Jambi (ANTARA) - Ketua DPRD Provinsi Jambi Edi Purwanto menyayangkan kegiatan unjuk rasa Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Jambi, Jumat, berakhir ricuh dan dibubarkan paksa oleh aparat kepolisian karena massa aksi memaksa masuk ke dalam gedung.

Edi bersama Wakil Ketua DPRD, Rocky Candra dan beberapa anggota DRPD lainnya sebelumnya turun menemui para pengunjuk rasa beberapa saat setelah mereka melakukan doa bersama.

Selanjutnya Edi dan kawan-kawan disambut dengan orasi dan tuntutan dari orator aksi. Mereka meminta DPRD provinsi Jambi untuk melakukan penolakan terhadap undang-undang Omnibus Law Cipta Kerja bersama seluruh massa aksi dan pejabat sementara (PJs) Gubernur Jambi di ruang sidang paripurna.

"Kami sudah temui, tapi adik-adik tidak butuh statemen kita, katanya, Terus mereka minta hadirkan PJs. Gubernur, tadi udah kita upayakan, saat menunggu PJs. Gubernur untuk hadir, massa udah dorong-dorongan, kami balik kanan," kata Edi.

Baca juga: Tolak UU Cipta Kerja, mahasiswa-aktivis Jambi gelar aksi damai

Baca juga: Meski tak berdemo, serikat pekerja Bali tetap tolak UU Cipta Kerja


Ketua PDI Perjuangan Provinsi Jambi ini tidak mengizinkan seluruh massa aksi masuk ke dalam Gedung DPRD karena kondisinya tidak memungkinkan, baik dari sisi protokol kesehatan COVID-19 maupun alasan keamanan.

Apalagi beberapa tahun lalu ruang rapat paripurna DPRD Provinsi Jambi pernah diterobos paksa oleh massa aksi yang mengakibatkan kerusakan pada perabotan dan peralatan elektronik yang ada dalam ruangan.

"Kalau mau masuk, perwakilan saja, 15-30 orang, itu bisa kita akomodir, tapi adik-adik maunya menduduki ruang paripurna," kata Edi.

Edi melanjutkan bahwa DPRD Provinsi Jambi terbuka untuk menerima dan memperjuangkan setiap aspirasi masyarakat provinsi Jambi selama sesuai aturan dan disampaikan dengan baik.

"Kemarin, Kamis (8/10), semua unjuk rasa kita terima dan kita teruskan, mulai dari pagi sampai waktu Isya. Saya tengah malam, baru meninggalkan DPRD. Asal mau komunikasi dan cari jalan tengah, kita layani, kita perjuangkan, tapi kalau udah ngotot itu jadi wilayah aparat keamanan," kata Edi.*

Baca juga: Pengamat: Jokowi harus buka ruang dialog terkait Omnibus Law

Baca juga: Ombudsman pantau proses penanganan demonstran di Polda Metro Jaya