Jakarta (ANTARA) - Mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi dan menantunya Rezky Herbiyono akan menjalani sidang perdana dengan agenda pembacaan dakwaan pada Kamis, 22 Oktober 2020.

"Jadwal persidangan yang bersangkutan telah ditetapkan oleh majelis hakim, hari Kamis, 22 Oktober 2020," kata Humas Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Bambang Nurcahyanto di Jakarta, Kamis.

Dalam perkara ini Nurhadi dan Rezky diduga sebagai penerima suap dan gratifikasi senilai Rp46 miliar terkait pengurusan sejumlah perkara di MA.

"Berkas perkara atas nama terdakwa Nurhadi cs telah ditetapkan majelis hakimnya Ketua PN Jakarta Pusat yaitu bapak Saefudin Zuhri sebagai ketua majelis hakim dan hakim anggota Duta Baskara (hakim karier) dan Sukartono (hakim ad hoc)," tambah Bambang.

Menurut Bambang, dakwaan keduanya dijadikan satu berkas.

Baca juga: KPK melimpahkan berkas perkara Nurhadi dan menantunya ke pengadilan
Baca juga: KPK konfirmasi adik ipar Nurhadi terkait pengurusan perkara
Baca juga: KPK panggil dua adik ipar mantan Sekretaris MA Nurhadi


"Berkas hanya satu atas nama Nurhadi cs dengan pasal dakwaannya adalah melanggar ketentuan tentang suap dan gratifikasi yaitu kesatu pasal 12 A atau pasal 11 dan kedua pasal 12 B UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi," ungkap Bambang.

Penerimaan suap tersebut terkait pengurusan perkara perdata PT MIT vs PT Kawasan Berikat Nusantara (Persero) kurang lebih sebesar Rp14 miliar, perkara perdata sengketa saham di PT MIT kurang lebih sebesar Rp33,1 miliar, dan gratifikasi terkait perkara di pengadilan kurang lebih Rp12,9 miliar, sehingga akumulasi yang diduga diterima kurang lebih sebesar Rp46 miliar.

Selain Nurhadi dan Rezky, KPK juga telah menetapkan Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal (MIT) Hiendra Soenjoto (HS) sebagai tersangka. Saat ini, tersangka Hiendra masih menjadi buronan.

KPK juga telah menyita beberapa aset diduga terkait dengan kasus Nurhadi, seperti lahan kelapa sawit di Padang Lawas, Sumatera Utara, vila di Megamendung Kabupaten Bogor dan belasan kendaraan mewah.

Terkait aset-aset tersebut, KPK juga telah menemukan bukti permulaan yang cukup untuk mengembangkan kasus Nurhadi tersebut ke arah dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU).