SEARO: Bencana alam dapat kacaukan penerapan protokol kesehatan
12 Oktober 2020 19:18 WIB
Petugas bersama relawan membenahi rumah warga yang rusak akibat tanah longsor di kawasan Ciganjur, Jakarta, Minggu (11/10/2020). Hujan deras sejak Sabtu (10/10) sore mengakibatkan permukiman penduduk di Jalan Damai RT 004 RW 002, Ciganjur, Jagakarsa, Jakarta Selatan mengalami banjir sekaligus longsor yang merenggut satu korban meninggal dunia dan dua luka-luka. ANTARA FOTO/ Reno Esnir/foc.
Jakarta (ANTARA) - Manajer Program Operasi Kedaruratan Badan Kesehatan Dunia/WHO Asia Tenggara (SEARO), Nilesh Buddha mengatakan kondisi bencana alam dapat mengacaukan penerapan protokol kesehatan untuk mencegah COVID-19.
"Dampak langsung bencana alam mengganggu layanan dan infrastruktur kesehatan, membuat jaga jarak fisik lebih sukar diterapkan di antara masyarakat," kata Niles dalam dialog internasional yang digelar daring, Senin.
Adapun diskusi tersebut bertema "Bencana selama Bencana: Pendekatan Multi-Kerusakan dengan Ilmu Geologi dan Bencana Hidrometeorologi di Tengah Pandemi COVID-19".
Baca juga: ASEAN didorong manfaatkan prasarana bantuan kemanusiaan dan bencana
Niles mengatakan terdapat dampak tidak langsung dari ancaman multibencana alam di depan mata seperti persoalan ketersediaan air bersih dan pelonggaran protokol kesehatan yang memicu rentannya penularan virus corona jenis baru SARS-CoV-2.
Ia mengatakan jika terjadi bencana alam saat pandemi, risiko kesehatan masyarakat akan meningkat drastis baik itu yang terkait COVID-19 atau selain itu.
Sebelumnya, Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menyebut memasuki bulan Oktober 2020, fenomena la nina mulai terjadi.
Baca juga: Masyarakat Gunung Kidul diimbau waspadai bencana angin kencang
Dampak yang akan terjadi adalah kenaikan curah hujan hingga 40 persen dibanding kondisi normal.
Kenaikan curah hujan dapat memicu bencana hidrometeorologi seperti banjir, tanah longsor dan lainnya. Kepala BMKG Dwikorita Karnawati mengimbau masyarakat di sejumlah daerah rawan bencana untuk waspada dan melakukan mitigasi mandiri.
Baca juga: IFRC fokuskan empat aspek hadapi bencana alam yang makin sulit
Baca juga: Muhammadiyah: Kapabilitas masyarakat penting turunkan risiko bencana
Sementara itu, Nilesh mengatakan untuk mengantisipasi dampak multibencana itu harus segera dibuat selter darurat yang dapat menjadi tempat evakuasi bencana yang tidak berisiko menularkan COVID-19.
Kemudian, kata dia, perlu juga setiap pemangku kepentingan dari berbagai sektor untuk proaktif mempersiapkan berbagai mitigasi multibencana karena terdapat ancaman bencana alam dan penularan COVID-19 dalam satu paket.
"Hal yang tidak kalah penting saat ini bukan perencanaan mitigasi untuk komunitas, tetapi perencanaan yang dilakukan bersama-sama melibatkan komunitas-komunitas masyarakat," katanya.
Baca juga: Pemerintah lakukan kesiapan tsunami Pesisir Selatan Jawa
"Dampak langsung bencana alam mengganggu layanan dan infrastruktur kesehatan, membuat jaga jarak fisik lebih sukar diterapkan di antara masyarakat," kata Niles dalam dialog internasional yang digelar daring, Senin.
Adapun diskusi tersebut bertema "Bencana selama Bencana: Pendekatan Multi-Kerusakan dengan Ilmu Geologi dan Bencana Hidrometeorologi di Tengah Pandemi COVID-19".
Baca juga: ASEAN didorong manfaatkan prasarana bantuan kemanusiaan dan bencana
Niles mengatakan terdapat dampak tidak langsung dari ancaman multibencana alam di depan mata seperti persoalan ketersediaan air bersih dan pelonggaran protokol kesehatan yang memicu rentannya penularan virus corona jenis baru SARS-CoV-2.
Ia mengatakan jika terjadi bencana alam saat pandemi, risiko kesehatan masyarakat akan meningkat drastis baik itu yang terkait COVID-19 atau selain itu.
Sebelumnya, Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menyebut memasuki bulan Oktober 2020, fenomena la nina mulai terjadi.
Baca juga: Masyarakat Gunung Kidul diimbau waspadai bencana angin kencang
Dampak yang akan terjadi adalah kenaikan curah hujan hingga 40 persen dibanding kondisi normal.
Kenaikan curah hujan dapat memicu bencana hidrometeorologi seperti banjir, tanah longsor dan lainnya. Kepala BMKG Dwikorita Karnawati mengimbau masyarakat di sejumlah daerah rawan bencana untuk waspada dan melakukan mitigasi mandiri.
Baca juga: IFRC fokuskan empat aspek hadapi bencana alam yang makin sulit
Baca juga: Muhammadiyah: Kapabilitas masyarakat penting turunkan risiko bencana
Sementara itu, Nilesh mengatakan untuk mengantisipasi dampak multibencana itu harus segera dibuat selter darurat yang dapat menjadi tempat evakuasi bencana yang tidak berisiko menularkan COVID-19.
Kemudian, kata dia, perlu juga setiap pemangku kepentingan dari berbagai sektor untuk proaktif mempersiapkan berbagai mitigasi multibencana karena terdapat ancaman bencana alam dan penularan COVID-19 dalam satu paket.
"Hal yang tidak kalah penting saat ini bukan perencanaan mitigasi untuk komunitas, tetapi perencanaan yang dilakukan bersama-sama melibatkan komunitas-komunitas masyarakat," katanya.
Baca juga: Pemerintah lakukan kesiapan tsunami Pesisir Selatan Jawa
Pewarta: Anom Prihantoro
Editor: Agus Salim
Copyright © ANTARA 2020
Tags: