Konflik Besipae, Pemprov NTT laporkan tindak kekerasan terhadap staf
15 Oktober 2020 14:35 WIB
Pelaksana Tugas Kepala Badan Pendapatan dan Aset Daerah Provinsi NTT, Weli Rohimone (kiri) saat bersama Kepala Biro Humas Setda Provinsi NTT, Marius Jelamu, memberikan keterangan terkait konflik lahan di Pubabu Besipae, Kabupaten Timor Tengah Selatan, di Kupang, Kamis (15/10/2020). (ANTARA/Aloysius Lewokeda)
Kupang (ANTARA) - Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur melaporkan kasus dugaan tindakan kekerasan terhadap salah satu stafnya ketika terjadi konflik antara Pemerintah Provinsi dengan warga Pubabu Besipae, Kabupaten Timor Tengah Selatan, pada Rabu (14/10), ke kepolisian.
“Ada staf kami namanya Darah Puspitasari Atapuka yang dipukul beramai-ramai saat mendokumentasikan kegiatan pada Rabu (14/10) kemarin di Besipae,” kata Pelaksana Tugas Kepala Badan Pendapatan dan Aset Daerah Provinsi NTT Weli Rohimone kepada wartawan di Kupang, Kamis.
Laporan tindakan kekerasan tersebut disampaikan setelah peristiwa konflik lahan yang kembali terjadi antara Pemerintah Provinsi NTT dan warga Pubabu Besipae pada Rabu (14/10).
Weli mengatakan, dalam peristiwa itu, seorang staf perempuan dari Badan Aset dan Pendapatan Daerah Provinsi NTT menjadi korban pemukulan oleh warga. Korban sudah menjalani visum dan diketahui terdapat memar di kepala bagian belakang.
Baca juga: WALHI NTT akan surati Gubernur NTT untuk hentikan aktivitas di Besipae
Baca juga: Konflik memperebutkan lahan kembali terjadi di Besipae NTT
Baca juga: Puluhan warga gelar aksi damai protes penanganan konflik lahan Besipae
“Waktu visum diantar juga oleh polisi dan kita sudah lapor di kepolisian dan sedang ditindaklanjuti,” katanya.
Lebih lanjut, Weli juga membantah adanya informasi beredar di masyarakat bahwa pemerintah provinsi yang memukul warga Pubabu Besipae. Hal itu merupakan informasi yang tidak bertanggung jawab.
“Jadi mohon, kami minta agar jangan membalikkan sesuatu. Kami punya saksi juga banyak saat kejadian itu,” katanya.
Ia mengatakan, pemerintah sesungguhnya tidak menyerang warga melainkan berupaya menghadirkan program pemberdayaan untuk meningkatkan perekonomian masyarakat setempat.
Weli menambahkan, bagi pemerintah, status lahan di Pubabu Besipae sudah jelas karena pemerintah Provinsi NTT telah mengantongi sertifikat dari pihak Pertanahan.
“Sehingga kalau ada warga yang tidak puas tidak boleh main hakim sendiri seperti pengadilan jalanan, tetapi silahkan adukan untuk diselesaikan melalui jalur hukum,” katanya
“Ada staf kami namanya Darah Puspitasari Atapuka yang dipukul beramai-ramai saat mendokumentasikan kegiatan pada Rabu (14/10) kemarin di Besipae,” kata Pelaksana Tugas Kepala Badan Pendapatan dan Aset Daerah Provinsi NTT Weli Rohimone kepada wartawan di Kupang, Kamis.
Laporan tindakan kekerasan tersebut disampaikan setelah peristiwa konflik lahan yang kembali terjadi antara Pemerintah Provinsi NTT dan warga Pubabu Besipae pada Rabu (14/10).
Weli mengatakan, dalam peristiwa itu, seorang staf perempuan dari Badan Aset dan Pendapatan Daerah Provinsi NTT menjadi korban pemukulan oleh warga. Korban sudah menjalani visum dan diketahui terdapat memar di kepala bagian belakang.
Baca juga: WALHI NTT akan surati Gubernur NTT untuk hentikan aktivitas di Besipae
Baca juga: Konflik memperebutkan lahan kembali terjadi di Besipae NTT
Baca juga: Puluhan warga gelar aksi damai protes penanganan konflik lahan Besipae
“Waktu visum diantar juga oleh polisi dan kita sudah lapor di kepolisian dan sedang ditindaklanjuti,” katanya.
Lebih lanjut, Weli juga membantah adanya informasi beredar di masyarakat bahwa pemerintah provinsi yang memukul warga Pubabu Besipae. Hal itu merupakan informasi yang tidak bertanggung jawab.
“Jadi mohon, kami minta agar jangan membalikkan sesuatu. Kami punya saksi juga banyak saat kejadian itu,” katanya.
Ia mengatakan, pemerintah sesungguhnya tidak menyerang warga melainkan berupaya menghadirkan program pemberdayaan untuk meningkatkan perekonomian masyarakat setempat.
Weli menambahkan, bagi pemerintah, status lahan di Pubabu Besipae sudah jelas karena pemerintah Provinsi NTT telah mengantongi sertifikat dari pihak Pertanahan.
“Sehingga kalau ada warga yang tidak puas tidak boleh main hakim sendiri seperti pengadilan jalanan, tetapi silahkan adukan untuk diselesaikan melalui jalur hukum,” katanya
Pewarta: Aloysius Lewokeda
Editor: M Arief Iskandar
Copyright © ANTARA 2020
Tags: