Jakarta (ANTARA) - Anggota Komisi XI DPR RI Puteri Anetta Komarudin menyatakan penyaluran Bantuan Langsung Tunai (BLT) dalam program Dana Desa perlu lebih tepat sasaran antara lain guna mengatasi dampak pandemi terhadap perekonomian.

"Sesuai dengan amanat UU Nomor 2 Tahun 2020, dana desa dapat digunakan untuk BLT bagi penduduk miskin di desa dan kegiatan penanganan pandemi COVID-19," kata Puteri Anetta Komarudin dalam rilis, Minggu.

Puteri mengingatkan bahwa sesuai dengan Perpres No 72/2020, transfer dana desa tahun ini mengalami penurunan sebesar Rp810 miliar dari rencana awal sebesar Rp72 triliun.

Selain itu, ujar dia, prioritas penggunaan dana desa pun tahun ini diarahkan untuk penanganan wabah tersebut.

Untuk itu, lanjutnya, penting untuk mengoptimalkan penggunaan dana desa utamanya BLT untuk menahan dampak COVID-19 bagi masyarakat pedesaan.

"Pada dasarnya, prinsip bantuan ini adalah untuk melengkapi serangkaian program jaring pengaman sosial yang telah ditetapkan pemerintah seperti PKH, Bantuan Sembako, dan diskon listrik. Bedanya, skema BLT Dana Desa ini memberikan keleluasaan bagi pemerintah desa untuk menentukan sendiri calon penerima bantuan secara partisipatif melalui Musyarawah Desa. Dengan demikian, diharapkan bantuan ini bisa lebih tepat sasaran," paparnya.

Ia juga mengingatkan bahwa masih banyak permasalahan seperti terkait tumpang tindih data yang akhirnya menimbulkan kecemburuan sosial lalu yang menjadi korban pertama yaitu para operator dan staf yang menjadi ujung tombak pemerintah desa.

Baca juga: Wamendes PDTT nilai BLT Dana Desa itu demokratis

Baca juga: Bertahan saat pandemi, UMKM manfaatkan BLT untuk tambahan modal


Sebelumnya, Anggota Komisi V DPR RI Ahmad Syaikhu mengingatkan bahwa rencana peningkatan alokasi program Dana Desa harus disertai dengan akurasi mengenai potensi dan pembangunan yang terdapat di berbagai desa di Nusantara.

"Saya melihat data desa kita masih jauh dari harapan. Masih tidak presisi atau akurasinya rendah," kata Ahmad Syaikhu.

Menurut dia, masih tingginya angka ketidakakuratan dan presisi terkait data desa membuat rencana pembangunan jadi tidak tepat saat diimplementasikan.

Ia mengungkapkan, berdasarkan data dari Wakil Kepala Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat IPB, Sofyan Sjaf, ada 57,7 persen data desa yang masih tidak akurat.

Hal tersebut, lanjutnya, membuat banyak kesalahan dalam perencanaan program pembangunan di desa. "Data desa yang tidak presisi berdampak pada pembangunan nasional secara keseluruhan," kata Syaikhu.

Ia berpendapat bahwa data presisi dari suatu desa juga harus berisi tentang keunggulan desa itu seperti dalam aspek wisata, kuliner, dan UMKM yang dimiliki.

Sebelumnya, Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Mendes PDTT) Abdul Halim Iskandar menyampaikan alokasi Dana Desa tahun 2021 sebesar Rp72 triliun atau meningkat 1,1 persen dari tahun sebelumnya yang hanya Rp71,2 triliun dan meminta kepala desa fokus mengatasi kemiskinan.

Baca juga: Rp30,1 triliun Dana Desa telah terserap per 7 Oktober 2020

Baca juga: Menko PMK: Pandemi momentum instal ulang transformasi ekonomi desa