Jakarta (ANTARA News) - Pemimpin Nahdlatul Ulama (NU) ke depan harus sosok yang tidak sekedar pandai berwacana, namun bisa bekerja secara kongkrit dan total,
kata tokoh NU Taufikurahman Saleh di Jakarta, Senin.

"Jangan hanya bisa mengritik, harus bisa menunjukkan kerja kongkrit karena tantangan NU ke depan semakin kompleks," katanya.

Menurut mantan anggota DPR RI dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu, totalitas diperlukan bagi semua pengurus PBNU, baik syuriah maupun tanfidziyah, agar roda organisasi berjalan maksimal.

Selain itu, lanjutnya, khusus pimpinan PBNU selayaknya berdomisili di Jakarta mengingat kantor PBNU berada di ibukota.

"Bila perlu semua keluarga diboyong ke Jakarta, agar fokus bekerja menjalankan tugas di PBNU. Mengendalikan kepemimpinan NU tak bisa dilakukan dari daerah," katanya.

Yang lebih penting lagi, kata Taufik, pemimpin NU ke depan harus orang yang mempunyai kemandirian dalam bersikap dan tak mudah dikendalikan pihak di luar NU.

"Intervensi terhadap NU pasti akan kuat. Untuk itu, pemimpin NU harus punya kemandirian agar tak mudah dikendalikan pihak lain," katanya.

Selain membahas sejumlah agenda organisasi, muktamar NU ke-32 yang akan digelar di Makassar 22-27 Maret mendatang juga akan menentukan pemimpin NU, rais aam (pemimpin tertinggi) dan ketua umum (pemimpin pelaksana), untuk periode lima tahun ke depan.

Sejumlah nama yang dijagokan menduduki jabatan rais aam antara lain KH Sahal Mahfudh, KH Ma`ruf Amin, KH Maimun Zubair, dan KH Hasyim Muzadi.

Sementara nama-nama yang muncul sebagai kandidat ketua umum antara lain Ahmad Bagdja, Salahuddin Wahid (Gus Sholah), Said Agil Siradj, Masdar Farid Masudi, Slamet Effendi Yusuf, Ali Maschan Musa, dan Ulil Abshar Abdalla.(S024/R009)