Artikel
Menunggu bukti implementasi UU Cipta Kerja dorong pertumbuhan ekonomi
Oleh Royke Sinaga
6 Oktober 2020 17:35 WIB
Menko Perekonomian Airlangga Hartarto (kedua kanan) menyerahkan berkas pendapat akhir pemerintah kepada Ketua DPR Puan Maharani (kedua kiri) saat pembahasan tingkat II RUU Cipta Kerja pada Rapat Paripurna di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (5/10/2020). ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/pras.
Jakarta (ANTARA) - Omnibus Law Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja resmi menjadi Undang-Undang Cipta Kerja yang diputuskan dalam Rapat Paripurna DPR-RI pada Senin (5/10).
Dihadiri 318 orang dari 575 anggota DPR, rapat memenuhi kuorum yaitu lebih setengah dari jumlah anggota DPR baik yang hadir di Gedung DPR maupun secara virtual, dengan menerapkan protokol kesehatan pandemi COVID-19.
Pengesahan RUU Cipta Kerja juga dihadiri langsung perwakilan pemerintah, di antaranya Menko Perekonomian Airlangga Hartarto, Menteri Keuangan Sri Mulyani, dan Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly.
Sebanyak enam fraksi menyatakan setuju, 1 fraksi setuju dengan catatan, dan 2 fraksi menolak persetujuan RUU Cipta Kerja menjadi UU. Fraksi yang setuju adalah PDI Perjuangan, Golkar, Gerindra, NasDem, PKB, PPP, dan PAN. Hanya Fraksi Partai Demokrat dan PKS yang menolak pengesahan RUU Cipta Kerja.
Banyak kalangan yang menilai bahwa pengesahan UU Cipta Kerja terkesan terlalu dipaksakan atau seperti “kejar tayang”. Karena, pembahasan keputusan di tingkat Pansus berlangsung Sabtu (3/10) malam hingga Minggu (4/10) dinihari, dan kemudian disahkan pada Senin (5/10).
Padahal, menurut Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Supratman Andi Agus, Badan Legislasi bersama pemerintah dan DPD telah melaksanakan rapat sebanyak 64 kali, meliputi 2 kali rapat kerja, 56 kali rapat panja, dan 6 kali rapat Tim Perumus dan Tim Sinkronisasi.
"Bahkan pada masa reses tetap melakukan rapat baik di dalam maupun luar gedung atas persetujuan pimpinan DPR," kata Suratman.
Rapat paripurna sempat riuh yang berujung pada aksi walk out Fraksi Partai Demokrat. Anggota Fraksi Partai Demokrat Benny K Harman menyampaikan interupsi ketika pemerintah akan menyampaikan pandangannya terhadap RUU Cipta Kerja. Namun, ditolak pimpinan rapat Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin.
Menurut catatan, RUU Cipta Kerja terdiri atas 15 Bab dan 185 Pasal yang substansinya mencakup 11 klaster, meliputi klaster Penyederhanaan Perizinan Berusaha, Persyaratan Investasi, Ketenagakerjaan, Kemudahan, Pemberdayaan dan Perlindungan UMKM.
Selanjutnya, klaster Kemudahan Berusaha, Dukungan Riset dan Inovasi, Administrasi Pemerintahan, Pengenaan Sanksi, Pengadaan Lahan, Investasi dan Proyek Pemerintah dan klaster Kawasan Ekonomi.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan RUU Cipta Kerja merespons kondisi perekonomian akibat dampak COVID-19. Pemerintah sudah merespons dengan menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 82 Tahun 2020. Perpres tersebut terkait pembentukan Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN).
“Proses pembahasan RUU Cipta Kerja sudah transparan terhadap publik. RUU Cipta Kerja sudah mengakomodasi kepentingan buruh, terutama terkait isu perlindungan dan kepastian hak bagi pekerja buruh,” katanya.
Dengan adanya RUU Cipta Kerja, negara hadir dalam bentuk hubungan industrial Pancasila. "Yang mengutamakan hubungan tripartit antara pemerintah, pekerja dan pengusaha dengan dikeluarkannya jaminan kehilangan pekerjaan," ujarnya.
Pro Kontra
DPR dan Pemerintah telah mengesahkan UU Cipta Kerja, namun pro dan kontra masih mewarnai perdebatan di ranah publik, terutama terkait isu ketenagakerjaan.
Beberapa pekan sebelum pengesahan RUU Cipta Kerja ini, ancaman demo sejumlah kelompok buruh untuk menolak RUU Cipta Kerja ini sudah kencang. Inti dari penolakan, karena menganggap UU tersebut lebih menguntungkan pengusaha, namun di sisi lain menekan kehidupan pekerja
Bahkan, ancaman tersebut telah mengarah ajakan mogok kerja nasional. Aksi mogok nasional rencananya dilakukan selama tiga hari berturut-turut, mulai 6 Oktober hingga 8 Oktober 2020 saat sidang paripurna. Namun, RUU Cipta Kerja telah disahkan pada 5 Oktober 2020.
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal mengatakan mogok nasional disebut akan diikuti kurang lebih 5 juta buruh di ribuan perusahaan yang tersebar di 25 provinsi dan 300 kabupaten/kota.
Melibatkan beberapa sektor industri, mulai dari sektor usaha seperti kimia, energi, pertambangan, tekstil, garmen, sepatu, otomotif dan komponen, elektronik dan komponen. Selain itu, dari industri besi dan baja, farmasi dan kesehatan, percetakan dan penerbitan, industri pariwisata, industri semen, telekomunikasi, pekerja transportasi, pekerja pelabuhan, logistik, perbankan.
Kontra terhadap UU Cipta Kerja juga disampaikan politisi Partai Demokrat Syarief Hasan, yang meminta agar ditunda karena ada aspirasi masyarakat yang tidak terserap oleh pemerintah dalam draf RUU tersebut. "Aturan baru ini malah tidak implementatif, kontraproduktif, dan tidak prorakyat," ujar Syarief.
Namun, beleid ini disambut kalangan pengusaha yang bisa mendorong bangkitnya dunia usaha yang berujung pada pemulihan ekonomi nasional dan meningkatkan daya saing Indonesia.
Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Rosan P Roeslani mengatakan UU Cipta Kerja diharapkan dapat mendorong perekonomian dan investasi, melalui penciptaan dan perluasan lapangan kerja.
UU Cipta Kerja mampu menjawab dan menyelesaikan berbagai permasalahan yang menghambat peningkatan investasi dan membuka lapangan kerja terutama di tengah masih merebaknya pandemi COVID-19.
Penyederhanaan sistem birokrasi dan perizinan, kemudahan bagi pelaku usaha terutama UMKM, ekosistem investasi yang kondusif, hingga tercipta lapangan kerja yang semakin besar untuk menjawab kebutuhan angkatan kerja yang terus bertambah.
Saat ini banyak pekerja yang kehilangan pekerjaan atau menjadi paruh waktu. RUU Ciptaker menjadi penting dan diperlukan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi melalui program pemulihan dan transformasi ekonomi.
Pengamat ekonomi Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira menyatakan efektivitas UU Cipta Kerja dalam menarik investor asing masuk ke Indonesia masih terhambat oleh adanya pandemi COVID-19.
Pandemi COVID-19 menyebabkan mobilitas terganggu serta menurunkan daya beli masyarakat dan kapasitas produksi industri sehingga investor masih enggan berinvestasi, selain daya beli masyarakat sedang menurun, mobilitas terganggu, kapasitas produksi industri juga menurun.
Untuk itu, pemerintah untuk tetap memprioritaskan penanganan COVID-19 agar efektivitas UU Cipta Kerja dalam menarik investor bisa terwujud dengan baik. Karena, keberhasilan pemerintah dalam menangani kasus dan dampak COVID-19 nantinya akan menjadi salah satu faktor yang membuat investor percaya terhadap Indonesia.
Manfaat ekonomi
RUU Cipta Kerja menjadi polemik. Namun, Pemerintah mengharapkan RUU Cipta Kerja dapat mengurai kompleksitas masalah ketenagakerjaan di Tanah Air mulai dari daya saing rendah, meningkatnya angkatan kerja yang membutuhkan lapangan kerja baru, hingga obesitas dalam regulasi.
