Disnakertrans DIY imbau buruh tidak mogok kerja
6 Oktober 2020 19:46 WIB
Dokumentasi - Pekerja di salah satu perusahaan kerajinan tangan di Kecamatan Prambanan, Sleman, DI Yogyakarta. (FOTO ANTARA/Luqman Hakim)
Yogyakarta (ANTARA) - Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Daerah Istimewa Yogyakarta mengimbau para buruh di daerah ini tidak melakukan mogok kerja merespons pengesahan RUU Cipta Kerja.
"Mogok kerja tentu saja akan memengaruhi produktivitas secara umum," kata Kepala Disnakertrans DIY Aria Nugrahadi saat dihubungi di Yogyakarta, Selasa.
Baca juga: Investasi asing pertanian berpotensi lebih besar dengan UU Cipta Kerja
Baca juga: Menunggu implementasi UU Cipta Kerja dorong pertumbuhan ekonomi
Menurut Aria, merespons dinamika pengesahan RUU Cipta Kerja, Disnakertrans DIY telah menggelar forum tripartit yang mempertemukan antara pemerintah, pengusaha, serta serikat buruh. Hal serupa juga telah dilakukan dinas ketenagakerjaan di lima kabupaten/kota.
"Secara umum yang ada di lima kabupaten/kota menyarankan tidak melakukan mogok kerja. Hanya beberapa unjuk rasa akan dilakukan sebagian serikat pekerja," kata dia.
Menurut Aria, terdapat regulasi yang mengatur tentang mogok kerja yang sah. Berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 13 tantang Ketenagakerjaan, mogok kerja yang sah adalah jika terjadi permasalahan antara pemberi kerja dan pekerja.
"Saat ini tidak dalam konteks antara pemberi kerja dan pekerja, dan tentunya itu masuk kategori mogok kerja tidak sah. Mogok kerja yang tidak sah ini juga akan merugikan teman-teman pekerja sendiri," kata dia.
Adapun menyampaian aspirasi melalui unjuk rasa, Arya berharap tetap dilakukan dengan menerapkan protokol kesehatan.
Terkait penerapan UU Cipta Kerja, menurut Aria, instansi ketenagakerjaan di daerah masih menunggu arahan dari pusat.
"Masih akan ada pembahasan petunjuk pelaksanaan (juklak) dan petunjuk teknis (juknis) melalui PP, peraturan menteri dan lainnya," ucapnya.
Baca juga: Buruh Kudus pasang 40 spanduk penolakan terhadap UU Cipta Kerja
Sementara itu, Sekjen DPD KSPSI DIY Irsad Ade Irawan mengatakan serikatnya akan merespons pengesahan UU Cipta Kerja dengan menggelar unjuk rasa pada Kamis (8/10) di Tugu Pal Putih Yogyakarta, Kantor Kepatihan, serta Titik Nol Kilometer Yogyakarta.
Tidak hanya itu, serikat buruh bersama sejumlah elemen di DIY juga akan menempuh gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK) terkait pengesahan Omnibus Law RUU Cipta Kerja itu.
Menurut Irsad, ada sejumlah alasan yang menyebabkan pihaknya menolak draft RUU Cipta Kerja menjadi UU. Beberapa di antaranya, yakni akan ada penghapusan UMK bersyarat dan UMSK, sehingga upah pekerja/buruh akan semakin rendah.
Selain itu, lanjut dia, memungkinkan PKWT atau pekerja kontrak berlaku seumur hidup, sistem alih daya tanpa batas dan seumur hidup, serta jam kerja yang eksploitatif.
Baca juga: Menaker: Prematur simpulkan pekerja rentan PHK akibat UU Cipta Kerja
Baca juga: Ganjar dukung "judicial review" UU Cipta Kerja
"Mogok kerja tentu saja akan memengaruhi produktivitas secara umum," kata Kepala Disnakertrans DIY Aria Nugrahadi saat dihubungi di Yogyakarta, Selasa.
Baca juga: Investasi asing pertanian berpotensi lebih besar dengan UU Cipta Kerja
Baca juga: Menunggu implementasi UU Cipta Kerja dorong pertumbuhan ekonomi
Menurut Aria, merespons dinamika pengesahan RUU Cipta Kerja, Disnakertrans DIY telah menggelar forum tripartit yang mempertemukan antara pemerintah, pengusaha, serta serikat buruh. Hal serupa juga telah dilakukan dinas ketenagakerjaan di lima kabupaten/kota.
"Secara umum yang ada di lima kabupaten/kota menyarankan tidak melakukan mogok kerja. Hanya beberapa unjuk rasa akan dilakukan sebagian serikat pekerja," kata dia.
Menurut Aria, terdapat regulasi yang mengatur tentang mogok kerja yang sah. Berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 13 tantang Ketenagakerjaan, mogok kerja yang sah adalah jika terjadi permasalahan antara pemberi kerja dan pekerja.
"Saat ini tidak dalam konteks antara pemberi kerja dan pekerja, dan tentunya itu masuk kategori mogok kerja tidak sah. Mogok kerja yang tidak sah ini juga akan merugikan teman-teman pekerja sendiri," kata dia.
Adapun menyampaian aspirasi melalui unjuk rasa, Arya berharap tetap dilakukan dengan menerapkan protokol kesehatan.
Terkait penerapan UU Cipta Kerja, menurut Aria, instansi ketenagakerjaan di daerah masih menunggu arahan dari pusat.
"Masih akan ada pembahasan petunjuk pelaksanaan (juklak) dan petunjuk teknis (juknis) melalui PP, peraturan menteri dan lainnya," ucapnya.
Baca juga: Buruh Kudus pasang 40 spanduk penolakan terhadap UU Cipta Kerja
Sementara itu, Sekjen DPD KSPSI DIY Irsad Ade Irawan mengatakan serikatnya akan merespons pengesahan UU Cipta Kerja dengan menggelar unjuk rasa pada Kamis (8/10) di Tugu Pal Putih Yogyakarta, Kantor Kepatihan, serta Titik Nol Kilometer Yogyakarta.
Tidak hanya itu, serikat buruh bersama sejumlah elemen di DIY juga akan menempuh gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK) terkait pengesahan Omnibus Law RUU Cipta Kerja itu.
Menurut Irsad, ada sejumlah alasan yang menyebabkan pihaknya menolak draft RUU Cipta Kerja menjadi UU. Beberapa di antaranya, yakni akan ada penghapusan UMK bersyarat dan UMSK, sehingga upah pekerja/buruh akan semakin rendah.
Selain itu, lanjut dia, memungkinkan PKWT atau pekerja kontrak berlaku seumur hidup, sistem alih daya tanpa batas dan seumur hidup, serta jam kerja yang eksploitatif.
Baca juga: Menaker: Prematur simpulkan pekerja rentan PHK akibat UU Cipta Kerja
Baca juga: Ganjar dukung "judicial review" UU Cipta Kerja
Pewarta: Luqman Hakim
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2020
Tags: