Komnas PA: Jangan eksploitasi anak dalam kegiatan unjuk rasa
14 Oktober 2020 17:42 WIB
Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas Anak) Arist Merdeka Sirait saat diwawancarai awak media massa di Jakarta, Senin (17/2/2020). (ANTARA/ (Muhammad Zulfikar)
Jakarta (ANTARA) - Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) meminta semua elemen masyarakat tidak melibatkan anak-anak dalam aksi unjuk rasa menolak Undang-Undang Cipta Kerja yang baru disetujui pengesahannya oleh DPR.
Melalui siaran pers di Jakarta, Rabu, Komnas PA menyebut bahwa sepanjang aksi menolak UU Cipta Kerja ditemukan bahwa ribuan anak yang tidak mempunyai kepentingan ikut dalam demonstrasi menolak UU Cipta Kerja di berbagai daerah.
Seperti di DKI Jakarta, ditemukan fakta aparat keamanan menangkap ratusan demonstran berstatus pelajar dari berbagai titik seperti di depan Istana Kepresidenan, Harmoni, Pasar Senen, Jembatan Layang Pasar Rebo dan Bundaran HI.
Baca juga: Polda Metro minta orang tua awasi anak untuk tidak ikut demo
Pelajar tersebut disinyalir didatangkan dari berbagai daerah untuk menciptakan situasi memanas dan gaduh.
Demikian juga di Medan, Sumatera Utara ditemukan ratusan pelajar di tengah-tengah demonstrasi menolak UU Cipta Kerja, bentrok dengan aparat keamanan.
Begitu juga di Makassar, Bandung dan Pontianak. Mereka terlibat dalam demonstrasi yang dilakukan elemen masyarakat, buruh, mahasiswa serta aktivis pro demokrasi.
Baca juga: KPPPA: Ikut unjuk rasa bukan bentuk partisipasi anak
Hal yang sama juga ditemukan di Pematangsiantar (Sumut), Jawa Timur dan Batam.
"Yang memprihatinkan, anak-anak berstatus pelajar tersebut disinyalir didatangkan dari berbagai daerah untuk saling lempar dengan aparat keamanan dalam aksi demonstrasi untuk menciptakan situasi memanas dan gaduh," ujar Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak Arist Merdeka Sirait dalam keterangannya, Rabu.
Arist menjelaskan banyak anak-anak yang diamankan aparat kepolisian mengaku bahwa mereka dikerahkan melalui pesan berantai menggunakan media sosial. Mereka juga tidak tahu apa yang diperjuangkan.
"Kami hanya diperintahkan berkumpul di satu tempat lalu disediakan kendaraan dan ada juga yang harus berjuang menumpang truk secara berantai," kata Arist mengutip pengakuan seorang anak yang diamankan di Polda Metro Jaya.
Baca juga: KPAI bentuk tim lindungi anak terpapar unjuk rasa
Pihaknya menentang bila anak-anak sengaja dilibatkan atau dieksploitasi secara politik untuk kepentingan dan tujuan kelompok tertentu.
"Sudah tidak terbantahkan lagi bahwa anak-anak sengaja dihadirkan dalam aksi demonstrasi untuk menolak UU Cipta Kerja untuk tujuan dan kepentingan kelompok tertentu," katanya.
Arist pun meminta semua pihak agar tidak melibatkan anak dalam kegiatan-kegiatan politik, demonstrasi untuk kepentingan kelompok tertentu.
Hal itu karena mengerahkan anak dalam kegiatan politik yang tidak ada hubungannya dengan kepentingan mereka adalah bentuk kekerasan dan eksploitasi politik dan kejahatan terhadap kemanusiaan.
"Janganlah kita memanfaatkan anak untuk kepentingan politik," pesannya.
Baca juga: KPAI: Jangan keluarkan anak yang ikut unjuk rasa dari sekolah
Sebelumnya Mabes Polri menyebut aksi unjuk rasa pada 13 Oktober 2020 diikuti banyak pelajar yang jumlahnya mencapai 806 orang tersebar di Jakarta, Tangerang, Bekasi dan Depok.
Kadiv Humas Polri Irjen Pol Raden Prabowo Argo Yuwono mengatakan 806 pelajar yang tertangkap saat demonstrasi, didata.
Mereka diberi pengarahan selanjutnya diserahkan ke orang tua masing-masing.
"Perlu bimbingan semua pihak terutama orangtua agar anak-anak tidak ikut-ikutan demo. Apalagi yang diperjuangkan, mereka tidak tahu," kata Irjen Argo.
Baca juga: Kapolresta Deli Serdang terima penghargaan dari Komnas PA Indonesia
Melalui siaran pers di Jakarta, Rabu, Komnas PA menyebut bahwa sepanjang aksi menolak UU Cipta Kerja ditemukan bahwa ribuan anak yang tidak mempunyai kepentingan ikut dalam demonstrasi menolak UU Cipta Kerja di berbagai daerah.
Seperti di DKI Jakarta, ditemukan fakta aparat keamanan menangkap ratusan demonstran berstatus pelajar dari berbagai titik seperti di depan Istana Kepresidenan, Harmoni, Pasar Senen, Jembatan Layang Pasar Rebo dan Bundaran HI.
Baca juga: Polda Metro minta orang tua awasi anak untuk tidak ikut demo
Pelajar tersebut disinyalir didatangkan dari berbagai daerah untuk menciptakan situasi memanas dan gaduh.
Demikian juga di Medan, Sumatera Utara ditemukan ratusan pelajar di tengah-tengah demonstrasi menolak UU Cipta Kerja, bentrok dengan aparat keamanan.
Begitu juga di Makassar, Bandung dan Pontianak. Mereka terlibat dalam demonstrasi yang dilakukan elemen masyarakat, buruh, mahasiswa serta aktivis pro demokrasi.
Baca juga: KPPPA: Ikut unjuk rasa bukan bentuk partisipasi anak
Hal yang sama juga ditemukan di Pematangsiantar (Sumut), Jawa Timur dan Batam.
"Yang memprihatinkan, anak-anak berstatus pelajar tersebut disinyalir didatangkan dari berbagai daerah untuk saling lempar dengan aparat keamanan dalam aksi demonstrasi untuk menciptakan situasi memanas dan gaduh," ujar Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak Arist Merdeka Sirait dalam keterangannya, Rabu.
Arist menjelaskan banyak anak-anak yang diamankan aparat kepolisian mengaku bahwa mereka dikerahkan melalui pesan berantai menggunakan media sosial. Mereka juga tidak tahu apa yang diperjuangkan.
"Kami hanya diperintahkan berkumpul di satu tempat lalu disediakan kendaraan dan ada juga yang harus berjuang menumpang truk secara berantai," kata Arist mengutip pengakuan seorang anak yang diamankan di Polda Metro Jaya.
Baca juga: KPAI bentuk tim lindungi anak terpapar unjuk rasa
Pihaknya menentang bila anak-anak sengaja dilibatkan atau dieksploitasi secara politik untuk kepentingan dan tujuan kelompok tertentu.
"Sudah tidak terbantahkan lagi bahwa anak-anak sengaja dihadirkan dalam aksi demonstrasi untuk menolak UU Cipta Kerja untuk tujuan dan kepentingan kelompok tertentu," katanya.
Arist pun meminta semua pihak agar tidak melibatkan anak dalam kegiatan-kegiatan politik, demonstrasi untuk kepentingan kelompok tertentu.
Hal itu karena mengerahkan anak dalam kegiatan politik yang tidak ada hubungannya dengan kepentingan mereka adalah bentuk kekerasan dan eksploitasi politik dan kejahatan terhadap kemanusiaan.
"Janganlah kita memanfaatkan anak untuk kepentingan politik," pesannya.
Baca juga: KPAI: Jangan keluarkan anak yang ikut unjuk rasa dari sekolah
Sebelumnya Mabes Polri menyebut aksi unjuk rasa pada 13 Oktober 2020 diikuti banyak pelajar yang jumlahnya mencapai 806 orang tersebar di Jakarta, Tangerang, Bekasi dan Depok.
Kadiv Humas Polri Irjen Pol Raden Prabowo Argo Yuwono mengatakan 806 pelajar yang tertangkap saat demonstrasi, didata.
Mereka diberi pengarahan selanjutnya diserahkan ke orang tua masing-masing.
"Perlu bimbingan semua pihak terutama orangtua agar anak-anak tidak ikut-ikutan demo. Apalagi yang diperjuangkan, mereka tidak tahu," kata Irjen Argo.
Baca juga: Kapolresta Deli Serdang terima penghargaan dari Komnas PA Indonesia
Pewarta: Anita Permata Dewi
Editor: Agus Salim
Copyright © ANTARA 2020
Tags: