Menko PMK dorong produk jamu Sukoharjo tembus pasar internasional
9 Oktober 2020 14:28 WIB
Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Muhadjir Effendy (kanan( didampingi Kepala BPOM Penny K Lukito (dua dari kanan) saat menyerahkan serttifikat CPOTB kepada pelaku UMKM obat tradisional dan jamu di pendopo Pemkab Sukoharjo, Jumat (9/10/2020). ANTARA/Bambang Dwi Marwoto.
Sukoharjo (ANTARA) - Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Muhadjir Effendy mendorong para pelaku usaha obat tradisional dan jamu produksi Kabupaten Sukaharjo, Jawa Tengah, bisa tembus ke pasar internasional.
"Saya ingin produk obat tradisional dan jamu-jamu asal Sukoharjo go internasional, dan hal ini, sangat mungkin dilakukan dengan diserahkan sertifikat Cara Pembuat Obat Tradisional yang Baik (CPOTB) kepada para pelaku usaha," kata Menko PMK usai acara penyerahan BPOTB kepada pelaku Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) obat Tradisional dan Jamu di Pemkab Sukoharjo, Jumat
Namun, kata Menko PMK, yang terpenting bagaimana meningkatkan kualitas secara terus menerus agar tetap dijaga oleh para pelaku UMKM. Bahkan, kerja sama antara petani tanaman obat dan pengusaha jamu, serta didukung Perguruan Tinggi Universitas Negeri Sebelas Maret (UNS) Surakarta mulai dari kemasan hingga pemasarannya.
"Kami yakin produk jamu asal Sukoharjo khususnya dan Jateng umumnya dapat menguasai pasar dalam negeri hingga go internasional," kata Menko.
Menko mengatakan Sukoharjo merupakan salah satu sentra produksi obat tradisional jamu, satu hal yang luar biasa. Sukoharjo ini, pertama kali pembagian secara massal sertifikat CPOTB obat tradisional dan jamu, serta kemudian akan dilakukan di seluruh Indonesia.
Pemerintah memang sedang berupaya mengarah utamakan obat tradisional dan jamu-jamuan itu, menjadi prioritas di Indonesia. Hal ini, untuk mengurangi ketergantungan Indonesia terhadap obat-obatan impor termasuk bahan bakunya.
"Lebih dari sekitar 90 persen bahan baku obat di Indonesia itu, impor. Sementara, Indonesia begitu kaya dengan floura fauna yang bisa menjadi sumber bahan baku obat, selama ini tidak pernah dimanfaatkan," kata Menko.
Hal tersebut sangat memprihatinkan, kata Menko, ketika Indonesia mengalami pandemi COVID-19 hingga saat ini, baru tahu ternyata mulai alat-alat kesehatan dan obat-obatan semuanya impor. Ketika ingin membuat produk obat, mengklim ingin mandiri untuk memproduk obat anti COVID-19, ternyata semua bahan bakunya harus impor dari negara lain.
Hal tersebut, kata Menko, harus ada terobosan untuk Indonesia bagaimana mengarah utamakan obat-obat tradisional dan jamu-jamuan agar justru menjadi tuan rumah sendiri di Indonesia. Hal ini, yang menjadi tekad Pemerintah Indonesia.
"Saya sebelumnya, berkunjung di Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional, ternyata luar biasa khususnya di Jawa Tengah, berbagai macam tanaman-tanaman yang bisa digali lebih lanjut," kata Menko.
Oleh karena itu, pemerintah akan mendukung penuh dengan pelaku usaha di bidang obat tradisional dan jamu ini.
Kepala Badan Pengawas Obat dan Manakan (BPOM) Penny Kusumastuti Lukito menambahkan BPOM soal industri jamu dan obat tradisional tidak hanya memberikan izin edar saja secara tehnis, tetapi juga merasa bertanggung jawab untuk terlibat mendukung bagaimana sektor produksi obat tradisional dan jamu bisa berkembang.
Menurut Penny karena, produksi obat tradisonal dan jamu banyak tahapan yang harus dilalui mulai dari hulu ke hilir. Hal ini, antara lain mulai dari riset, penyiapan bahan baku, produksi, distribusi, penyiapan para pelaku usaha terutama UMKM, BPOM memberikan keberpihakan dan dukungan kepada UMKM yang telah melaksanakan beberapa program untuk meningkatkan kualitas.
"Berdasarkan data yang diterima Jateng terbesar produksi jamu di Indonesia, yakni ada 134 UMKM. Khususnya di Kabupaten Sukoharjo ada 24 UMKM obat tradisional," kata Penny.
Menurut dia, dari jumlah UMKM tersebut sekitar 50 persen sudah mendapatkan sertifikat CPOTB. Hal ini, menjadi kerja keras BPOM untuk pendampingan sehingga semua UMKM obat tradisional untuk mendapatkan standar yang bisa menghasilkan kualitas jamu yang terbaik.
Pada acara pemberian sertifikat CPOTB ada delapan UMKM dan surat izin edar dari BPOM untuk lima UMKM obat tradisional. Menko PMK dan Kepala BPOM , juga hadir Rektor UNS Surakarta Jamal Wiwoho, dan Bupati Sukoharjo Wardoyo Wijaya, serta pelaku UMKM obat tradisional dan jamu.
