Jakarta (ANTARA News) - Google mengharapkan adanya hasil segera dari pembicaraannya dengan China terkait permasalahan sensor dan peretasan, demikian kata Eric Schmidt, pemimpin eksekutif Google, pada Rabu (10/3) lalu.

Januari lalu Google mengancam akan menutup layanannya di China, Google.cn, dan keluar dari negara tirai bambu itu akibat kabijakan sensor dan maraknya serangan para peretas dari negara itu.

"Saya akan menggunakan kata 'segera' dalam arti yang sesungguhnya," kata Schmidt kepada para wartawan di Abu Dhabi, Uni Emirat Arab.

"Tidak ada jangka waktu yang spesifik. Sesuatu akan segera terjadi," jelasnya tanpa merinci lebih lanjut.

Pihak berwenang China sebelumnya mengatakan akan bekerjasama dengan Google untuk menyelesaikan permasalahan itu.

Google mengejutkan lingkungan pengusaha dan politik ketika pada 12 Januari mengumumkan akan berhenti menyensor hasil pencarian China dan keluar dari negara itu.

Google mengatakan pada Januari menemukan serangan peretas yang menyasar infrastrukutur mereka dan mengakibatkan pelanggaran terhadap hak intelektual.

Lebih dari 20 perusahaan lain telah disusupi, ulas Google, dan karenanya ingin keluar dari China, selain akibat kebijakan sensornya.

Di Washington, salah satu pemimpin Google mengatakan perusahaan layanan mesin pencari itu belum mengubah kebijakannya untuk menghentikan sensor laman berbahasa Chinanya, walaupun mereka akhirnya memutuskan keluar.

Nicole Wong, wakil presiden dan perwakilan deputi jenderal Google, berbicara di hadapan Komite Luar Negeri Dewan Perwakilan Amerika Serikat (AS) bahwa mereka akan menghentikan sensor dan "(jika) pilihannya adalah kami harus menutup laman .cn dan meninggalkan negara itu, kami siap untuk melakukannya."

Pencarian di laman Google.cn akan mengeluarkan hasil berbeda jika menyerempet hal-hal seperti 'Tibet' dan 'Tiananmen' jika dibandingkan dengan pencarian di luar Cina.

Debat WTO

Wong pada saat dengar pendapat dengan anggota konggres AS terkait masalah kebijakan cyberspace menyatakan keputusan Google mengenai masalah dengan China akan diambil oleh dewan pimpinan Google di AS tanpa melibatkan para pekerja lokal di sana.

Tetapi, ia melanjutkan, mereka akan bergerak dengan hati-hati mengingat ratusan pekerja mereka di sana.

Ia mendesak para wakil rakyat untuk menjamin bahwa pemerintah AS akan menekan dunia internasional menjadikan keterbukaan internet sebagai prioritas menggunakan kebijakan diplomatik, perdagangan, dan pembangunan agar terciptanya kebebasan arus informasi.

Pejabat tinggi perwakilan dagang AS mengatakan bahwa pemerintah sedang mempelajari apakah mereka bisa menembus peraturan-peraturan yang juga merugikan perusahaan-perusahaan AS lain di China.

Tetapi Schmidt mengatakan tiap pendekatan yang mungkin dilakukan pemerintah melalui World Trade Organiztion (WTO) untuk menyelesaikan masalah dengan China tidak akan mempengaruhi tindakan Google.

"Pembicaraan Google adalah dengan China, tidak ada hubungannya dengan pemerintah AS. Pemerintah AS melakukan sesuatu yang tidak ada hubungannya dengan Google." jelas Schmidt.

Seorang pakar strategi perdagangan China mengatakan dalam sebuah opini bahwa AS akan punya dasar apa pun untuk mempermasalahkan pembatasan internet di China ke WTO.

Peraturan WTO menyatakan bahwa tiap negara berhak untuk menyensor isi internet,
demikian tulisan Zheng Zhihai, direktur deputi dan sekretaris jendral China Society of World Trade Organization Studies di China Daily.

"Jika seseorang berniat menantang hak China untuk mengatur internetnya dengan menggunakan peraturan WTO, mereka sepertinya keliru dan akan gagal," tulis Zheng yang organisasinya bertanggung jawab kepada Kementria Perdagangan China.

WTO tahun lalu telah menetapkan China bersalah karena memonopoli impor buku, film, dan barang-barang hiburan lainnya tetapi mendukung haknya untuk menyensor internet.

(Ber/S026)