Khasawneh ditunjuk sebagai PM menggantikan Omar al-Razzaz yang mengundurkan diri beberapa hari lalu.
Raja membubarkan parlemen yang telah bertugas selama empat tahun pada 27 September 2020. Menurut undang-undang dasar negara, keputusan itu wajib diikuti oleh pengunduran diri perdana menteri beserta kabinet menteri dalam waktu satu minggu.
Dalam surat penunjukannya, Raja Abdullah mengatakan ia mempercayakan jabatan perdana menteri kepada Khasawneh, seorang lulusan dari kampus Inggris yang telah menjadi penasihat kerajaan sejak tahun lalu.
Khasawneh menghabiskan sebagian besar waktunya berkiprah sebagai diplomat dan juru runding perdamaian dengan Israel.
Raja berharap Khasawneh dapat membentuk kabinet yang diisi oleh menteri-menteri dari kalangan profesional sehingga masalah di Yordania dapat diselesaikan.
"Pemerintahan ini dibentuk pada masa yang sulit," kata Raja Abdullah, merujuk pada pandemi COVID-19.
Ia mengatakan pemerintahan baru harus dapat meningkatkan kapasitas layanan kesehatan di tengah kekhawatiran bahwa sistem itu akan kewalahan jika penyebaran COVID-19 tidak terkendali.
Khasawneh akan mengawasi jalannya pemilihan parlemen pada 10 November, yang hasilnya diharapkan dapat mempertahankan para pendukung pemerintah.
Kasus positif COVID-19 di Yordania mencapai puncaknya saat banyak warga mulai kehilangan kepercayaan terhadap pemerintah setelah sektor ekonomi terpuruk, juga karena berbagai penerapan pembatasan kebebasan yang diatur oleh undang-undang situasi darurat.
Pertumbuhan ekonomi di Yordania ditargetkan turun enam persen tahun ini mengingat 10 juta penduduknya menghadapi krisis ekonomi terburuk dalam beberapa tahun terakhir. Krisis tersebut diperparah oleh tingkat pengangguran dan kemiskinan yang tinggi akibat pandemi.
Tingkat pengangguran mencapai 23 persen pada kuartal II 2020, angka tertinggi yang pernah tercatat di Yordania. Sementara itu, angka kemiskinan juga meningkat karena negara itu telah menghadapi banyak kesulitan ekonomi sebelum diterjang krisis.
Eks PM Yordania, Omar al Razzaz, yang ditunjuk pada 2018, dihujani kritik oleh masyarakat karena kebijakannya terkait penanggulangan pandemi dan ia dianggap gagal mengatasi korupsi.
Sejumlah organisasi internasional pembela hak asasi manusia mengecam Pemerintah Yordania karena menahan ratusan guru sekaligus aktivis setelah membubarkan serikat pekerja yang dipimpin oposisi pada Juli.
Penangkapan oposisi dan aktivis membuat sejumlah politisi independen dan organisasi pembela HAM khawatir pemerintah akan dipimpin oleh tokoh-tokoh otoriter.
Sumber: Reuters
Baca juga: Yordania akan penjarakan penyelenggara acara lebih dari 20 orang
Baca juga: Kasus corona melonjak, Yordania mungkin akan 'lockdown' total