Baca juga: Rachmat: Industri herbal dan jamu primadona yang masih terabaikan
Baca juga: Mendag: Peningkatan daya saing kunci ekspor jamu saat pandemi
"Saya ingin produk obat tradisional dan jamu-jamu asal Sukoharjo go internasional, dan hal ini, sangat mungkin dilakukan dengan diserahkan sertifikat Cara Pembuat Obat Tradisional yang Baik (CPOTB) kepada para pelaku usaha," kata Menko PMK usai acara penyerahan BPOTB kepada pelaku Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) obat Tradisional dan Jamu di Pemkab Sukoharjo, Jumat
Namun, kata Menko PMK, yang terpenting bagaimana meningkatkan kualitas secara terus menerus agar tetap dijaga oleh para pelaku UMKM. Bahkan, kerja sama antara petani tanaman obat dan pengusaha jamu, serta didukung Perguruan Tinggi Universitas Negeri Sebelas Maret (UNS) Surakarta mulai dari kemasan hingga pemasarannya.
"Kami yakin produk jamu asal Sukoharjo khususnya dan Jateng umumnya dapat menguasai pasar dalam negeri hingga go internasional," kata Menko.
Menko mengatakan Sukoharjo merupakan salah satu sentra produksi obat tradisional jamu, satu hal yang luar biasa. Sukoharjo ini, pertama kali pembagian secara massal sertifikat CPOTB obat tradisional dan jamu, serta kemudian akan dilakukan di seluruh Indonesia.
Pemerintah memang sedang berupaya mengarah utamakan obat tradisional dan jamu-jamuan itu, menjadi prioritas di Indonesia. Hal ini, untuk mengurangi ketergantungan Indonesia terhadap obat-obatan impor termasuk bahan bakunya.
"Lebih dari sekitar 90 persen bahan baku obat di Indonesia itu, impor. Sementara, Indonesia begitu kaya dengan floura fauna yang bisa menjadi sumber bahan baku obat, selama ini tidak pernah dimanfaatkan," kata Menko.
Hal tersebut sangat memprihatinkan, kata Menko, ketika Indonesia mengalami pandemi COVID-19 hingga saat ini, baru tahu ternyata mulai alat-alat kesehatan dan obat-obatan semuanya impor. Ketika ingin membuat produk obat, mengklim ingin mandiri untuk memproduk obat anti COVID-19, ternyata semua bahan bakunya harus impor dari negara lain.
Hal tersebut, kata Menko, harus ada terobosan untuk Indonesia bagaimana mengarah utamakan obat-obat tradisional dan jamu-jamuan agar justru menjadi tuan rumah sendiri di Indonesia. Hal ini, yang menjadi tekad Pemerintah Indonesia.
"Saya sebelumnya, berkunjung di Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional, ternyata luar biasa khususnya di Jawa Tengah, berbagai macam tanaman-tanaman yang bisa digali lebih lanjut," kata Menko.
Oleh karena itu, pemerintah akan mendukung penuh dengan pelaku usaha di bidang obat tradisional dan jamu ini.
Kepala Badan Pengawas Obat dan Manakan (BPOM) Penny Kusumastuti Lukito menambahkan BPOM soal industri jamu dan obat tradisional tidak hanya memberikan izin edar saja secara tehnis, tetapi juga merasa bertanggung jawab untuk terlibat mendukung bagaimana sektor produksi obat tradisional dan jamu bisa berkembang.
Menurut Penny karena, produksi obat tradisonal dan jamu banyak tahapan yang harus dilalui mulai dari hulu ke hilir. Hal ini, antara lain mulai dari riset, penyiapan bahan baku, produksi, distribusi, penyiapan para pelaku usaha terutama UMKM, BPOM memberikan keberpihakan dan dukungan kepada UMKM yang telah melaksanakan beberapa program untuk meningkatkan kualitas.
"Berdasarkan data yang diterima Jateng terbesar produksi jamu di Indonesia, yakni ada 134 UMKM. Khususnya di Kabupaten Sukoharjo ada 24 UMKM obat tradisional," kata Penny.
Menurut dia, dari jumlah UMKM tersebut sekitar 50 persen sudah mendapatkan sertifikat CPOTB. Hal ini, menjadi kerja keras BPOM untuk pendampingan sehingga semua UMKM obat tradisional untuk mendapatkan standar yang bisa menghasilkan kualitas jamu yang terbaik.
Pada acara pemberian sertifikat CPOTB ada delapan UMKM dan surat izin edar dari BPOM untuk lima UMKM obat tradisional. Menko PMK dan Kepala BPOM , juga hadir Rektor UNS Surakarta Jamal Wiwoho, dan Bupati Sukoharjo Wardoyo Wijaya, serta pelaku UMKM obat tradisional dan jamu.
Baca juga: Rachmat: Industri herbal dan jamu primadona yang masih terabaikan
Baca juga: Mendag: Peningkatan daya saing kunci ekspor jamu saat pandemi
Pewarta: Bambang Dwi Marwoto
Editor: Ahmad Wijaya
Copyright © ANTARA 2020
Tags: