Warga lakukan ritual di lokasi temuan batuan candi hulu Sungai Belan
1 Oktober 2020 23:07 WIB
Warga Penghayat Kepercayaan Pahoman Sejati melakukan ritual bakti alam di lokasi penemuan batuan candi di hulu Sungai Belan di Dusun Windusabrang, Desa Wonolelo, Sawangan, Kabupaten Magelang. ANTARA/Anis Efizudin
Magelang (ANTARA) - Warga Penghayat Kepercayaan Pahoman Sejati melakukan ritual bakti alam di lokasi penemuan batuan candi di hulu Sungai Belan di Dusun Windusabrang, Desa Wonolelo, Sawangan, Kabupaten Magelang, Kamis.
Sesepuh Penghayat Kepercayaan Pahoman Sejati Ki Reksajiwa yang memimpin ritual mengatakan melalui ritual ini diharapkan warga sekitar bisa menjaga dan melestarikan bangunan peninggalan nenek moyang tersebut.
Dalam ritual tersebut ada beberapa sesaji yang dibawa, antara lain berupa ingkung ayam, tumpeng, jajan pasar, dan bunga.
Ritual dilakukan di depan batuan candi.
Baca juga: BPCB Jateng ekskavasi temuan candi di Dieng Banjarnegara
Ia berharap temuan ini bisa dijaga dan dilestarikan. Jika tidak dijaga dan dilestarikan nantinya anak cucu tidak bisa melihat terhadap keberadaan bangunan ini.
Seorang warga Penghayat Pahoman Sejati Agung Nugroho mengatakan, ritual bakti alam bertujuan untuk mengucapkan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa.
"Kita menyampaikan bakti kita karena selama ini kebanyakan tidak menyadari kita hidup bergantung pada alam. Kita dihidupi oleh Tuhan Yang Maha Esa melalui keberadaan alam yang ada. Ritual bakti alam ini terkait dengan penemuan situs yang diduga candi bentuknya petirtaan," katanya.
Baca juga: Pemkab Magelang dukung penelitian temuan Candi Petirtaan Mantingan
Batuan candi tersebut berupa batu andesit pertama ditemukan oleh penambang pasir Ginut (40) di lahan milik Bukari sekitar sebulan yang lalu. Penemuan bebatuan ini berada di kedalaman sekitar satu meter.
"Waktu itu saya mencari pasir menemukan batu tatanan. Batu itu saya bersihkan dan saya kumpulkan," katanya.
Staf Kelompok Kerja Pemanfaatan Pengembangan dan Publikasi BPCB Provinsi Jawa Tengah, Putu Dananjaya mengatakan yang telah meninjau lokasi penemuan batuan tersebut menuturkan melihat temuan dan pahatannya diduga hampir sama atau semasa dengan keberadaan candi di sekitarnya seperti Candi Asu, Candi Lumbung dan Candi Pendem.
Ia menyampaikan berdasarkan prasasti yang ada dibangun antara abad ke-9 sampai ke-10.
Pihaknya belum bisa menentukan itu petirtaan atau candi.
Baca juga: Penganut Kejawen ritual jalan kaki ke makam Bonokeling
Baca juga: Temuan batu dakon indikasi jejak hunian tua di Tidore
Sesepuh Penghayat Kepercayaan Pahoman Sejati Ki Reksajiwa yang memimpin ritual mengatakan melalui ritual ini diharapkan warga sekitar bisa menjaga dan melestarikan bangunan peninggalan nenek moyang tersebut.
Dalam ritual tersebut ada beberapa sesaji yang dibawa, antara lain berupa ingkung ayam, tumpeng, jajan pasar, dan bunga.
Ritual dilakukan di depan batuan candi.
Baca juga: BPCB Jateng ekskavasi temuan candi di Dieng Banjarnegara
Ia berharap temuan ini bisa dijaga dan dilestarikan. Jika tidak dijaga dan dilestarikan nantinya anak cucu tidak bisa melihat terhadap keberadaan bangunan ini.
Seorang warga Penghayat Pahoman Sejati Agung Nugroho mengatakan, ritual bakti alam bertujuan untuk mengucapkan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa.
"Kita menyampaikan bakti kita karena selama ini kebanyakan tidak menyadari kita hidup bergantung pada alam. Kita dihidupi oleh Tuhan Yang Maha Esa melalui keberadaan alam yang ada. Ritual bakti alam ini terkait dengan penemuan situs yang diduga candi bentuknya petirtaan," katanya.
Baca juga: Pemkab Magelang dukung penelitian temuan Candi Petirtaan Mantingan
Batuan candi tersebut berupa batu andesit pertama ditemukan oleh penambang pasir Ginut (40) di lahan milik Bukari sekitar sebulan yang lalu. Penemuan bebatuan ini berada di kedalaman sekitar satu meter.
"Waktu itu saya mencari pasir menemukan batu tatanan. Batu itu saya bersihkan dan saya kumpulkan," katanya.
Staf Kelompok Kerja Pemanfaatan Pengembangan dan Publikasi BPCB Provinsi Jawa Tengah, Putu Dananjaya mengatakan yang telah meninjau lokasi penemuan batuan tersebut menuturkan melihat temuan dan pahatannya diduga hampir sama atau semasa dengan keberadaan candi di sekitarnya seperti Candi Asu, Candi Lumbung dan Candi Pendem.
Ia menyampaikan berdasarkan prasasti yang ada dibangun antara abad ke-9 sampai ke-10.
Pihaknya belum bisa menentukan itu petirtaan atau candi.
Baca juga: Penganut Kejawen ritual jalan kaki ke makam Bonokeling
Baca juga: Temuan batu dakon indikasi jejak hunian tua di Tidore
Pewarta: Heru Suyitno
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2020
Tags: