Kemendikbud dan IPB bahas pentingnya regenerasi pola pikir petani
19 Oktober 2020 11:36 WIB
Tangkapan layar - Direktur Jenderal Pendidikan Vokasi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Wikan Sakarinto dalam diskusi bersama Himpunan Mahasiswa Vokasi Pertanian (Himavoperta) Sekolah Vokasi IPB University mengatakan pengembangan dan regenerasi pola pikir penting untuk menjadikan Indonesia lebih maju, Jakarta, Senin (19/10/2020). ANTARA/Katriana/am.
Jakarta (ANTARA) - Direktur Jenderal Pendidikan Vokasi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Wikan Sakarinto dalam diskusi bersama Himpunan Mahasiswa Vokasi Pertanian (Himavoperta) Sekolah Vokasi IPB University mengatakan pengembangan dan regenerasi pola pikir penting untuk menjadikan Indonesia lebih maju.
“Salah satu hal yang menyebabkan tidak adanya regenerasi petani di Indonesia adalah 'mindset' yang salah, yaitu menganggap petani hanyalah seorang pekerja. Ubah 'mindset' petani pekerja menjadi petani 'entrepreneur',” katanya dalam keterangan pers yang diterima ANTARA di Jakarta, Senin.
Ia mengatakan bahwa selama ini ada yang salah dalam pola pikir masyarakat Indonesia terhadap petani bahkan petani di Indonesia pun masih berpikir bahwa mereka itu hanyalah seorang pekerja.
Padahal peran petani sangatlah besar. Terlebih jika para petani Indonesia mau mengubah dirinya menjadi petani 'entrepreneur' (wirausaha) yang memiliki daya saing yang kuat, menyediakan produk berkualitas sesuai dengan tuntutan konsumen dan pasar.
Selama ini petani masih ditempatkan pada posisi sebatas komunitas pelaku usaha di sektor pertanian. Namun pentingnya jiwa entrepreneur bagi petani sebagai pelaku usaha di sektor sektor tersebut masih belum begitu diperhitungkan.
Menurut Dirjen, Pemberdayaan ekonomi petani perlu terlebih dahulu dilakukan dengan mengubah paradigma dan cara pandang pembangunan pertanian. Membangun jiwa kewirausahaan bagi petani penting untuk meningkatkan kesejahteraan petani.
“Petani yang berjiwa entrepreneur adalah seorang pemimpin yang kreatif yang selalu mencari kesempatan untuk memajukan dan meluaskan usahanya. Petani entrepreneur juga seharusnya menyukai risiko namun tetap terukur dan bertanggung jawab atas keuntungan dan kerugian," katanya.
Sementara itu menurut petani millennial sekaligus CEO Tani Pintar Indonesia Fatoni Saputra mengatakan penyebab pertanian Indonesia tertinggal dari negara-negara lain adalah karena beberapa faktor seperti sumber daya manusia (SDM), pola pikir yang keliru dari kaum terdidik, dan lain sebagainya.
“Untuk menghadapi kondisi seperti saat ini, hal yang mendasar untuk mulai bangkit dari ketertinggalan adalah dengan memerhatikan sumber daya manusianya serta mengubah pola pikir dari para kaum terdidik,” katanya.
Adapun penyuluh Badan Litbang Pertanian R Dani Medinovianto mengatakan bahwa hal terpenting yang harus diubah adalah pola pikir. Bahwa pola pikir harus diiringi dengan aksi atau usaha dalam menjadi seorang petani enterpreneur dan juga berkompeten.
“Setelah itu barulah petani bisa mulai berkompetisi sekaligus untuk menempa jiwa-jiwa entrepreneur dan juga melatih 'hardskills' dan juga 'softkills'. Seorang petani harus mampu beradaptasi dalam penggunaan teknologi dan inovasi serta dapat memiliki minat dan motivasi tinggi menjadi petani yang memiliki peran besar sebagai petani milenial dan petani entrepreneur," ujarnya.
“Salah satu hal yang menyebabkan tidak adanya regenerasi petani di Indonesia adalah 'mindset' yang salah, yaitu menganggap petani hanyalah seorang pekerja. Ubah 'mindset' petani pekerja menjadi petani 'entrepreneur',” katanya dalam keterangan pers yang diterima ANTARA di Jakarta, Senin.
Ia mengatakan bahwa selama ini ada yang salah dalam pola pikir masyarakat Indonesia terhadap petani bahkan petani di Indonesia pun masih berpikir bahwa mereka itu hanyalah seorang pekerja.
Padahal peran petani sangatlah besar. Terlebih jika para petani Indonesia mau mengubah dirinya menjadi petani 'entrepreneur' (wirausaha) yang memiliki daya saing yang kuat, menyediakan produk berkualitas sesuai dengan tuntutan konsumen dan pasar.
Selama ini petani masih ditempatkan pada posisi sebatas komunitas pelaku usaha di sektor pertanian. Namun pentingnya jiwa entrepreneur bagi petani sebagai pelaku usaha di sektor sektor tersebut masih belum begitu diperhitungkan.
Menurut Dirjen, Pemberdayaan ekonomi petani perlu terlebih dahulu dilakukan dengan mengubah paradigma dan cara pandang pembangunan pertanian. Membangun jiwa kewirausahaan bagi petani penting untuk meningkatkan kesejahteraan petani.
“Petani yang berjiwa entrepreneur adalah seorang pemimpin yang kreatif yang selalu mencari kesempatan untuk memajukan dan meluaskan usahanya. Petani entrepreneur juga seharusnya menyukai risiko namun tetap terukur dan bertanggung jawab atas keuntungan dan kerugian," katanya.
Sementara itu menurut petani millennial sekaligus CEO Tani Pintar Indonesia Fatoni Saputra mengatakan penyebab pertanian Indonesia tertinggal dari negara-negara lain adalah karena beberapa faktor seperti sumber daya manusia (SDM), pola pikir yang keliru dari kaum terdidik, dan lain sebagainya.
“Untuk menghadapi kondisi seperti saat ini, hal yang mendasar untuk mulai bangkit dari ketertinggalan adalah dengan memerhatikan sumber daya manusianya serta mengubah pola pikir dari para kaum terdidik,” katanya.
Adapun penyuluh Badan Litbang Pertanian R Dani Medinovianto mengatakan bahwa hal terpenting yang harus diubah adalah pola pikir. Bahwa pola pikir harus diiringi dengan aksi atau usaha dalam menjadi seorang petani enterpreneur dan juga berkompeten.
“Setelah itu barulah petani bisa mulai berkompetisi sekaligus untuk menempa jiwa-jiwa entrepreneur dan juga melatih 'hardskills' dan juga 'softkills'. Seorang petani harus mampu beradaptasi dalam penggunaan teknologi dan inovasi serta dapat memiliki minat dan motivasi tinggi menjadi petani yang memiliki peran besar sebagai petani milenial dan petani entrepreneur," ujarnya.
Pewarta: Katriana
Editor: Rolex Malaha
Copyright © ANTARA 2020
Tags: