang (ANTARA News) - Seorang dosen Universitas Negeri Semarang (Unnes), bernama Hermin, warga Perumahan Tanah Mas menjadi korban pembobolan kartu ATM hingga menderita kerugian sebesar Rp31 juta.

Korban yang melapor di Markas Kepolisian Resor Semarang Selatan, di Semarang, Kamis, mengatakan pembobolan kartu ATM tersebut terjadi saat dirinya hendak mengambil uang dalam perjalanan menuju sebuah Sekolah Menengah Umum (SMU) di Kabupaten Ungaran untuk menjadi pengawas Ujian Nasional (UN).

"Kira-kira pukul 05.00 WIB saya berhenti di sebuah mesin ATM yang terletak di depan Swalayan Super, Sampangan," katanya.

Beberapa saat kemudian korban panik karena saat memasukkan kartu ATM ke mesin tiba-tiba macet, namun pada layar monitor tidak ada pemberitahuan.

"Saat saya tekan tombol untuk membatalkan transaksi ternyata tidak berhasil dan kartu ATM tetap tidak dapat ditarik keluar," ujarnya.

Pada saat panik itulah korban dihampiri seorang pria tidak dikenal yang kemudian menyarankan agar menghubungi nomor "call center" dengan nomor 081389427888 seperti yang tertera pada stiker di dekat mesin ATM.

Korban yang dalam keadaan panik kemudian menghubungi nomor "call center" yang disarankan oleh pria tersebut.

"Saat menghubungi nomor telepon tersebut, saya diterima oleh seorang pria yang mengaku pegawai Bank BCA pusat dan mengatakan akan membantu saya," katanya.

Pria yang mengaku pegawai bank tersebut, kata dia, juga menanyakan nomor PIN kartu ATM dengan alasan sebagai syarat pemblokiran rekening tabungan.

Setengah jam setelah menghubungi "call center" yang diduga palsu dan milik salah satu komplotan pembobol ATM tersebut, korban yang masih penasaran kemudian menelepon Bank BCA untuk menanyakan saldo tabungan.

Korban yang mendengar keterangan bahwa isi tabungannya sebesar Rp31 juta telah dibobol dengan cara menarik tunai sebanyak lima kali transaksi itu langsung terkejut.

Setelah selesai mengawasi UN, korban pergi ke Bank BCA untuk memastikan pembobolan tabungan miliknya dan meminta "print out" transaksi yang ternyata dilakukan di Kota Tangerang atas nama nasabah Solichin dan Wastono.

Selain lima transaksi penarikan tunai tersebut, komplotan pembobol rekening itu juga menggunakan tabungan korban untuk membeli pulsa telepon seluler senilai Rp1 juta.

Pembobolan ATM ini diduga dilakukan oleh kawanan yang terorganisir dan sering beraksi di berbagai kota besar dengan cara berpindah tempat untuk menyulitkan pelacakan oleh polisi.

Beberapa korban pembobolan ATM menyayangkan lemahnya pengawasan dari pihak bank yang tidak memeriksa adanya stiker "call center" palsu yang banyak tertempel di dekat mesin ATM dan digunakan sebagai sarana tindak kejahatan.(Ant/R009)