Jakarta (ANTARA News) - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Kamis, mengatakan sejarahlah yang akan menilai kebijakan menyelamatkan perekonomian dari krisis global yang telah diputuskan olehnya.
"Pada saatnya sejarah yang nantinya akan menilai mengenai posisi pada kebijakan tersebut," ujarnya seusai menghadiri sidang paripurna di gedung DPR RI Jakarta, Kamis.
Sri menyatakan, kebijakan yang telah dibuat waktu itu dilakukan dengan pertimbangan profesional dan dia bertanggung jawab penuh terhadap kebenaran untuk menjalankan wewenang negara untuk melindungi masyarakat dan perekonomian dari gejolak krisis global yang mungkin terjadi.
Tetapi, Sri menyatakan menghormati keputusan akhir paripurna DPR RI, semalam, yang menyatakan ada pelanggaran dalam penyelamatan Bank Century.
Ia juga mengatakan, kebijakan yang telah diputuskan pada waktu itu adalah kebijakan yang tepat dan diambil berdasarkan kewenangan yang dimiliki sebagai pejabat negara serta bukan kebijakan yang diambil melalui pertimbangan politik.
"Tindakan tersebut diambil dan kebenaran yang diutamakan adalah kebenaran esensial berdasarkan kewenangan yang saya miliki. Tentunya berbeda dengan kebenaran berdasarkan pilihan politik maupun karena adanya kekuasaan," ujarnya.
Sri menilai proses hukum terhadap hasil rekomendasi rapat paripurna DPR memang seharusnya dilakukan dan terhadap siapapun yang dianggap melanggar peraturan perundang-udanganan atau merugikan negara.
Dia meminta tetap diberikan kesempatan untuk menjalankan tugasnya dengan baik, sebelum Presiden dan pemerintah secara keseluruhan akan meyampaikan sikap terhadap hasil tersebut.
Sri enggan mengomentari kemungkinan tuntutan nonaktif atau mengundurkan diri dari jabatan Menteri Keuangan Republik Indonesia kepadanya.
"Saya tidak memberikan reaksi lebih lanjut, itu statement saya, mohon dipahami," ujarnya. (*)
Sri Mulyani: Sejarahlah Yang Menilai
4 Maret 2010 14:10 WIB
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, menyampaikan pandangan pemerintah pada rapat paripurna Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (4/3). (ANTARA/Ismar Patrizki)
Pewarta:
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2010
Tags: