Nasabah sayangkan pernyataan Minna Padi soal pengembalian dana nasabah
15 Oktober 2020 17:00 WIB
Para nasabah Minna Padi yang ingin memperoleh kepastian mengenai pencairan dana usai mengikuti rapat panitia kerja dengan Komisi XI DPR di Jakarta, Rabu (16/9/2020) (Istimewa)
Jakarta (ANTARA) - Nasabah menyayangkan pernyataan manajemen Minna Padi Aset Manajemen (MPAM) terkait kendala dalam pengembalian dana nasabah reksa dana Amanah Syariah beberapa waktu lalu.
MPAM mengakui bahwa saat ini masih ada kendala dalam pengembalian dana investasi nasabah meski menyatakan itu bukan berasal dari Minna Padi.
"Menurut kami, hal ini karena Minna Padi sama sekali mengabaikan peraturan OJK yang berlaku dan sangat merugikan nasabah in-cash yang jumlahnya sekitar 60 persen," ujar salah satu nasabah korban Minna Padi Neneng dalam pernyataan di Jakarta, Kamis.
Dalam pengembalian investasi nasabah MPAM, ada dua skema yang disepakati. Pertama yaitu nasabah yang memilih skema in-cash atau dalam bentuk dana tunai. Lalu yang kedua yaitu nasabah yang memilih skema in-kinnd, yaitu pengembalian dalam bentuk efek saham.
Neneng menuturkan, perwakilan nasabah in-cash telah menolak pengembalian dana reksa dana Amanah Syariah yang direncanakan Minna Padi sebagaimana aturan dalam POJK No.01/POJK.07/2013 Pasal 29, Minna Padi wajib membayarkan semua kerugian nasabah karena kesalahan yang mereka lakukan sehingga dibubarkan atau dilikuidasi oleh OJK.
"Pembayaran kerugian ini sama sekali belum pernah disinggung oleh Minna Padi tentang bagaimana dipenuhinya kewajiban mereka tersebut," kata Neneng.
Selain itu, dalam rapat dengar pendapat pada 25 Agustus 2020 antara OJK, Komisi XI DPR dan nasabah, Kepala Eksekutif Pasar Modal OJK Hoesen sudah menyatakan dengan jelas bahwa Minna Padi sudah melakukan pelanggaran sehingga dijatuhkan sanksi pembubaran atau likuidasi dan Minna Padi melakukan wanprestasi serta harus memenuhi kewajibannya sesuai dengan POJK yang berlaku.
Baca juga: Nasabah Minna Padi harap DPR bantu kawal proses pencairan dana
Pada waktu itu, Wakil Ketua Komisi XI Amir Uskara mengatakan bahwa perkataan Hoesen tersebut sudah merupakan sebagai pernyataan resmi dari OJK.
Sesuai peraturan POJK NO.23/POJK.04/2016, enam produk Minna Padi termasuk reksadana Amanah Syariah, dibubarkan dan dilikuidasi berdasarkan Pasal 45C yang proses pelaksanaannya diatur dalam pasal 47b yang mengharuskan Minna Padi membayar nasabah dengan Nilai Aktiva Bersih (NAB) saat pembubaran lyaitu pada saat bank kustodian menghentikan perhitungan enam produk Minna Padi per 25 November 2019, misalnya Amanah Syariah yang nilainya adalah Rp1,167.39 per unit.
"Dalam kenyataannya, Minna Padi ingin membayar nasabah dengan NAB likuidasi per 30 September 2020 yang nilainya hanya Rp198.86 per unit. Jadi terdapat perbedaan besar sekali yaitu Rp968.53 per unit, yang tentu saja ditolak oleh nasabah-nasabah," ujar Neneng.
Selanjutnya, OJK membubarkan dan melikuidasi dengan POJK diatas sekaligus untuk enam reksadana yaitu, Keraton II, Property Plus, Pasopati, Pringgondani, Amanah Syariah dan Hastinapura. Neneng mempertanyakan alasan mengapa hanya Amanah Syariah saja yang dibayarkan karena seharusnya pembayaran dilakukan juga sekaligus terhadap keenam reksadana tersebut.
"Oleh karena itu, para nasabah menegaskan sekali lagi agar Minna Padi memenuhi kewajibannya sesuai dengan POJK yang berlaku dan menghentikan usaha-usaha untuk mengelak dari peraturan dan hukum karena Indonesia ini adalah negara hukum," kata Neneng.
Selain itu, nasabah juga untuk kesekalian kalinya memohon kepada OJK, selaku aparat yang diberi wewenang dan tanggung jawab besar oleh negara, agar tidak menyerahkan pelaksanaan sanksi yang dijatuhkan kepada Minna Padi dengan cara “kesepakatan” dengan semua pihak sebagaimana surat OJK ke MP No.S-981/PM.21/2020 pada 3 Oktober 2020.
"Hal ini benar-benar dianggap sangat aneh oleh para nasabah karena peraturan dibuat oleh OJK, hukuman dijatuhkan oleh OJK, lalu kenapa pelaksanaannya diserahkan ke Minna Padi dengan “kesepakatan”. Nasabah-nasabah masih percaya bahwa OJK akan dapat dan bisa menjaga kewibawaan hukum negara serta tetap melindungi nasabah," ujar Neneng.
Baca juga: Minna Padi akui masih ada kendala pengembalian dana nasabah
Baca juga: Nasabah tuding lemahnya OJK buat Minna Padi ingkari kewajiban
MPAM mengakui bahwa saat ini masih ada kendala dalam pengembalian dana investasi nasabah meski menyatakan itu bukan berasal dari Minna Padi.
"Menurut kami, hal ini karena Minna Padi sama sekali mengabaikan peraturan OJK yang berlaku dan sangat merugikan nasabah in-cash yang jumlahnya sekitar 60 persen," ujar salah satu nasabah korban Minna Padi Neneng dalam pernyataan di Jakarta, Kamis.
Dalam pengembalian investasi nasabah MPAM, ada dua skema yang disepakati. Pertama yaitu nasabah yang memilih skema in-cash atau dalam bentuk dana tunai. Lalu yang kedua yaitu nasabah yang memilih skema in-kinnd, yaitu pengembalian dalam bentuk efek saham.
Neneng menuturkan, perwakilan nasabah in-cash telah menolak pengembalian dana reksa dana Amanah Syariah yang direncanakan Minna Padi sebagaimana aturan dalam POJK No.01/POJK.07/2013 Pasal 29, Minna Padi wajib membayarkan semua kerugian nasabah karena kesalahan yang mereka lakukan sehingga dibubarkan atau dilikuidasi oleh OJK.
"Pembayaran kerugian ini sama sekali belum pernah disinggung oleh Minna Padi tentang bagaimana dipenuhinya kewajiban mereka tersebut," kata Neneng.
Selain itu, dalam rapat dengar pendapat pada 25 Agustus 2020 antara OJK, Komisi XI DPR dan nasabah, Kepala Eksekutif Pasar Modal OJK Hoesen sudah menyatakan dengan jelas bahwa Minna Padi sudah melakukan pelanggaran sehingga dijatuhkan sanksi pembubaran atau likuidasi dan Minna Padi melakukan wanprestasi serta harus memenuhi kewajibannya sesuai dengan POJK yang berlaku.
Baca juga: Nasabah Minna Padi harap DPR bantu kawal proses pencairan dana
Pada waktu itu, Wakil Ketua Komisi XI Amir Uskara mengatakan bahwa perkataan Hoesen tersebut sudah merupakan sebagai pernyataan resmi dari OJK.
Sesuai peraturan POJK NO.23/POJK.04/2016, enam produk Minna Padi termasuk reksadana Amanah Syariah, dibubarkan dan dilikuidasi berdasarkan Pasal 45C yang proses pelaksanaannya diatur dalam pasal 47b yang mengharuskan Minna Padi membayar nasabah dengan Nilai Aktiva Bersih (NAB) saat pembubaran lyaitu pada saat bank kustodian menghentikan perhitungan enam produk Minna Padi per 25 November 2019, misalnya Amanah Syariah yang nilainya adalah Rp1,167.39 per unit.
"Dalam kenyataannya, Minna Padi ingin membayar nasabah dengan NAB likuidasi per 30 September 2020 yang nilainya hanya Rp198.86 per unit. Jadi terdapat perbedaan besar sekali yaitu Rp968.53 per unit, yang tentu saja ditolak oleh nasabah-nasabah," ujar Neneng.
Selanjutnya, OJK membubarkan dan melikuidasi dengan POJK diatas sekaligus untuk enam reksadana yaitu, Keraton II, Property Plus, Pasopati, Pringgondani, Amanah Syariah dan Hastinapura. Neneng mempertanyakan alasan mengapa hanya Amanah Syariah saja yang dibayarkan karena seharusnya pembayaran dilakukan juga sekaligus terhadap keenam reksadana tersebut.
"Oleh karena itu, para nasabah menegaskan sekali lagi agar Minna Padi memenuhi kewajibannya sesuai dengan POJK yang berlaku dan menghentikan usaha-usaha untuk mengelak dari peraturan dan hukum karena Indonesia ini adalah negara hukum," kata Neneng.
Selain itu, nasabah juga untuk kesekalian kalinya memohon kepada OJK, selaku aparat yang diberi wewenang dan tanggung jawab besar oleh negara, agar tidak menyerahkan pelaksanaan sanksi yang dijatuhkan kepada Minna Padi dengan cara “kesepakatan” dengan semua pihak sebagaimana surat OJK ke MP No.S-981/PM.21/2020 pada 3 Oktober 2020.
"Hal ini benar-benar dianggap sangat aneh oleh para nasabah karena peraturan dibuat oleh OJK, hukuman dijatuhkan oleh OJK, lalu kenapa pelaksanaannya diserahkan ke Minna Padi dengan “kesepakatan”. Nasabah-nasabah masih percaya bahwa OJK akan dapat dan bisa menjaga kewibawaan hukum negara serta tetap melindungi nasabah," ujar Neneng.
Baca juga: Minna Padi akui masih ada kendala pengembalian dana nasabah
Baca juga: Nasabah tuding lemahnya OJK buat Minna Padi ingkari kewajiban
Pewarta: Citro Atmoko
Editor: Satyagraha
Copyright © ANTARA 2020
Tags: