Jakarta (ANTARA) - Yayasan Lentera Anak mengemukakan iklan rokok di berbagai media turut memengaruhi peningkatan prevalensi jumlah perokok anak di Indonesia secara signifikan.

"Meningkatnya jumlah perokok anak karena iklan rokok masih dibiarkan dimana-mana," kata Ketua Yayasan Lentera Anak Lisda Sundari saat diskusi daring yang dipantau di Jakarta, Rabu.

Baca juga: Kak Seto: Industri rokok berstrategi giring anak jadi perokok baru

Baca juga: Anak muda berharap iklan rokok dilarang total


Maraknya iklan rokok di berbagai media, baik televisi, papan reklame hingga media sosial membuat anak-anak mudah sekali mengakses dan mengetahui rokok, sehingga tertarik untuk mengonsumsinya.

Berdasarkan survei yang dilakukan Global Youth Tobacco pada 2019 disebutkan bahwa 65,2 persen pelajar melihat iklan rokok di tempat penjualan, 60,9 persen pelajar melihat rokok di luar ruangan, 56,8 persen pelajar melihat iklan rokok di televisi dan 36,2 dari internet. Dalam survei itu juga ditemukan bahwa 60,6 persen pelajar tidak dicegah ketika membeli rokok.

71,3 persen pelajar membeli rokok batangan dan 56 persen pelajar melihat orang merokok di sekolah maupun di luar sekolah. Selain iklan rokok, Lisda menilai anak-anak di Tanah Air juga tergolong mudah sekali dalam mendapatkan rokok, yakni cukup membeli di warung, bahkan dengan jumlah eceran atau batangan sekalipun.

"Dalam sebuah survei pelajar tidak pernah ditolak ketika membeli rokok di warung," katanya.

Padahal, ujar dia, berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 109 disebutkan bahwa dilarang menjual rokok kepada anak-anak. Namun, faktanya anak-anak tetap saja mudah memperoleh rokok dengan harga yang murah dan dijual per batang.

Ia menilai dua hal tersebut merupakan faktor kuat dari sekian banyak penyebab angka prevalensi perokok anak meningkat di Tanah Air. Berdasarkan studi di dalam maupun luar negeri mengungkapkan bahwa iklan atau sponsor rokok menyebabkan peningkatan konsumsi rokok. "Hubungannya signifikan," tuturnya.

Baca juga: Forum Anak dorong kebijakan ketat lindungi anak dari iklan rokok

Baca juga: YLKI: Kenaikan jumlah perokok pemula didorong masifnya iklan rokok


Ia menilai secara garis besar semua pihak, baik pemerintah, masyarakat dan pihak terkait lainnya gagal dalam menekan angka peningkatan perokok anak. Sebab, target RPJMN 2014-2019 diharapkan dari 7,2 persen pada 2013 turun menjadi 5,4 persen pada 2019.

Namun, berdasarkan riset kesehatan dasar (Riskesdas) pada 2018, angka prevalensi perokok anak usia 10 hingga 18 tahun malah naik menjadi 9,1 persen.