OJK paparkan strategi capai target tingkat inklusi keuangan
15 Oktober 2020 16:50 WIB
Anggota Dewan Komisioner bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Tirta Segara dalam diskusi daring di Jakarta, Kamis (15/10/2020). (ANTARA/AstridFaidlatulHabibah)
Jakarta (ANTARA) - Anggota Dewan Komisioner bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Tirta Segara memaparkan beberapa strategi dalam mencapai target tingkat inklusi keuangan sebesar 90 persen pada 2024 mendatang.
Tirta menyatakan target 90 persen merupakan arahan Presiden Joko Widodo saat Rapat Terbatas tentang Strategi Nasional Keuangan Inklusif pada 28 Januari 2020 karena tahun lalu hanya mencapai 76,19 persen.
“Kami bersinergi dengan kementerian/lembaga (K/L) seperti Kementerian Dalam Negeri serta Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan,” katanya dalam diskusi daring di Jakarta, Kamis.
Dia menuturkan pertama yang dilakukan adalah bersinergi dengan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) untuk mengeluarkan edaran dalam rangka mendorong tim percepatan inklusi keuangan di seluruh Indonesia.
Dalam surat edaran tersebut di antaranya memerintahkan pemerintah daerah untuk membentuk Tim Percepatan Akses Keuangan Daerah (TPAKD) dan menyusun anggaran untuk berbagai program.
“Kemendagri juga mengarahkan pemda-pemda supaya semua dinas membantu pencapaian target inklusi. Jadi sinergi baik antara OJK dan K/L,” ujarnya.
Baca juga: OJK optimistis capai target inklusi keuangan 90 persen pada 2024
Selanjutnya, Tirta mengatakan OJK juga bersinergi dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) untuk mengedarkan surat ke dinas-dinas di seluruh daerah agar membuka rekening untuk siswa.
Hal itu sejalan dengan salah satu program OJK dalam mendorong tingkat inklusi keuangan di masyarakat termasuk para siswa yaitu Satu Rekening Satu Pelajar (KEJAR).
“Ini penting sekali sehingga mereka yang ada di daerah enggak hanya mendengar dari kita tapi mantap karena sudah mendapat arahan dari pusat. Demikian juga dari Kementerian Agama,” katanya.
Tak hanya itu, ia menyebutkan pada 2017 lalu pihaknya melakukan pengkajian terhadap efektivitas dari berbagai strategi nasional keuangan inklusif yang telah dilakukan selama ini.
Ia menjelaskan dari penelitian tersebut ditemukan empat aspek yang perlu ditingkatkan dan diperbaiki yaitu meliputi target audiens, tema program, sektoral, dan regional.
Baca juga: OJK paparkan pentingnya inklusi keuangan, percepat pemulihan ekonomi
Hasil dari evaluasi menunjukkan bahwa setiap kelompok audiens membutuhkan produk keuangan yang berbeda-beda sehingga materi edukasi untuk keuangan yang diberikan dan ditawarkan juga harus berbeda.
“Sampai kita me-rebranding maskot OJK karena setiap segmen beda bisa pelajar, nelayan, atau petani yang masing-masing perlu penyampaian berbeda. Kalau petani ya asuransi pertanian lalu kalau nelayan asuransi nelayan,” jelasnya.
Kemudian untuk tematik ternyata berdasarkan hasil evaluasi menunjukkan bahwa program-program OJK yang akan dimasukkan ke dalam sekolah juga harus berbeda seperti untuk sekolah umum diperkenalkan terkait konsep uang, tabungan, dan sebagainya.
“Tapi kalau pesantren atau madrasah harus tematik kepada keuangan syariah atau ekonomi syariah jadi mereka lebih cocok,” ujarnya.
Baca juga: Pondok pesantren dapat menjadi pengembangan ekosistem keuangan syariah
Selanjutnya mengenai masalah sektoral ternyata kalau mendorong literasi dengan memperkenalkan banyak program dan produk sekaligus hasilnya tidak efektif sehingga akan lebih baik jika dapat difokuskan terlebih dahulu terhadap satu program.
“Sektornya butuh apa kalau milenial bisa diperkenalkan pasar modal, saham, dan reksadana. Tapi kalau petani ya sektornya perbankan saja kalau perlu asuransi. Ini berdasarkan hasil survei kita,” katanya.
Sementara untuk masalah regional adalah mengenai catatan-catatan regional-regional yang masih memiliki tingkat inklusi rendah sehingga membutuhkan upaya lebih besar dalam mendorong peningkatannya.
“Regional kita punya catatan regional kita di mana sih tingkat inklusi yang kita perlu dorong lagi,” ujarnya.
Baca juga: Kemenko Perekonomian harapkan indeks inklusi keuangan terus meningkat
Tirta menyatakan target 90 persen merupakan arahan Presiden Joko Widodo saat Rapat Terbatas tentang Strategi Nasional Keuangan Inklusif pada 28 Januari 2020 karena tahun lalu hanya mencapai 76,19 persen.
“Kami bersinergi dengan kementerian/lembaga (K/L) seperti Kementerian Dalam Negeri serta Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan,” katanya dalam diskusi daring di Jakarta, Kamis.
Dia menuturkan pertama yang dilakukan adalah bersinergi dengan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) untuk mengeluarkan edaran dalam rangka mendorong tim percepatan inklusi keuangan di seluruh Indonesia.
Dalam surat edaran tersebut di antaranya memerintahkan pemerintah daerah untuk membentuk Tim Percepatan Akses Keuangan Daerah (TPAKD) dan menyusun anggaran untuk berbagai program.
“Kemendagri juga mengarahkan pemda-pemda supaya semua dinas membantu pencapaian target inklusi. Jadi sinergi baik antara OJK dan K/L,” ujarnya.
Baca juga: OJK optimistis capai target inklusi keuangan 90 persen pada 2024
Selanjutnya, Tirta mengatakan OJK juga bersinergi dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) untuk mengedarkan surat ke dinas-dinas di seluruh daerah agar membuka rekening untuk siswa.
Hal itu sejalan dengan salah satu program OJK dalam mendorong tingkat inklusi keuangan di masyarakat termasuk para siswa yaitu Satu Rekening Satu Pelajar (KEJAR).
“Ini penting sekali sehingga mereka yang ada di daerah enggak hanya mendengar dari kita tapi mantap karena sudah mendapat arahan dari pusat. Demikian juga dari Kementerian Agama,” katanya.
Tak hanya itu, ia menyebutkan pada 2017 lalu pihaknya melakukan pengkajian terhadap efektivitas dari berbagai strategi nasional keuangan inklusif yang telah dilakukan selama ini.
Ia menjelaskan dari penelitian tersebut ditemukan empat aspek yang perlu ditingkatkan dan diperbaiki yaitu meliputi target audiens, tema program, sektoral, dan regional.
Baca juga: OJK paparkan pentingnya inklusi keuangan, percepat pemulihan ekonomi
Hasil dari evaluasi menunjukkan bahwa setiap kelompok audiens membutuhkan produk keuangan yang berbeda-beda sehingga materi edukasi untuk keuangan yang diberikan dan ditawarkan juga harus berbeda.
“Sampai kita me-rebranding maskot OJK karena setiap segmen beda bisa pelajar, nelayan, atau petani yang masing-masing perlu penyampaian berbeda. Kalau petani ya asuransi pertanian lalu kalau nelayan asuransi nelayan,” jelasnya.
Kemudian untuk tematik ternyata berdasarkan hasil evaluasi menunjukkan bahwa program-program OJK yang akan dimasukkan ke dalam sekolah juga harus berbeda seperti untuk sekolah umum diperkenalkan terkait konsep uang, tabungan, dan sebagainya.
“Tapi kalau pesantren atau madrasah harus tematik kepada keuangan syariah atau ekonomi syariah jadi mereka lebih cocok,” ujarnya.
Baca juga: Pondok pesantren dapat menjadi pengembangan ekosistem keuangan syariah
Selanjutnya mengenai masalah sektoral ternyata kalau mendorong literasi dengan memperkenalkan banyak program dan produk sekaligus hasilnya tidak efektif sehingga akan lebih baik jika dapat difokuskan terlebih dahulu terhadap satu program.
“Sektornya butuh apa kalau milenial bisa diperkenalkan pasar modal, saham, dan reksadana. Tapi kalau petani ya sektornya perbankan saja kalau perlu asuransi. Ini berdasarkan hasil survei kita,” katanya.
Sementara untuk masalah regional adalah mengenai catatan-catatan regional-regional yang masih memiliki tingkat inklusi rendah sehingga membutuhkan upaya lebih besar dalam mendorong peningkatannya.
“Regional kita punya catatan regional kita di mana sih tingkat inklusi yang kita perlu dorong lagi,” ujarnya.
Baca juga: Kemenko Perekonomian harapkan indeks inklusi keuangan terus meningkat
Pewarta: Astrid Faidlatul Habibah
Editor: Subagyo
Copyright © ANTARA 2020
Tags: