Jakarta (ANTARA) - Cendekiawan Muslim Ulil Abshar Abdalla mengatakan pandemi COVID-19 yang membuat banyak kajian agama dan keilmuan menjadi daring harus dimanfaatkan ulama Indonesia untuk menginternasionalisasi dirinya ke kancah global.

"Serba 'online' ini bisa menambah keuntungan, ini bisa dieksplorasi," kata Ulil dalam diskusi daring Muktamar Pemikiran Santri Nusantara, Selasa.

Tokoh Jaringan Islam Liberal (JIL) itu mengatakan dulu banyak ulama Indonesia yang terlibat dalam pergaulan global sebelum Mekkah yang dulu merupakan kawasan Hijaz, dikuasai kalangan Wahabi pendiri Arab Saudi.

Baca juga: MUI nyatakan kehalalan vaksin COVID-19 tak bisa deklarasi mandiri

Di Mekkah, kata dia, menjadi tempat peribadahan utama orang Islam sedunia dari dulu hingga kini. Akan tetapi, sejak kalangan Wahabi berkuasa sudah tidak terjadi lagi pertemuan para ulama dari berbagai dunia untuk mengembangkan pemikirannya di Hijaz.

"Di Mekkah dulu ada KH Hasyim Asy'ari, Kiai Mahfudz Termas, Kiai Nawawi Al Bantani. Itu adalah ulama-ulama Jawa yang memiliki semangat kosmopolitan. Jaringannya global tidak hanya di Jawa. Imajinasi mereka itu Haramaian (dua Tanah Suci Mekkah dan Madinah), pendidikan dan ngajinya di Mekkah," katanya.

Namun, lanjut dia, siklus munculnya ulama Indonesia yang mendunia seperti di Mekkah itu terputus ketika kawasan Hijaz yang semula dikuasai Turki Utsmani direbut Arab Saudi. Ulama Indonesia dan berbagai negara di dunia tidak mendapat tempat untuk mengembangkan diri lagi digantikan ideologi Wahabi.

Baca juga: MUI akan ke China cek kehalalan vaksin COVID-19

Ulil mengatakan dampak yang terasa kini adalah ulama-ulama Indonesia hanya berkutat di dalam negeri, bahkan Jawa sentris.

"Setelah tanah Haramain di bawah Wahabi, Haramain sebagai tempat kiai Nusantara itu tidak ada lagi. Ulama sekarang itu kurang kosmopolitan karena pendidikan murni mereka di Nusantara," katanya.

Maka dari itu, Ulil mendorong suasana pandemi yang kegiatan diskusinya dilakukan serba daring untuk dimanfaatkan ulama Indonesia agar dapat membangun jaringan di kancah global.

Baca juga: Menko Polhukam ajak ulama dan santri kampanyekan protokol kesehatan

Dengan begitu, kata dia, tradisi keilmuan dan keagamaan ulama Nusantara yang moderat dapat masuk dalam pergaulan dunia sehingga sepak terjangnya dapat diperhitungkan dan menjadi arus utama.

Kendati begitu, dia mengingatkan ulama Nusantara untuk membekali diri dengan bahasa internasional terutama Arab dan Inggris. Menurut dia, kualitas ulama Indonesia tidak kalah dari negara lain sehingga pandemi COVID-19 harus menjadi momentum yang baik.

Baca juga: Pemprov Jatim tangani COVID-19 bersama ulama