Jakarta (ANTARA) - Tepat setahun Pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Wakil Presiden Joko Widodo-Ma'ruf Amin, Indonesia bertekad untuk menjadi pemain utama dalam memproduksi kendaraan listrik karena tren dunia otomotif mengalami perubahan besar dengan hadirnya kendaraan listrik.

"Indonesia tidak ingin hanya menjadi konsumen, namun bertekad menjadi pemain utama. Ekosistem pun disiapkan," seperti dikutip dari Buku Laporan Tahunan 2020, Peringatan Setahun Jokowi-Ma'ruf: Bangkit untuk Indonesia Maju di Jakarta, Selasa.

Dalam buku tersebut tertulis, salah satu yang dilakukan yakni percepatan pembangunan pembangkit berbasis Energi Baru Terbarukan (EBT), seperti Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA), tenaga surya, hingga panas bumi.

Pemerintah menargetkan penggunaan EBT mencapai 23 persen pada 2025, di mana angka tersebut terbilang optimis dibandingkan capaian tahun ini yang kurang dari 15 persen.

Baca juga: Luhut ingin Indonesia jadi destinasi investasi kendaraan listrik

Upaya pemerintah dalam mewujudkan produksi kendaraan listrik dimulai pada Rapat Terbatas Kendaraan Listrik yang digelar Januari 2019 untuk menilik peluang Indonesia menjadi pemain di Industri Kendaraan Listrik, karena RI memiliki nikel, kobalt, dan Mangaan sebagai bahan baku pembuat baterai, termasuk baterai kendaraan listrik.

Pada Agustus 2019 terbit Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2019 tentang Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (Battery Electric Vehicle) untuk Transportasi Jalan. Kendaraan listrik diyakini sebagai salah satu solusi dalam mengurangi penggunaan bahan bakar minyak (BBM) dan menjaga kualitas udara.

Kemudian, Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 2019 tentang Barang Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah Berupa Kendaraan Bermotor yang Dikenai Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM).

Baca juga: MIND ID sebut pabrik baterai kendaraan listrik beroperasi 2023

Pada bagian keempat beleid tersebut, pemerintah mengatur tarif PPnBM untuk kendaraan bermotor roda empat yang menggunakan teknologi Plug-In Hybrid Electric Vehicles (PHEV), Battery Electric Vehicles (BEV), atau Fuel Cell Electric Vehicles (FCEV).

Untuk kelompok kendaraan itu pemerintah menetapkan tarif sebesar 15 persen dengan dasar pengenaan pajak sebesar 0 persen dari harga jual. Dengan catatan, konsumsi bahan bakar setara dengan lebih dari 28 kilometer per liter atau tingkat emisi CO2 sampai dengan 100 gram per kilometer.

Sederet aturan tersebut kemudian diterjemahkan melalui empat peraturan menteri yakni Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 45 Tahun 2020 tentang Kendaraan Tertentu dengan Menggunakan Penggerak Motor Listrik.

Baca juga: Pemerintah percepat infrastruktur kendaraan listrik

Kemudian Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 13 Tahun 2020 tentang Penyediaan Infrastruktur Pengisian Listrik untuk Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai.

Selanjutnya Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 8 Tahun 2020 tentang Penghitungan Dasar Pengenaan Pajak Kendaraan Bermotor Dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor.

Lalu, Peraturan Menteri Perindustrian (Permenperin) Nomor 27 Tahun 2020 tentang Spesifikasi, Peta Jalan Pengembangan, dan Ketentuan Penghitungan Tingkat Komponen Dalam Negeri Kendaraan Bermotor Dalam Negeri Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (BEV).

Terakhir Permenperin Nomor 8 Tahun 2020 tentang Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai Dalam Keadaan Terurai Lengkap dan Keadaan Terurai Tidak Lengkap.

Baca juga: Penjualan mobil hibrid naik, Toyota: Kendaraan listrik makin diminati