CIDES Pandang Ketua DPR Tak Sanggup Berdemokrasi
2 Maret 2010 20:12 WIB
Seorang anggota DPR membanting botol minuman dalam kemasan memprotes keputusan Ketua DPR Marzuki Alie (tengah) saat Rapat Paripurna ke-15 DPR RI di Gedung DPR RI Jakarta, Selasa (2/3)/ilustrasi. (ANTARA/Andika Wahyu)
Bandung (ANTARA News) - Ketua Dewan Direktur CIDES (Center for Information and Development Studies) Ricky Rachmadi memandang tindakan sepihak Ketua DPR Marzuki Alie yang menghentikan sidang paripurna tentang penetapan hasil Panitia Angket Bank Century sebagai cerminan tidak sanggup berdemokrasi.
"Tindakan itu telah merusak tatanan berdemokrasi sekaligus merendahkan prosedur konstitusional ataupun aturan pelaksanaan sidang parlemen," kata Ricky melalui surat elektronik dari Jakarta, Selasa, menanggapi rapat paripurna DPR hari ini.
Ricky yang juga Wakil Sekjen DPP Partai Golkar mengingatkan, tanpa kesepakatan dengan pimpinan dewan lainnya, Ketua DPR tidak boleh sesuka hati menghentikan sidang paripurna DPR karena pimpinan DPR bersifat kolektif kolegial.
Penghentian sidang paripurna DPR sepihak itu seharusnya tidak perlu terjadi jika Ketua DPR memiliki kesanggupan dan kedewasaan dalam memimpin sidang, di samping mampu mencerminkan pemahaman tugas-tugas menjalankan demokrasi di dalam parlemen, katanya.
"Secara tidak langsung penghentian sidang itu merupakan bentuk demoralisasi parlemen di hadapan publik," katanya.
Ia berharap cara penghentian seperti itu tidak boleh terulang kembali pada sidang di dalam gedung dewan yang terhormat serta tempat para wakil rakyat membawa misi luhur perjuangan demokrasi.
"Karena cara tersebut jelas menjadi cacat dalam pelaksanaan maupun etika berdemokrasi, termasuk melukai para wakil rakyat itu sendiri," katanya.
Ricky mengatakan, menjadi pimpinan DPR tidak boleh menunjukkan keinginan pribadi atau menonjolkan kepentingan partai yang diwakilinya sehingga untuk memimpin sidang pun pimpinan DPR perlu meletakkan pada kaidah kebersamaan dan menjaga kewibawaan demokrasi.
"Jadi, Ketua DPR dalam memimpin sidang harus terbuka dan bersikap demokratis, tidak boleh menjadikan jalannya sidang di DPR sebagai rapat internal partai," katanya.
(T.B009/R009)
"Tindakan itu telah merusak tatanan berdemokrasi sekaligus merendahkan prosedur konstitusional ataupun aturan pelaksanaan sidang parlemen," kata Ricky melalui surat elektronik dari Jakarta, Selasa, menanggapi rapat paripurna DPR hari ini.
Ricky yang juga Wakil Sekjen DPP Partai Golkar mengingatkan, tanpa kesepakatan dengan pimpinan dewan lainnya, Ketua DPR tidak boleh sesuka hati menghentikan sidang paripurna DPR karena pimpinan DPR bersifat kolektif kolegial.
Penghentian sidang paripurna DPR sepihak itu seharusnya tidak perlu terjadi jika Ketua DPR memiliki kesanggupan dan kedewasaan dalam memimpin sidang, di samping mampu mencerminkan pemahaman tugas-tugas menjalankan demokrasi di dalam parlemen, katanya.
"Secara tidak langsung penghentian sidang itu merupakan bentuk demoralisasi parlemen di hadapan publik," katanya.
Ia berharap cara penghentian seperti itu tidak boleh terulang kembali pada sidang di dalam gedung dewan yang terhormat serta tempat para wakil rakyat membawa misi luhur perjuangan demokrasi.
"Karena cara tersebut jelas menjadi cacat dalam pelaksanaan maupun etika berdemokrasi, termasuk melukai para wakil rakyat itu sendiri," katanya.
Ricky mengatakan, menjadi pimpinan DPR tidak boleh menunjukkan keinginan pribadi atau menonjolkan kepentingan partai yang diwakilinya sehingga untuk memimpin sidang pun pimpinan DPR perlu meletakkan pada kaidah kebersamaan dan menjaga kewibawaan demokrasi.
"Jadi, Ketua DPR dalam memimpin sidang harus terbuka dan bersikap demokratis, tidak boleh menjadikan jalannya sidang di DPR sebagai rapat internal partai," katanya.
(T.B009/R009)
Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2010
Tags: