Jakarta (ANTARA News) - Indonesia dan Hongkong menyepakati persetujuan penghindaran pajak berganda (P3B) untuk memberikan kepastian dan stabilitas pajak atas dua negara.

Penandatanganan persetujuan tersebut dilakukan antara Menteri Keuangan Indonesia Sri Mulyani Indrawati dengan Financial Secretary Hongkong Special Administrative Region RRC John Tsang di Gedung Kementerian Keuangan, Jakarta, Selasa.

"P3B ini akan memberikan kepastian dan stabilitas perlakuan perpajakan atas arus lalu lintas sumber daya manusia, modal atau teknologi antara Indonesia dengan Hongkong," ujar Menkeu Sri Mulyani Indrawati.

Menkeu menambahkan dengan meniadakan dan mengurangi hambatan yang terkait dengan perpajakan, sehingga akan menggalakan hubungan perekonomian antara kedua belah pihak.

"Persetujuan ini juga merupakan langkah maju yang signifikan untuk mencapai kerjasama global dengan standar internasional untuk pertukaran informasi perpajakan," ujarnya.

Persetujuan P3B ini juga akan memeperkuat integritas sistem perpajakan Indonesia dengan difasilitasinya pertukaran informasi Wajib Pajak, termasuk informasi perbankan antara otoritas perpajakan Indonesia dan Hongkong serta melanjutkan upaya-upaya internasional untuk meningkatkan transparansi sistem keuangan dan mencegah penghindaran dan pengelakan pajak di luar negeri.

Financial Secretary Hongkong Special Administrative Region RRC John Tsang menambahkan secara keseluruhan persetujuan ini akan mendorong proses transparansi antar kedua negara serta meningkatkan level kepastian dalam melakukan usaha.

Direktur Perpajakan I Ditjen Pajak Syarifuddin Alsyah mengatakan dengan adanya persetujuan ini tarif pajak deviden dari sebelumnya 20 persen akan dikenakan 10 persen, sedangkan apabila melakukan investasi langsung paling tidak sebesar 25 persen saham di masing-masing negara, dikenakan bea deviden sebesar 5 persen.

"Ada juga insentif untuk Foreign Direct Investment (FDI) dan branch profit, apabila memiliki kantor cabang di negara yang bersangkutan atau kita memiliki cabang di Hongkong akan dikenakan tarif 5 persen," ujar Syarifuddin.

Kemudian, ia melanjutkan, dalam persetujuan ini juga ditetapkan pajak interest sebesar 10 persen dari normalnya 20 persen dan royalti sebesar 5 persen dikenakan apabila masing-masing penduduk (residence) mendapatkan royalti di negara lain. (S034/K004)