Banda Aceh (ANTARA) - Masyarakat Peduli Sejarah (Mapesa) Aceh menata ulang dan membersihkan situs bersejarah di Gampong Pande Kecamatan Kutaraja Kota Banda Aceh yang kurang mendapat perhatian pemerintah.

Mapesa membersihkan komplek makam raja-raja Gampong Pande yang sudah ditetapkan sebagai situs cagar budaya oleh Pemerintah Kota Banda Aceh. Namun, kondisinya tidak terawat.

"Hari ini kita menata, membersihkan dan mendokumentasikan situs sejarah di komplek raja-raja Gampong Pande yang kurang terawat," kata Wakil Ketua Mapesa Masykur Syafruddin di Banda Aceh, Ahad.

Masykur mengatakan di komplek ini dijumpai beberapa bentuk batu nisan, terbanyak peninggalan kerajaan Aceh Darussalam. Bahkan juga terdapat nisan-nisan dari periode kerajaan Samudera Pasai dan Lamuri Aceh Besar.

Baca juga: Sandiaga Uno ziarahi makam raja Islam pertama di Indonesia

Baca juga: Pemerhati surati Menteri PUPR terkait proyek IPAL di situs sejarah


Masykur menyebutkan, salah satu tokoh besar yang dimakamkan di komplek raja-raja Gampong Pande adalah Sultan Mukmin Syah yang wafat pada tahun 946 hijriah atau pertengahan abad ke 16.

"Komplek makam ini perlu dijaga dan dilestarikan. Kegiatan kita ini juga sebagai bentuk sosialisasi kepada masyarakat untuk menyelamatkan dan menggali kembali informasi makam bersejarah di Aceh," ujarnya.

Gampong Pande ini dikelilingi banyak komplek makam bersejarah mulai dari pertengahan abad ke 15 sampai dengan ke 19. Terbanyak raja-raja Aceh periode abad ke 16 dan 17.
​​​​
Pengurus Mapesa Aceh membersihkan batu nisan di komplek makam raja-raja di Gampong Pande Banda Aceh, Ahad (18/10/2020) (ANTARA/Rahmat Fajri)


Berdasarkan temuan Mapesa, terdapat 40 komplek makam tokoh Aceh masa lalu dan ribuan batu nisan di Gampong Pande yang terancam hilang akibat maraknya pembangunan serta pasang surut air.

"Hanya tiga yang sudah ditetapkan sebagai situs cagar budaya, yaitu komplek makam Tuan di Kandang, makam raja-raja Gampong Pande, dan Putroe Ijo," katanya.

Masykur juga menuturkan terdapat ribuan komplek bersejarah di Aceh, tetapi banyak yang terbengkalai karena ketidakseriusan pemerintah menyelamatkannya.

"Hari ini kita tidak menunggu pemerintah turun tangan, makanya kita melangkah sendiri menata, membersihkan dan mendokumentasikan situs-situs bersejarah di Aceh," ujar Masykur yang juga Direktur Pedir Meuseum itu.

Dia berharap, bagi siapa saja yang ingin mendirikan bangunan agar melihat kawasan serta situs bersejarah di sana, sehingga rekam jejak peristiwa Aceh masa lalu tidak hilang dan tetap terjaga.

"Ini semua menjadi pekerjaan rumah bagi masyarakat dan terutama Pemerintah Aceh," kata lukusan sejarah UIN Ar-Raniry itu.*

Baca juga: Meriam peninggalan Kerajaan Aceh jadi situs wisata baru di Aceh Barat

Baca juga: MPU Aceh dukung penyelamatan situs sejarah Islam