Jakarta (ANTARA) - Kepala Bidang Mitigasi Gempa bumi dan Tsunami Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Daryono mengatakan pantai rawan bencana boleh dijadikan lokasi wisata termasuk mendirikan bangunan tapi harus memenuhi syarat keamanan mitigasi.

"Bukannya di pantai rawan bencana tidak boleh dibangun bangunan tapi harus memenuhi syarat. Setelah semua dipenuhi maka dibuatkan sertifikat," kata Daryono dalam Webinar meneropong ancaman megathust Selatan Jawa dan bagaimana upaya mitigasinya yang dipantau secara daring di Jakarta, Selasa.

Sertifikasi yang dimaksud adalah sertifikasi wisata pantai seperti yang sudah diadopsi hotel-hotel di Bali dan mulai berkembang di kawasan wisata di daerah lain.

Menurut dia, hotel-hotel di Bali yang sudah memiliki sertifikasi lebih laku karena dianggap oleh wisatawan lebih aman dari risiko bencana.

"Sertifikasi wisata pantai ini harus dikembangkan, jadi sudah bukan zamannya lagi kalau gempa dan tsunami terjadi, setelahnya pariwisata menjadi sepi," tambah dia.
Warga melihat ombak menghempas di Pantai Pasirbaru, Sungai Limau, Kabupaten Padangpariaman, Sumatera Barat, Minggu (4/8/2019). Sejumlah rumah dan bangunan di pantai tersebut terancam abrasi pantai, sementara sebagian sudah hancur dan hilang tergerus ombak. ANTARA FOTO/Iggoy el Fitra/wsj.

Baca juga: UGM kembangkan sistem pendeteksi gempa bumi

Baca juga: Memahami gempa megathrust dan risikonya


Lebih lanjut dia mengatakan, bangunan yang berada di pantai rawan becana harus memenuhi syarat seperti tahan gempa dan tinggi untuk tempat evakuasi dari tsunami.

Selain itu, kawasan pantai rawan bencana juga harus ditata berbasis risiko bencana.

Misalnya perlu membuat hutan pantai yang efektif menahan laju tsunami, membuat peta kawasan rawan bencana tsunami. Selain itu penting bagi masyarakat pantai untuk memahami edukasi evakuasi sehingga ketika gempa kuat terjadi sudah langsung meninggalkan pantai tanpa menunggu peringatan dini.

Serta memastikan keberadaan rambu evakuasi, jalur evakuasi juga dibuat dan tempat evakuai sementara. Selain itu harus memahami cara selamat saat tsunami sudah dekat misalnya dengan memanjat pohon atau tiang yang tinggi.

"Tidak semua orang yang datang ke pantai warga setempat, jadi perlu dibuat rambu evakuasi agar mereka paham harus menyelamatkan diri kemana saat terjadi bencana," ujar Daryono.

Sementara itu BMKG telah menyiapkan sistem peringatan dini dan juga sistem penyebarluasan informasi terkait tsunami sehingga masyarakat bisa lebih waspada.

Baca juga: BMKG catat aktivitas gempa dirasakan selama September meningkat

Baca juga: Tak cukup sistem peringatan tsunami, edukasi warga harus berlanjut