Menkeu yakini Indonesia punya akses pasar untuk pembiayaan COVID-19
16 Oktober 2020 03:32 WIB
Tangkapan layar - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati ketika menjadi panelis dalam CNBC Debate on Global Economy secara virtual di Jakarta, Jumat (16/10/2020). ANTARA/Dewa Wiguna/am.
Jakarta (ANTARA) - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati meyakini Indonesia masih memiliki akses terhadap pasar dalam menyerap surat berharga negara (SBN) untuk pembiayaan COVID-19 meski sempat ada kepanikan pelaku pasar pada April dan Juni 2020.
“Meski dalam situasi seperti itu Indonesia dengan reputasi yang baik, kami masih memiliki akses terhadap pasar,” katanya dalam CNBC Debate on Global Economy secara virtual di Jakarta, Jumat.
Menurut Menkeu, meski memasuki pasar keuangan saat terjadi turbulensi akibat pandemi COVID-19, namun SBN pemerintah masih diserap investor karena menawarkan bunga yang menarik.
Adapun imbal hasil SBN tenor 10 tahun adalah sebesar 6,9 persen per 1 Oktober 2020.
Baca juga: Menkeu: Pemulihan ekonomi tidak hanya mengandalkan fiskal dan moneter
Menkeu melanjutkan saat ini pemerintah juga bekerja sama dengan pelaku pasar keuangan dalam negeri dan juga Bank Indonesia (BI) Keterlibatan bank sentral dalam membeli SBN pemerintah di pasar perdana karena membutuhkan pembiayaan yang luar biasa besar dan dalam situasi yang belum pernah terjadi sebelumnya atau unprecedented.
“BI juga bisa membeli SBN pemerintah di pasar perdana tanpa menciptakan kesan bahwa kami akan mengancam independensi BI. Ini unprecedented, kami butuh banyak komunikasi, dalam waktu yang sama mendesain kebijakan apa yang tepat,” katanya.
Meski begitu, Menkeu memastikan kebijakan itu dilakukan secara hati-hati dan tidak sembarangan serta transparan.
Baca juga: Menkeu dorong transformasi ekonomi global berbasis pemulihan hijau
Krisis pandemi COVID-19 membuat pemerintah memperlebar defisit fiskal APBN 2020 yang sebelumnya mencapai 1,7 persen kini menjadi 6,34 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).
Untuk penanganan COVID-19 dan pemulihan ekonomi nasional, pemerintah mengalokasikan Rp695,2 triliun di antaranya untuk kesehatan, perlindungan sosial, dukungan UMKM hingga insentif usaha.
“Kami sangat prudent dan hati-hati menggunakan pilihan dan kebijakan dan instrumen. Ini sangat penting ketika kami harus menstabilkan pasar, ketika kami harus memiliki utang berkelanjutan dan juga agar kami mampu menyelamatkan masyarakat dan mata pencahariannya,” imbuhnya.
Baca juga: Sri Mulyani raih penghargaan Menkeu Terbaik Asia Timur Pasifik 2020
“Meski dalam situasi seperti itu Indonesia dengan reputasi yang baik, kami masih memiliki akses terhadap pasar,” katanya dalam CNBC Debate on Global Economy secara virtual di Jakarta, Jumat.
Menurut Menkeu, meski memasuki pasar keuangan saat terjadi turbulensi akibat pandemi COVID-19, namun SBN pemerintah masih diserap investor karena menawarkan bunga yang menarik.
Adapun imbal hasil SBN tenor 10 tahun adalah sebesar 6,9 persen per 1 Oktober 2020.
Baca juga: Menkeu: Pemulihan ekonomi tidak hanya mengandalkan fiskal dan moneter
Menkeu melanjutkan saat ini pemerintah juga bekerja sama dengan pelaku pasar keuangan dalam negeri dan juga Bank Indonesia (BI) Keterlibatan bank sentral dalam membeli SBN pemerintah di pasar perdana karena membutuhkan pembiayaan yang luar biasa besar dan dalam situasi yang belum pernah terjadi sebelumnya atau unprecedented.
“BI juga bisa membeli SBN pemerintah di pasar perdana tanpa menciptakan kesan bahwa kami akan mengancam independensi BI. Ini unprecedented, kami butuh banyak komunikasi, dalam waktu yang sama mendesain kebijakan apa yang tepat,” katanya.
Meski begitu, Menkeu memastikan kebijakan itu dilakukan secara hati-hati dan tidak sembarangan serta transparan.
Baca juga: Menkeu dorong transformasi ekonomi global berbasis pemulihan hijau
Krisis pandemi COVID-19 membuat pemerintah memperlebar defisit fiskal APBN 2020 yang sebelumnya mencapai 1,7 persen kini menjadi 6,34 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).
Untuk penanganan COVID-19 dan pemulihan ekonomi nasional, pemerintah mengalokasikan Rp695,2 triliun di antaranya untuk kesehatan, perlindungan sosial, dukungan UMKM hingga insentif usaha.
“Kami sangat prudent dan hati-hati menggunakan pilihan dan kebijakan dan instrumen. Ini sangat penting ketika kami harus menstabilkan pasar, ketika kami harus memiliki utang berkelanjutan dan juga agar kami mampu menyelamatkan masyarakat dan mata pencahariannya,” imbuhnya.
Baca juga: Sri Mulyani raih penghargaan Menkeu Terbaik Asia Timur Pasifik 2020
Pewarta: Dewa Ketut Sudiarta Wiguna
Editor: Rolex Malaha
Copyright © ANTARA 2020
Tags: