Jakarta (ANTARA) - Kementerian Pertanian menyatakan sedang menyiapkan sejumlah kebijakan, salah satunya perluasan areal tanaman sagu untuk meningkatkan produktivitas (provitas) tanaman tersebut yang masih rendah.

Sekretaris Jenderal Kementerian Pertanian Momon Rusmono mengatakan bahwa sagu bisa menjadi alternatif pangan sehat dan bergula rendah yang bisa dikonsumsi masyarakat Indonesia.

"Dari 5,5 juta hektare, baru 314.000 hektare saja yang digunakan, itu pun dengan provitas 3,57 ton per hektare, yang sebenarnya bisa ditingkatkan lagi menjadi 10 ton," kata Momon dalam acara Pekan Sagu Nasional yang diselenggarakan di Jakarta, Selasa.

Saat ini Indonesia memiliki luas lahan sagu sekitar 5,5 juta hektare. Namun di tahun 2019, lahan sagu yang dimanfaatkan baru sekitar 314.000 hektare atau 5,79 persen dengan proporsi olahan 96 persen oleh perkebunan rakyat dan 14,4 persen dikelola oleh perkebunan swasta.

Menurut Momon, provitas yang rendah disebabkan lebih kepada metode pengolahan yang masih tradisional. Untuk itu, Kementan sedang menyiapkan beberapa kebijakan agar sagu dapat optimal menjadi bahan pangan pokok alternatif pengganti beras.


Baca juga: Menperin: Peningkatan pengolahan sagu jadi program prioritas

"Kebijakan itu berupa perluasan area tanaman sagu serta upaya peningkatan produktivitas dan peningkatan kualitas dari sagu itu sendiri," katanya.

Selain perluasan areal tanam, Badan Litbang Kementan juga berupaya meningkatkan provitas dan kualitas tanaman sagu melalui fasilitasi sarana prasarana sagu. Selain itu, diversifikasi produk sagu juga dilakukan agar tidak hanya menghasilkan papeda.

Dalam kesempatan yang sama, Gubernur Papua Barat Dominggus Mandacan optimistis bahwa Provinsi Papua Barat mampu mengembangkan sagu dengan pesat.

Apalagi, luas areal sagu di Provonsi Papua Barat mencapai 510.000 dan baru digarap sebagai dusun dan kebab sagu seluas 20.000 hektare atau sekitar 3,9 persen.

"Ini harus menjadi momentum gerakan awal untuk merangkai kerja sama yang erat antara berbagai stakeholder, supaya pengelola sagu mulai dari hulu hingga ke hilir memiliki dampak pada kesejahteraan masyarakat," kata Dominggus.

Baca juga: Dewan Guru Besar IPB optimistis terhadap industri berbasis sagu

Seperti diketahui, pemerintah berupaya dalam mengembangkan sagu sebagai pangan utama selain beras, salah satunya dilakukan melalui prioritas pengembangan industri sagu berbasis perkebunan sesuai amanat Perpres No. 18 tahun 2020 tentang RPJM nasional tahun 2020-2024.

Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Agribisnis Kemenko Perekonomian Musdalifah Macmud mengatakan bahwa sagu merupakan kompditas penting sebagai asupan makanan sehat pengganti beras.

Ia menyebutkan bahwa kontribusi ekspor sagu di tahun 2019 mencapai 108,89 miliar dari total volume ekspor sebanyak 26,6 ribu ton dengan negara tujuan India, Malaysia, Jepang, Thailand, dan Vietnam.

"Kondisi ini membuktikan bahwa produk sagu Indonesia sangat diminati pasar global. Terlebih sagu memiliki potensi yang sangat penting dan bukan hanya menjaga ketahanan pangan saja tetapi untuk menghasilkan devisa negara dan kesejahteraan rakyat," kata dia.


Baca juga: Kemenperin genjot hilirisasi sagu dukung ketahanan pangan

Baca juga: Bulog bakal bangun pabrik pengolahan sagu di 20 wilayah