Sekretaris Kementerian Koordinator (Kemenko) Bidang Perekonomian Susiwijono Moegiarso menilai UU Cipta Kerja memberikan kepastian dan kecepatan perizinan investasi serta adanya kepastian hukum.
Pemerintah pun menargetkan RUU Cipta Kerja bisa menjadi jalan bagi perbaikan drastis struktur ekonomi nasional di tengah pandemi COVID-19 sehingga bisa mencapai pertumbuhan ekonomi di kisaran 5,7 persen hingga 6 persen pada tahun 2021. Caranya, menciptakan lapangan kerja sebanyak 2,7 juta hingga 3 juta per tahun atau meningkat dari saat ini dua juta per tahun.
Peningkatan investasi sebesar 6,6 sampai 7 persen untuk membangun usaha baru atau mengembangkan usaha yang akan menciptakan lapangan kerja baru dan meningkatkan kesejahteraan pekerja.
Selain itu, juga ada pemberdayaan UMKM dan koperasi yang mendukung peningkatan kontribusi UMKM terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) menjadi 65 persen dan peningkatan kontribusi koperasi terhadap PDB menjadi 5,5 persen.
Pemerintah mengklaim sejumlah manfaat akan dirasakan masyarakat setelah berlakunya RUU Cipta Kerja, antara lain UMKM dan Koperasi yaitu memberikan kemudahan dan kepastian dalam proses perizinan melalui OSS (Online Single Submission), pendaftaran Hak Kekayaan Intelektual (HAKI), dan kemudahan dalam mendirikan Perseroan Terbuka (PT) perseorangan.
Selanjutnya, memberikan kemudahan pendirian koperasi, menjamin percepatan dan kepastian dalam proses sertifikasi halal dengan biaya sertifikasi yang ditanggung pemerintah, serta diberikan keleluasaan melaksanakan prinsip usaha koperasi secara syariah.
Selanjutnya, RUU Cipta Kerja ini menjamin adanya kepastian dalam pemberian pesangon. Pemerintah menerapkan Program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) dengan tidak mengurangi manfaat Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Kematian (JKm), Jaminan Hari Tua (JHT), dan Jaminan Pensiun (JP), serta tidak menambah beban iuran dari pekerja atau pengusaha.
Nelayan akan mendapat kemudahan melalui penyederhanaan perizinan berusaha untuk kapal perikanan, cukup satu pintu melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).
Bagi Pelaku Usaha, RUU Cipta Kerja akan memberi manfaat yang mencakup kemudahan dan kepastian dalam mendapatkan perizinan berusaha dengan penerapan perizinan berbasis risiko (risk based approach) dan penerapan standar. Selain, juga mempercepat pembangunan rumah bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) dan percepatan reformasi agraria dan redistribusi tanah.
Menko Perekonomian Airlangga mengatakan kehadiran UU Cipta Kerja bisa menjadi solusi karena dapat menghapus dan menyederhanakan UU yang mempersulit investasi.
Untuk itulah diperlukan UU Cipta Kerja yang mengubah atau merevisi beberapa UU yang menghambat pencapaian tujuan dan penciptaan lapangan kerja, sekaligus sebagai instrumen dan penyederhanaan serta peningkatan efektivitas birokrasi,.
Kini, DPR dan Pemerintah telah mengesahkan RUU Cipta Kerja, sebagai jawaban untuk menyediakan lapangan kerja dalam jumlah masif bagi masyarakat melalui penguatan investasi.
Namun tantangan terbesarnya adalah UU Cipta Kerja ini dapat menjadi langkah besar bagi pemerintah dalam melakukan penyederhanaan aturan birokrasi, terlalu berbelit dan tumpang tindih yang kerap menghambat masuknya investasi.
Dengan demikian, tujuan membuka lapangan kerja seluas-luasnya, meningkatkan kompetensi pekerja, meningkatkan kesejahteraan pekerja, meningkatkan daya saing UMKM, dapat berujung pada pemulihan perekonomian nasional.
Baca juga: Menaker: Prematur simpulkan pekerja rentan PHK akibat UU Cipta Kerja
Baca juga: Kemenkeu: UU Cipta Kerja modal pemulihan selain pengendalian COVID-19
Baca juga: Menaker: Cipta Kerja perhatikan uji materi UU Ketenagakerjaan oleh MK
Dihadiri 318 orang dari 575 anggota DPR, rapat memenuhi kuorum yaitu lebih setengah dari jumlah anggota DPR baik yang hadir di Gedung DPR maupun secara virtual, dengan menerapkan protokol kesehatan pandemi COVID-19.
Pengesahan RUU Cipta Kerja juga dihadiri langsung perwakilan pemerintah, di antaranya Menko Perekonomian Airlangga Hartarto, Menteri Keuangan Sri Mulyani, dan Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly.
Sebanyak enam fraksi menyatakan setuju, 1 fraksi setuju dengan catatan, dan 2 fraksi menolak persetujuan RUU Cipta Kerja menjadi UU. Fraksi yang setuju adalah PDI Perjuangan, Golkar, Gerindra, NasDem, PKB, PPP, dan PAN. Hanya Fraksi Partai Demokrat dan PKS yang menolak pengesahan RUU Cipta Kerja.
Banyak kalangan yang menilai bahwa pengesahan UU Cipta Kerja terkesan terlalu dipaksakan atau seperti “kejar tayang”. Karena, pembahasan keputusan di tingkat Pansus berlangsung Sabtu (3/10) malam hingga Minggu (4/10) dinihari, dan kemudian disahkan pada Senin (5/10).
Padahal, menurut Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Supratman Andi Agus, Badan Legislasi bersama pemerintah dan DPD telah melaksanakan rapat sebanyak 64 kali, meliputi 2 kali rapat kerja, 56 kali rapat panja, dan 6 kali rapat Tim Perumus dan Tim Sinkronisasi.
"Bahkan pada masa reses tetap melakukan rapat baik di dalam maupun luar gedung atas persetujuan pimpinan DPR," kata Suratman.
Rapat paripurna sempat riuh yang berujung pada aksi walk out Fraksi Partai Demokrat. Anggota Fraksi Partai Demokrat Benny K Harman menyampaikan interupsi ketika pemerintah akan menyampaikan pandangannya terhadap RUU Cipta Kerja. Namun, ditolak pimpinan rapat Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin.
Menurut catatan, RUU Cipta Kerja terdiri atas 15 Bab dan 185 Pasal yang substansinya mencakup 11 klaster, meliputi klaster Penyederhanaan Perizinan Berusaha, Persyaratan Investasi, Ketenagakerjaan, Kemudahan, Pemberdayaan dan Perlindungan UMKM.
Selanjutnya, klaster Kemudahan Berusaha, Dukungan Riset dan Inovasi, Administrasi Pemerintahan, Pengenaan Sanksi, Pengadaan Lahan, Investasi dan Proyek Pemerintah dan klaster Kawasan Ekonomi.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan RUU Cipta Kerja merespons kondisi perekonomian akibat dampak COVID-19. Pemerintah sudah merespons dengan menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 82 Tahun 2020. Perpres tersebut terkait pembentukan Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN).
“Proses pembahasan RUU Cipta Kerja sudah transparan terhadap publik. RUU Cipta Kerja sudah mengakomodasi kepentingan buruh, terutama terkait isu perlindungan dan kepastian hak bagi pekerja buruh,” katanya.
Dengan adanya RUU Cipta Kerja, negara hadir dalam bentuk hubungan industrial Pancasila. "Yang mengutamakan hubungan tripartit antara pemerintah, pekerja dan pengusaha dengan dikeluarkannya jaminan kehilangan pekerjaan," ujarnya.
Pro Kontra
DPR dan Pemerintah telah mengesahkan UU Cipta Kerja, namun pro dan kontra masih mewarnai perdebatan di ranah publik, terutama terkait isu ketenagakerjaan.
Beberapa pekan sebelum pengesahan RUU Cipta Kerja ini, ancaman demo sejumlah kelompok buruh untuk menolak RUU Cipta Kerja ini sudah kencang. Inti dari penolakan, karena menganggap UU tersebut lebih menguntungkan pengusaha, namun di sisi lain menekan kehidupan pekerja
Bahkan, ancaman tersebut telah mengarah ajakan mogok kerja nasional. Aksi mogok nasional rencananya dilakukan selama tiga hari berturut-turut, mulai 6 Oktober hingga 8 Oktober 2020 saat sidang paripurna. Namun, RUU Cipta Kerja telah disahkan pada 5 Oktober 2020.
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal mengatakan mogok nasional disebut akan diikuti kurang lebih 5 juta buruh di ribuan perusahaan yang tersebar di 25 provinsi dan 300 kabupaten/kota.
Melibatkan beberapa sektor industri, mulai dari sektor usaha seperti kimia, energi, pertambangan, tekstil, garmen, sepatu, otomotif dan komponen, elektronik dan komponen. Selain itu, dari industri besi dan baja, farmasi dan kesehatan, percetakan dan penerbitan, industri pariwisata, industri semen, telekomunikasi, pekerja transportasi, pekerja pelabuhan, logistik, perbankan.
Kontra terhadap UU Cipta Kerja juga disampaikan politisi Partai Demokrat Syarief Hasan, yang meminta agar ditunda karena ada aspirasi masyarakat yang tidak terserap oleh pemerintah dalam draf RUU tersebut. "Aturan baru ini malah tidak implementatif, kontraproduktif, dan tidak prorakyat," ujar Syarief.
Namun, beleid ini disambut kalangan pengusaha yang bisa mendorong bangkitnya dunia usaha yang berujung pada pemulihan ekonomi nasional dan meningkatkan daya saing Indonesia.
Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Rosan P Roeslani mengatakan UU Cipta Kerja diharapkan dapat mendorong perekonomian dan investasi, melalui penciptaan dan perluasan lapangan kerja.
UU Cipta Kerja mampu menjawab dan menyelesaikan berbagai permasalahan yang menghambat peningkatan investasi dan membuka lapangan kerja terutama di tengah masih merebaknya pandemi COVID-19.
Penyederhanaan sistem birokrasi dan perizinan, kemudahan bagi pelaku usaha terutama UMKM, ekosistem investasi yang kondusif, hingga tercipta lapangan kerja yang semakin besar untuk menjawab kebutuhan angkatan kerja yang terus bertambah.
Saat ini banyak pekerja yang kehilangan pekerjaan atau menjadi paruh waktu. RUU Ciptaker menjadi penting dan diperlukan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi melalui program pemulihan dan transformasi ekonomi.
Pengamat ekonomi Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira menyatakan efektivitas UU Cipta Kerja dalam menarik investor asing masuk ke Indonesia masih terhambat oleh adanya pandemi COVID-19.
Pandemi COVID-19 menyebabkan mobilitas terganggu serta menurunkan daya beli masyarakat dan kapasitas produksi industri sehingga investor masih enggan berinvestasi, selain daya beli masyarakat sedang menurun, mobilitas terganggu, kapasitas produksi industri juga menurun.
Untuk itu, pemerintah untuk tetap memprioritaskan penanganan COVID-19 agar efektivitas UU Cipta Kerja dalam menarik investor bisa terwujud dengan baik. Karena, keberhasilan pemerintah dalam menangani kasus dan dampak COVID-19 nantinya akan menjadi salah satu faktor yang membuat investor percaya terhadap Indonesia.
Manfaat ekonomi
RUU Cipta Kerja menjadi polemik. Namun, Pemerintah mengharapkan RUU Cipta Kerja dapat mengurai kompleksitas masalah ketenagakerjaan di Tanah Air mulai dari daya saing rendah, meningkatnya angkatan kerja yang membutuhkan lapangan kerja baru, hingga obesitas dalam regulasi.
Sekretaris Kementerian Koordinator (Kemenko) Bidang Perekonomian Susiwijono Moegiarso menilai UU Cipta Kerja memberikan kepastian dan kecepatan perizinan investasi serta adanya kepastian hukum.
Pemerintah pun menargetkan RUU Cipta Kerja bisa menjadi jalan bagi perbaikan drastis struktur ekonomi nasional di tengah pandemi COVID-19 sehingga bisa mencapai pertumbuhan ekonomi di kisaran 5,7 persen hingga 6 persen pada tahun 2021. Caranya, menciptakan lapangan kerja sebanyak 2,7 juta hingga 3 juta per tahun atau meningkat dari saat ini dua juta per tahun.
Peningkatan investasi sebesar 6,6 sampai 7 persen untuk membangun usaha baru atau mengembangkan usaha yang akan menciptakan lapangan kerja baru dan meningkatkan kesejahteraan pekerja.
Selain itu, juga ada pemberdayaan UMKM dan koperasi yang mendukung peningkatan kontribusi UMKM terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) menjadi 65 persen dan peningkatan kontribusi koperasi terhadap PDB menjadi 5,5 persen.
Pemerintah mengklaim sejumlah manfaat akan dirasakan masyarakat setelah berlakunya RUU Cipta Kerja, antara lain UMKM dan Koperasi yaitu memberikan kemudahan dan kepastian dalam proses perizinan melalui OSS (Online Single Submission), pendaftaran Hak Kekayaan Intelektual (HAKI), dan kemudahan dalam mendirikan Perseroan Terbuka (PT) perseorangan.
Selanjutnya, memberikan kemudahan pendirian koperasi, menjamin percepatan dan kepastian dalam proses sertifikasi halal dengan biaya sertifikasi yang ditanggung pemerintah, serta diberikan keleluasaan melaksanakan prinsip usaha koperasi secara syariah.
Selanjutnya, RUU Cipta Kerja ini menjamin adanya kepastian dalam pemberian pesangon. Pemerintah menerapkan Program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) dengan tidak mengurangi manfaat Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Kematian (JKm), Jaminan Hari Tua (JHT), dan Jaminan Pensiun (JP), serta tidak menambah beban iuran dari pekerja atau pengusaha.
Nelayan akan mendapat kemudahan melalui penyederhanaan perizinan berusaha untuk kapal perikanan, cukup satu pintu melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).
Bagi Pelaku Usaha, RUU Cipta Kerja akan memberi manfaat yang mencakup kemudahan dan kepastian dalam mendapatkan perizinan berusaha dengan penerapan perizinan berbasis risiko (risk based approach) dan penerapan standar. Selain, juga mempercepat pembangunan rumah bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) dan percepatan reformasi agraria dan redistribusi tanah.
Menko Perekonomian Airlangga mengatakan kehadiran UU Cipta Kerja bisa menjadi solusi karena dapat menghapus dan menyederhanakan UU yang mempersulit investasi.
Untuk itulah diperlukan UU Cipta Kerja yang mengubah atau merevisi beberapa UU yang menghambat pencapaian tujuan dan penciptaan lapangan kerja, sekaligus sebagai instrumen dan penyederhanaan serta peningkatan efektivitas birokrasi,.
Kini, DPR dan Pemerintah telah mengesahkan RUU Cipta Kerja, sebagai jawaban untuk menyediakan lapangan kerja dalam jumlah masif bagi masyarakat melalui penguatan investasi.
Namun tantangan terbesarnya adalah UU Cipta Kerja ini dapat menjadi langkah besar bagi pemerintah dalam melakukan penyederhanaan aturan birokrasi, terlalu berbelit dan tumpang tindih yang kerap menghambat masuknya investasi.
Dengan demikian, tujuan membuka lapangan kerja seluas-luasnya, meningkatkan kompetensi pekerja, meningkatkan kesejahteraan pekerja, meningkatkan daya saing UMKM, dapat berujung pada pemulihan perekonomian nasional.
Baca juga: Menaker: Prematur simpulkan pekerja rentan PHK akibat UU Cipta Kerja
Baca juga: Kemenkeu: UU Cipta Kerja modal pemulihan selain pengendalian COVID-19
Baca juga: Menaker: Cipta Kerja perhatikan uji materi UU Ketenagakerjaan oleh MK
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2020
Tags: