Bisnis batik di Kota Malang lesu terhantam pandemi COVID-19
2 Oktober 2020 16:57 WIB
Pembeli melihat motif kain batik di salah satu toko kain batik yang ada di Kota Malang, Jawa Timur, Jumat (2/10/2020). ANTARA/Vicki Febrianto.
Malang, Jawa Timur (ANTARA) - Pelaku usaha batik di Kota Malang, Jawa Timur menyatakan bahwa pandemi COVID-19 memberikan dampak cukup besar terhadap penurunan omzet penjualan batik, di wilayah tersebut.
Pemilik Toko Batik Among Sari di Kota Malang, Jawa Timur, Abin Eka Pramana (44), mengatakan bahwa omzet penjualan batik sejak pandemi virus corona, mengalami penurunan hingga 60 persen dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya.
"Omzet penjualan turun sekitar 60 persen akibat pandemi COVID-19 ini," kata Eka, di Malang, Jawa Timur, Jumat.
Eka menambahkan penurunan penjualan batik tersebut mulai dirasakan sejak awal pandemi COVID-19 melanda Indonesia, atau kurang lebih pada Maret 2020. Omzet penjualan sejak saat itu menurun cukup drastis.
Menurut Eka, kondisi yang terjadi saat ini dirasakan cukup berat bagi para pelaku usaha bisnis batik seperti dirinya. Bahkan, pada bulan Ramadhan lalu yang biasanya penjualan batik meningkat, pada akhirnya lesu akibat terdampak pandemi COVID-19.
"Pada saat Ramadhan seharusnya untuk pelaku usaha seperti kita itu merupakan masa peningkatan penjualan, namun kenyataannya lesu. Kondisi ini cukup berat," kata pemilik toko di kawasan Kayutangan Kota Malang itu.
Eka mengatakan untuk mendongkrak penjualan batik di masa pandemi COVID-19, dirinya juga memanfaatkan platform digital seperti market place, dan media sosial lainnya. Namun, pemanfaatan platform digital tidak sepenuhnya mampu mendorong penjualan.
"Penjualan bertambah sekitar sepuluh persen. Namun, untuk berjualan batik secara online itu sulit, karena warna asli batik belum tentu sesuai dengan yang ada di foto," kata Eka.
Bagi para pecinta kain batik, lanjut Eka, untuk memilih motif yang cocok harus melihat secara langsung jenis batik yang diminati. Sehingga untuk mengoptimalkan platform digital untuk penjualan batik terbilang cukup sulit.
Eka mengharapkan pada peringatan Hari Batik Nasional ini bisa menumbuhkan rasa kecintaan masyarakat terhadap kain batik. Selain itu, kebutuhan masyarakat untuk kain batik juga bisa meningkat.
"Harapan saya di Hari Batik Nasional ini, mudah-mudahan kecintaan dan kebutuhan batik masyarakat makin tinggi," kata pemilik toko yang buka sejak tahun 1979 itu.
Sementara itu, salah seorang pengusaha batik lainnya di Kota Malang, Hanan Djalil mengaku omzet penjualan batik di tokonya berkurang drastis selama pandemi COVID-19. Bahkan, Ia mengaku penurunan hingga 99 persen.
Penurunan tersebut disebabkan berkurangnya jumlah kunjungan wisata ke kota terbesar kedua di Jawa Timur itu akibat pandemi COVID-19. Kota Malang merupakan salah satu kota tujuan wisata di Jawa Timur.
"Penjualan turun 99 persen. Karena mayoritas pembeli itu merupakan wisatawan," kata Hanan.
Hanan menambahkan selain sektor pariwisata, penurunan penjualan batik juga dipengaruhi oleh sektor pendidikan. Biasanya, penjualan naik pada saat awal tahun, terutama pada saat dimulainya tahun ajaran baru sekolah, maupun kampus di Kota Malang.
"Mulai Januari kami sudah sepi pembeli. Padahal awal tahun itu biasanya ramai-ramainya. Banyak orang tua dari luar daerah yang mengantarkan anak nya kuliah di Malang dan belanja batik," kata Hanan.
Pria asal Banyuwangi itu berharap pada peringatan Hari Batik Nasional, pemerintah ikut turun tangan membantu para pengusaha dan perajin batik. Salah satu contohnya, dengan memberikan suntikan dana baru.
"Suntikan dana baru harus jadi pemikiran pemerintah. Bagaimana memberikan suntikan modal baru bagi pengusaha batik di daerah. Itu yang dibutuhkan saat ini," ujar Hanan.
Baca juga: Menperin dorong penggunaan teknologi pada industri batik
Baca juga: Gelar pameran, bisnis fesyen tradisional di Palembang mulai menggeliat
Baca juga: Dosen UI latih pelaku usaha batik Betawi
Pemilik Toko Batik Among Sari di Kota Malang, Jawa Timur, Abin Eka Pramana (44), mengatakan bahwa omzet penjualan batik sejak pandemi virus corona, mengalami penurunan hingga 60 persen dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya.
"Omzet penjualan turun sekitar 60 persen akibat pandemi COVID-19 ini," kata Eka, di Malang, Jawa Timur, Jumat.
Eka menambahkan penurunan penjualan batik tersebut mulai dirasakan sejak awal pandemi COVID-19 melanda Indonesia, atau kurang lebih pada Maret 2020. Omzet penjualan sejak saat itu menurun cukup drastis.
Menurut Eka, kondisi yang terjadi saat ini dirasakan cukup berat bagi para pelaku usaha bisnis batik seperti dirinya. Bahkan, pada bulan Ramadhan lalu yang biasanya penjualan batik meningkat, pada akhirnya lesu akibat terdampak pandemi COVID-19.
"Pada saat Ramadhan seharusnya untuk pelaku usaha seperti kita itu merupakan masa peningkatan penjualan, namun kenyataannya lesu. Kondisi ini cukup berat," kata pemilik toko di kawasan Kayutangan Kota Malang itu.
Eka mengatakan untuk mendongkrak penjualan batik di masa pandemi COVID-19, dirinya juga memanfaatkan platform digital seperti market place, dan media sosial lainnya. Namun, pemanfaatan platform digital tidak sepenuhnya mampu mendorong penjualan.
"Penjualan bertambah sekitar sepuluh persen. Namun, untuk berjualan batik secara online itu sulit, karena warna asli batik belum tentu sesuai dengan yang ada di foto," kata Eka.
Bagi para pecinta kain batik, lanjut Eka, untuk memilih motif yang cocok harus melihat secara langsung jenis batik yang diminati. Sehingga untuk mengoptimalkan platform digital untuk penjualan batik terbilang cukup sulit.
Eka mengharapkan pada peringatan Hari Batik Nasional ini bisa menumbuhkan rasa kecintaan masyarakat terhadap kain batik. Selain itu, kebutuhan masyarakat untuk kain batik juga bisa meningkat.
"Harapan saya di Hari Batik Nasional ini, mudah-mudahan kecintaan dan kebutuhan batik masyarakat makin tinggi," kata pemilik toko yang buka sejak tahun 1979 itu.
Sementara itu, salah seorang pengusaha batik lainnya di Kota Malang, Hanan Djalil mengaku omzet penjualan batik di tokonya berkurang drastis selama pandemi COVID-19. Bahkan, Ia mengaku penurunan hingga 99 persen.
Penurunan tersebut disebabkan berkurangnya jumlah kunjungan wisata ke kota terbesar kedua di Jawa Timur itu akibat pandemi COVID-19. Kota Malang merupakan salah satu kota tujuan wisata di Jawa Timur.
"Penjualan turun 99 persen. Karena mayoritas pembeli itu merupakan wisatawan," kata Hanan.
Hanan menambahkan selain sektor pariwisata, penurunan penjualan batik juga dipengaruhi oleh sektor pendidikan. Biasanya, penjualan naik pada saat awal tahun, terutama pada saat dimulainya tahun ajaran baru sekolah, maupun kampus di Kota Malang.
"Mulai Januari kami sudah sepi pembeli. Padahal awal tahun itu biasanya ramai-ramainya. Banyak orang tua dari luar daerah yang mengantarkan anak nya kuliah di Malang dan belanja batik," kata Hanan.
Pria asal Banyuwangi itu berharap pada peringatan Hari Batik Nasional, pemerintah ikut turun tangan membantu para pengusaha dan perajin batik. Salah satu contohnya, dengan memberikan suntikan dana baru.
"Suntikan dana baru harus jadi pemikiran pemerintah. Bagaimana memberikan suntikan modal baru bagi pengusaha batik di daerah. Itu yang dibutuhkan saat ini," ujar Hanan.
Baca juga: Menperin dorong penggunaan teknologi pada industri batik
Baca juga: Gelar pameran, bisnis fesyen tradisional di Palembang mulai menggeliat
Baca juga: Dosen UI latih pelaku usaha batik Betawi
Pewarta: Vicki Febrianto
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2020
Tags: