Jakarta (ANTARA News) - Keppres pengangkatan Tumpak Hatorangan Panggabean sebagai Pelaksana tugas sementara (Plt) Ketua KPK harus dicabut, menyusul penolakan DPR terhadap Perppu penunjukan Plt ketua komisi pemberantasan korupsi itu.

"Tentunya keputusan presiden yang dilandasi oleh Perppu itu harus dicabut, yaitu keputusan presiden yang mengangkat kami sebagai ketua dan pimpinan KPK sementara, itu menurut saya sah-sah saja," kata Plt Ketua KPK Tumpak Hatorangan Panggabean ketika ditemui di gedung KPK di Jakarta, Kamis.

Dia menjelaskan, pencabutan Keputusan Presiden itu harus didahului dengan pengajuan Rancangan Undang-undang tentang pencabutan Perppu yang telah ditolak oleh DPR.

Tumpak menerima penolakan Perppu oleh DPR dan menurutnya DPR telah menempuh jalur konstitusional untuk mengambil keputusan itu.

Dia juga memahami posisinya adalah pimpinan KPK yang bersifat sementara. "Sejak awal saya tahu konsekuensi itu. Kehadiran saya disini adalah sementara," katanya.

Menurut Tumpak, tanpa dirinya, KPK tetap bisa bekerja karena masih ada empat orang yang akan memimpin lembaga tersebut.

"Empat orang pimpinan sudah bisa melaksanakan pekerjaan ini," katanya.

Tumpak menjabat di KPK bersama dua pelaksana tugas sementara yang lain, yaitu Mas Achmad Santosa dan Waluyo. Mereka menjadi pimpinan KPK berdasar Perppu nomor 4 tahun 2009.

Dalam perkembangannya, posisi Mas Achmad Santosa dan Waluyo digantikan oleh Bibit Samad Rianto dan Chandra M. Hamzah yang kembali ke KPK setelah terjerat kasus hukum.

Sementara itu, Perppu yang melandasi pengangkatan Tumpak, Mas Achmad, dan Waluyo ditolak oleh DPR.

Oleh karena itu, anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Watimpres), Jimly Asshiddiqie meminta pemerintah untuk segera mengajukan Rancangan Undang-undang (RUU) tentang pencabutan Perppu tersebut.

"Saya kira sebaiknya segera pemerintah mengajukan Rancangan Undang-undang pencabutan," kata Jimly setelah bertemu pimpinan KPK di gedung KPK.

Beberapa kalangan berpendapat, penolakan Perppu itu berdampak pada keberadaan Tumpak Hatorangan Panggabean sebagai pelaksana tugas sementara Ketua KPK.

Menurut Jimly, Undang-undang nomor 10 tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan menyatakan, pencabutan Perppu harus dilakukan melalui penerbitan Undang-undang tentang pencabutan Perppu tersebut.

Pencabutan Perppu harus dilakukan jika DPR menyatakan tidak menerima Perppu tersebut. "Perppu kalau dinyatakan tidak diterima DPR, maka Perppu itu harus dicabut," katanya.

Menurut Jimly, Tumpak masih bisa memimpin KPK selama belum ada Undang-undang tentang pencabutan Perppu.

Hal yang sama juga dikatakan oleh mantan Ketua KPK, Taufiequrrachman Ruki. Dia menegaskan, Tumpak masih bisa menjabat di KPK sebelum ada pencabutan Perppu melalui Undang-undang.

Ruki menjelaskan, Undang-undang pencabutan itu bisa sekaligus mengatur konsekuensi pencabutan Perppu.

"Misalnya konsekuensinya adalah pak Tumpak harus meninggalkan KPK," kata Ruki.

Aturan pencabutan itu dimuat dalam pasal 25 Undang-undang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

Ayat (3) aturan itu menyatakan, "Dalam hal Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang ditolak Dewan Perwakilan Rakyat, maka Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang tersebut tidak berlaku.

Sedangkan ayat (4) menyatakan, "Dalam hal Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang ditolak Dewan Perwakilan Rakyat, maka

Presiden mengajukan rancangan undang-undang tentang pencabutan peraturan pemerintah pengganti undang-undang tersebut yang dapat mengatur pula segala akibat dari penolakan tersebut."

(F008/S026)