Jakarta (ANTARA) - Perhimpunan Bank Perkreditan Rakyat (Perbarindo) menyatakan masih ada pelaku Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) yang berpotensi mengalami kredit macet (NPL), meski otoritas terkait sudah melakukan kebijakan restrukturisasi kredit.

"Pada kenyataannya pasca restrukturisasi, nasabah yang kemudian sudah komitmen, mereka tetap belum bisa recovery (pulih) dari usahanya," kata Ketua Umum Perbarindo Joko Suyanto dalam seminar virtual Potret Lembaga Pembiayaan Mikro di Masa Pandemi COVID-19: Mitigasi dan Adaptasi, Jakarta, Selasa.

Ia mengakui kondisi pandemi COVID-19 ini telah menyebabkan adanya penurunan pendapatan dan permintaan dari masyarakat sehingga mempengaruhi neraca keuangan pelaku UMKM.

Situasi yang sulit ini, tambah Joko, juga dialami oleh BPR maupun BPR syariah, karena banyak pelaku usaha yang belum mampu pulih dalam waktu cepat.

"Meski restrukturisasi kita lakukan sebagai adaptasi kepada capacity terhadap nasabah, namun mereka belum pulih dari usahanya, akibatnya terdapat penundaan pembayaran," katanya.

Menurut dia, BPR serta BPR Syariah akan mengalami penurunan pertumbuhan kredit serta penambahan NPL, karena debitur mengalami penurunan kemampuan dalam membayar pinjaman.

"Sementara itu, penangguhan pembayaran kewajiban debitur karena adanya restrukturisasi akan mempengaruhi likuiditas BPR maupun BPRS," kata Joko.

Selain itu, rasio kecukupan modal (CAR) menurun akibat berkurangnya laba yang diikuti dengan pendapatan bunga yang ikut menurun. Padahal, pada saat yang sama, biaya operasional meningkat karena adanya ongkos penerapan protokol COVID-19.

Baca juga: Perbarindo: UMKM butuh pendampingan dan modal agar naik kelas

Baca juga: Perbarindo berkomitmen lebih adaptif sambut era disruptif