Jakarta (ANTARA News) - Akhir pekan lalu Menteri Kesehatan Endang Rahayu Sedyaningsih dan Menteri Pembangunan Daerah Tertinggal (PDT) Helmy Faishal Zaini menengok tapal batas Indonesia dengan Malaysia di Aruk, Desa Sebunga, Kecamatan Sajingan Besar, Kabupaten Sambas, Kalbar.

Mereka mengawali perjalanan dari Sambas, sekitar 220 kilometer dari Kota Pontianak, ibukota Provinsi Kalimantan Barat.

Lebih dari 20 mobil yang mengangkut menteri dan rombongan bergerak meninggalkan halaman rumah Bupati Sambas Burhanuddin A. Rasyid sekitar pukul 08.45 WIB, melewati jalanan beraspal tipis yang tak lama kemudian berganti dengan jalanan tanah berbatu penuh debu.

Sambil menutup sebagian muka, beberapa warga sekitar berdiri di depan rumah panggung kayu sederhana mereka, untuk menyaksikan konvoi mobil-mobil pejabat yang meninggalkan kepulan debu tebal.

Kepulan debu baru menipis dan akhirnya hilang ketika jalanan tanah berbatu berganti dengan jalan tanah liat bergelombang dan naik turun menembus hutan yang tak lagi rimbun, hanya didominasi pohon-pohon kecil dan batang-batang pohon kering yang menyembul di antaranya.

Rombongan menteri tiba di SMP Sajingan Besar pukul 11.15 WIB, setelah melewati jalanan tanah liat dengan tanjakan tajam di antara lahan hutan tak lebat yang sebagian sudah dibuka.

Di sekolah yang berada di Kecamatan Sajingan Besar itu, rombongan menteri disambut tarian selamat datang dengan iringan lagi Kayu Ara dan kemudian lagu Maju Tak Gentar yang dinyanyikan bersama oleh puluhan siswa berseragam Pramuka yang berbaris di halaman sekolah.

Menteri Kesehatan dan Menteri PDT selanjutnya menuju ke ruang kelas IX C dan IX B untuk mengajar siswa di dua kelas itu yang secara khusus menerima pelajaran tambahan dari kedua menteri.

Para siswa melakukan tanya jawab dengan menteri selama beberapa waktu disaksikan para pejabat dan juru kamera yang menyertai menteri.

Setelah mengajar, kedua menteri meletakkan batu pertama pembangunan asrama guru sekolah. Menteri PDT menyerahkan bantuan Rp200 juta untuk pembangunan asrama bagi guru yang mengajar di sekolah yang bangunannya berbentuk panggung dengan dinding dan lantai kayu itu.

Dari SMP Sajingan Besar, rombongan menteri bergerak ke Puskesmas Saijngan Besar. Di sana petugas puskesmas dan kader posyandu sudah menunggu.

Menteri Kesehatan beserta rombongan meninjau ruang pelayanan dan ruang rawat inap dengan empat tempat tidur di puskesmas itu, sebelum melanjutkan perjalanan ke Pos Lintas Batas Darat (PLBD) Aruk.

Pos lintas batas dengan bangunan megah baru yang tampaknya belum mulai beroperasi itu berbatasan dengan Kampung Biawak, Negara Bagian Serawak, Malaysia.

Kedua menteri menandatangani nota kesepahaman tentang percepatan pembangunan daerah tertinggal gedung baru tersebut.

Menteri Kesehatan mengatakan, penandatanganan nota kesepahaman itu akan ditindaklanjuti dengan kunjungan kerja dan pemberian bantuan ke daerah terpencil, perbatasan dan kepulauan yang lain.

Pada kesempatan itu Menteri Kesehatan juga menyerahkan satu unit ambulans dan satu unit puskesmas keliling untuk Puskesmas Sajingan Besar dan PLBD Aruk.

Masalah Klasik
Seperti kawasan perbatasan yang lain, Kecamatan Sajingan Besar masih menghadapi masalah klasik, yakni kondisi geografis sulit, sarana-prasarana publik terbatas, infrastruktur jalan tidak memadai dan akses masyarakat ke pelayanan kesehatan yang rendah.

"Sekarang mendingan, sudah ada jalan dan sebagian daerah sudah teraliri listrik yang dibeli dari Malaysia. Tiga tahun lalu waktu saya pertama tugas di sini belum ada listrik dan jalan. Sinyal telepon susah, kalau mau telpon harus jalan kaki setengah jam ke gunung dulu," kata Kepala Puskesmas Sajingan Besar, Enita Mayasari.

Namun demikian perjalanan menuju ke ibukota kabupaten, di mana rumah sakit rujukan berada, tetap memakan waktu lebih lama dibandingkan perjalanan menuju rumah sakit di negara sebelah yang bisa menjadi tempat rujukan dalam keadaan darurat.

"Karena itu untuk kasus-kasus darurat yang tak bisa ditangani puskesmas dan butuh pertolongan cepat seperti persalinan dengan komplikasi atau stroke, kadang kami terpaksa merujuk ke rumah sakit di Lundu, Malaysia," katanya serta menambahkan pihak rumah sakit biasanya mematok harga tinggi kepada pasien dari Indonesia.

Enita menjelaskan pula bahwa petugas kesehatan kadang kesulitan turun langsung untuk menjangkau warga karena desa dan perkampungan di kecamatan perbatasan itu terpencar-pencar dan saling berjauhan.

"Permukiman saling berjauhan, beberapa agak sulit dijangkau, ada yang di balik gunung, ada yang di seberang sungai. Cuaca juga sulit diduga. Jadi kadang risikonya besar bagi kami untuk menjangkau warga," kata perempuan kelahiran Singkawang, Kalbar, yang lulus dari Fakultas Kedokteran Universitas Sultan Agung Semarang tahun 2005 itu.

Selain itu, menurut Wakil Gubernur Kalimantan Barat, Christiandy Sanjaya, status kesehatan masyarakat di daerah perbatasan seperti Sajingan Besar umumnya rendah, dengan beban penyakit menular seperti malaria dan demam berdarah dengue serta penyakit yang bisa dicegah dengan imunisasi cukup tinggi.

"Di Sajingan Besar dalam tiga tahun terakhir ada kejadian luar biasa penyakit campak karena banyaknya anak yang tidak terjangkau imunisasi," katanya.

Ia menambahkan, jumlah tenaga kesehatan, utamanya dokter, di wilayah Kalimantan Barat yang berbatasan dengan Malaysia seperti Kabupaten Sanggau, Sambas, Kapuas Hulu, Sintang dan Bengkayang juga belum sesuai dengan kebutuhan.

Christiandy mengatakan kemampuan pemerintah daerah untuk membangun daerah terpencil, perbatasan dan kepulauan masih terbatas, dan karena itu kondisi kawasan tersebut belum bisa diperbaiki secara bermakna.

"Alokasi APBD untuk peningkatan cakupan pelayanan kesehatan di DTPK tidak banyak. Kami berharap ada dukungan dari pemerintah pusat," katanya.

Janji Para Pejabat
Menteri PDT mengatakan pemerintah akan melakukan penyelarasan program untuk mempercepat pembangunan daerah terpencil, perbatasan dan kepulauan.

"Harmonisasi program-program pembangungan di daerah terpencil, perbatasan dan kepulauan dilakukan untuk mempercepat pengentasan kemiskinan di daerah-daerah itu," kata Helmy.

Sementara Kementerian Kesehatan, kata Endang, memulai upaya percepatan pembangunan kesehatan di daerah terpencil, perbatasan dan kepulauan dengan menyiapkan regulasi baru mengenai distribusi tenaga kesehatan.

Pemerintah, katanya, sedang menyiapkan peraturan yang diharapkan dapat memotivasi para dokter termasuk dokter gigi dan dokter spesialis agar bekerja di daerah terpencil, perbatasan dan kepulauan.

Rencananya, menurut dia, pemerintah akan memberikan insentif berupa uang, peluang menjadi pegawai negeri sipil, kesempatan melanjutkan studi, dan percepatan kenaikan pangkat kepada tenaga kesehatan yang bekerja di daerah terpencil, perbatasan dan kepulauan dalam jangka waktu tertentu.

Ia mengatakan pemerintah juga merancang program kesehatan spesifik dan revitalisasi pelayanan kesehatan dasar di daerah terpencil, perbatasan dan kepulauan.

Selama tahun 2010, dia menjelaskan, Kementerian Kesehatan juga akan membagikan dana Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) masing-masing sebesar Rp100 juta kepada 303 puskesmas model, dan Rp10 juta kepada sekitar 8.300 puskesmas lain, termasuk puskesmas di perbatasan, untuk mendukung pembiayaan kegiatan operasional puskesmas.

Bantuan tersebut, katanya, akan mulai dibagikan ke puskesmas bulan April mendatang.

Sementara Bupati Sambas, Burhanuddin A Rasyid, mengatakan, pihaknya berusaha membangun daerah perbatasan dengan pendekatan kesejahteraan rakyat, keamanan dan wawasan lingkungan.

Dia berjanji akan memperbaiki fasilitas kesehatan di daerah yang berbatasan dengan Malaysia supaya penampilan fisik dan kualitas pelayanannya paling tidak menjadi setara dengan fasilitas kesehatan yang ada di wilayah Malaysia yang berbatasan dengan Indonesia.

"Jalan ke perbatasan juga akan dibangun. Enam bulan lagi mungkin sudah bisa dilihat hasilnya. Selanjutnya jalan raya Sambas-Singkawang-Pontianak juga akan diresmikan menjadi jalan nasional," kata Burhanuddin.

Masyarakat perbatasan tentu sangat menunggu para pejabat pemerintah itu memenuhi janjinya supaya mereka bisa segera menikmati fasilitas publik dan menjangkau pelayanan kesehatan dengan mudah, tanpa harus menyeberang ke negara lain.(M035/KWR)