Jakarta (ANTARA) - Ketua MPR RI Bambang Soesatyo menilai modernitas memberi peluang dan kesempatan bagi kaum perempuan untuk duduk sama rendah dan berdiri sama tinggi dengan kaum pria, serta momentum yang dapat dioptimalkan bagi perempuan untuk berperan aktif sebagai subjek pembangunan.

"Patut disyukuri, berdasarkan data Badan Pusat Statistik, pada periode 2010 hingga 2019, indeks pembangunan manusia Indonesia dari perspektif gender terus menunjukkan tren positif," kata Bamsoet dalam keterangannya di Jakarta, Sabtu.

Hal itu dikatakan Bamsoet saat mengisi Webinar Aktualisasi Pancasila di Era Disrupsi 4.0 yang diselenggarakan Pengurus Daerah Wanita FKPPI Jawa Timur secara virtual di Jakarta, Sabtu.

Dia menjelaskan, apabila pada tahun 2018, Indeks Pembangunan Gender (IPG) berada di angka 90,99 (dari skala 0 – 100), maka pada tahun 2019, IPG Indonesia tercatat pada level 91,07 yang menunjukkan semakin menipis-nya kesenjangan pembangunan antara laki-laki dan perempuan.

Baca juga: Bamsoet: Penyesuaian biaya umrah dipertimbangkan matang
Baca juga: Bamsoet dorong Kemendikbud komprehensif cek penerima kuota internet


"Diyakini tren positif peningkatan IPG ini akan terus berlanjut seiring perkembangan kehidupan demokrasi dan peningkatan kedewasaan politik rakyat," ujarnya.

Dia menekankan bahwa perkembangan zaman adalah sebuah keniscayaan yang tidak mungkin dihindari, seiring perjalanan waktu, tatanan kehidupan akan terus mengalami pergeseran dan perubahan, melahirkan paradigma baru pada berbagai aspek kehidupan.

Menurut dia, rangkaian momentum sejarah akan melahirkan ragam peradaban dan membentuk periodisasi zaman, yaitu pada setiap periodisasi zaman akan menghadirkan tantangan yang terus berkembang secara dinamis.

"Demikian pula halnya dengan era disrupsi 4.0, yang kita kenal juga dengan era revolusi industri 4.0. Kelahiran era disrupsi 4.0, adalah bagian dari proses pergeseran paradigma di mana kemajuan teknologi telah mengubah tatanan konvensional yang sebelumnya kita asumsikan sebagai sebuah kemapanan, dan menghadirkan tatanan baru yang mengoreksi makna kemapanan tersebut," tutur dia.

Dia menjelaskan, dunia bisnis, perbankan, transportasi, sosial kemasyarakatan, hingga pendidikan, semuanya dituntut berubah dan menyesuaikan diri dengan standar kemapanan yang baru.

Bamsoet menilai, tren dunia industri dipenuhi digitalisasi pada semua lini, sehingga segala sesuatu yang manual, natural, dan mekanis akan digantikan dengan yang serba digital.

"Era ini menjadi koreksi atas capaian-capaian pada tahap-tahap revolusi industri sebelumnya. Mulai dari revolusi industri tahap pertama yang ditandai penemuan mesin uap, revolusi industri 2.0 yang ditandai penemuan tenaga listrik dan dimulainya produksi mobil secara masal, revolusi industri 3.0 yang ditandai penemuan komputer dan robot dan saat ini revolusi industri 4.0 yang ditandai berkembangnya sistem fisik siber, the internet of things, dan penggunaan big data," ujarnya.

Menurut dia, era disrupsi tidak hanya menghadirkan modernitas dan kemajuan, namun juga tantangan. Konsekuensi logis dari lahirnya era disrupsi adalah tuntutan adaptasi melalui literasi teknologi, karena itu penguasaan dan pengembangan ilmu pengetahuan adalah sebuah kebutuhan yang tidak terelakkan.

"Kemajuan teknologi pada era disrupsi memang menawarkan berbagai peluang namun penerapannya juga menyimpan potensi dampak negatif yang merugikan," katanya.

Dia mencontohkan, pemanfaatan teknologi informasi (internet) secara salah dan tidak bijaksana, dapat mendorong lahirnya sikap intoleran, penyebaran hoaks, bahkan tindakan kriminal.