Rusia, Prancis tingkatkan seruan gencatan senjata di Nagorno-Karabakh
1 Oktober 2020 19:17 WIB
Sebuah pemandangan memperlihatkan sebuah rumah, yang menurut warga lokal rusak akibat penembakan yang dilakukan oleh pasukan Azeri baru-baru ini, di kota Martuni di wilayah Nagorno-Karabakh, Senin (28/9/2020). ANTARA FOTO/Hayk Baghdasaryan/Photolure via REUTERS/hp/cfo
Baku/Yerevan (ANTARA) - Rusia dan Prancis meningkatkan seruan untuk gencatan senjata segera antara Azerbaijan dan pasukan etnis Armenia pada Kamis, ketika jumlah korban tewas meningkat dalam bentrokan terberat di sekitar wilayah Nagorno-Karabakh sejak 1990-an.
Kremlin mengatakan Presiden Vladimir Putin dan Presiden Prancis Emmanuel Macron telah membahas langkah-langkah yang dapat diambil oleh kelompok Minsk dari Organisasi untuk Keamanan dan Kerja Sama (OSCE), yang menengahi konflik tersebut, untuk mengakhiri pertempuran.
Rusia juga telah menawarkan untuk menjadi tuan rumah para menteri luar negeri Armenia dan Azerbaijan untuk pembicaraan tentang mengakhiri pertempuran yang berkobar sejak Minggu (27/9), menghidupkan kembali konflik yang telah berlangsung selama puluhan tahun di daerah kantong pegunungan di wilayah Kaukasus Selatan.
Meletusnya kembali "konflik beku" sejak runtuhnya Uni Soviet telah menimbulkan kekhawatiran tentang stabilitas di Kaukasus Selatan, koridor pipa yang membawa minyak dan gas ke pasar dunia, dan meningkatkan kekhawatiran bahwa kekuatan regional Rusia dan Turki bisa ditarik masuk.
"Presiden Macron dan Putin sepakat tentang perlunya upaya bersama untuk mencapai gencatan senjata dalam kerangka Minsk," kata kantor Macron dalam sebuah pernyataan setelah kedua pemimpin itu berbicara melalui telepon Rabu malam (30/9).
Baca juga: Armenia nyatakan Sukhoi miliknya ditembak jatuh, Azerbaijan membantah
Baca juga: Putin desak semua pihak untuk tahan tembakan di Nagorno-Karabakh
Kremlin mengatakan tidak ada alternatif selain menggunakan "metode politik dan diplomatik" untuk menyelesaikan krisis.
Rusia dan Prancis menjadi ketua bersama kelompok Minsk dengan Amerika Serikat. Kelompok tersebut belum bertemu sejak pertempuran terakhir dimulai.
Kantor Macron mengatakan dia dan Putin "juga berbagi keprihatinan mereka terkait pengiriman tentara bayaran Suriah oleh Turki ke Nagorno-Karabakh".
Kremlin tidak menyebutkan hal ini dan Turki telah membantah mengirim tentara bayaran. Tetapi Rusia, yang memiliki pangkalan militer di Armenia, mengatakan pada Rabu bahwa pejuang Suriah dan Libya dari kelompok bersenjata ilegal dikirim ke Nagorno-Karabakh.
Turki, sekutu dekat Azerbaijan yang sebagian besar beragama Islam, telah mengatakan akan "melakukan apa yang diperlukan" untuk mendukung Azerbaijan. Macron, yang negaranya menampung sekitar 600.000 orang asal Armenia, menuduh Turki melakukan retorika "suka perang".
Rusia mengatakan akan terus menangani krisis baik secara independen maupun dengan perwakilan lain dari kelompok Minsk.
Kantor jaksa penuntut umum Azerbaijan mengatakan penembakan oleh Armenia telah menewaskan seorang warga sipil di kota Terter Azeri pada Kamis pagi dan merusak stasiun kereta kota itu.
Juru bicara kementerian pertahanan Armenia mengatakan situasinya tetap tegang dan pasukan Azerbaijan telah mencoba untuk berkumpul kembali tetapi dicegah melakukannya.
Armenia mengatakan dua warga negara Prancis yang bekerja untuk surat kabar Le Monde Prancis terluka selama penembakan Azeri di kota Martuni di Armenia dan dibawa ke rumah sakit. Sumber pemerintah Armenia mengatakan kondisi mereka sangat parah.
Rekaman televisi yang dirilis oleh Anadolu Agency yang berbasis di Ankara menunjukkan para wartawan berlindung di balik tembok di lokasi tak dikenal di Nagorno-Karabakh setelah apa yang dikatakannya sebagai penembakan Armenia.
Puluhan telah dilaporkan tewas dan ratusan lainnya luka-luka sejak Minggu dalam pertempuran di Nagorno-Karabakh, sebuah wilayah di Azerbaijan yang dikelola oleh etnis Armenia.
Konflik pecah dalam perang 1991-1994 yang menewaskan 30.000 orang, tetapi Nagorno-Karabakh tidak diakui secara internasional sebagai republik merdeka.
Sumber: Reuters
Baca juga: Indonesia menyeru Azerbaijan, Armenia hentikan kontak senjata
Baca juga: Bentrok di Karabakh masuk hari ke-4, Armenia belum butuh bantuan asing
Kremlin mengatakan Presiden Vladimir Putin dan Presiden Prancis Emmanuel Macron telah membahas langkah-langkah yang dapat diambil oleh kelompok Minsk dari Organisasi untuk Keamanan dan Kerja Sama (OSCE), yang menengahi konflik tersebut, untuk mengakhiri pertempuran.
Rusia juga telah menawarkan untuk menjadi tuan rumah para menteri luar negeri Armenia dan Azerbaijan untuk pembicaraan tentang mengakhiri pertempuran yang berkobar sejak Minggu (27/9), menghidupkan kembali konflik yang telah berlangsung selama puluhan tahun di daerah kantong pegunungan di wilayah Kaukasus Selatan.
Meletusnya kembali "konflik beku" sejak runtuhnya Uni Soviet telah menimbulkan kekhawatiran tentang stabilitas di Kaukasus Selatan, koridor pipa yang membawa minyak dan gas ke pasar dunia, dan meningkatkan kekhawatiran bahwa kekuatan regional Rusia dan Turki bisa ditarik masuk.
"Presiden Macron dan Putin sepakat tentang perlunya upaya bersama untuk mencapai gencatan senjata dalam kerangka Minsk," kata kantor Macron dalam sebuah pernyataan setelah kedua pemimpin itu berbicara melalui telepon Rabu malam (30/9).
Baca juga: Armenia nyatakan Sukhoi miliknya ditembak jatuh, Azerbaijan membantah
Baca juga: Putin desak semua pihak untuk tahan tembakan di Nagorno-Karabakh
Kremlin mengatakan tidak ada alternatif selain menggunakan "metode politik dan diplomatik" untuk menyelesaikan krisis.
Rusia dan Prancis menjadi ketua bersama kelompok Minsk dengan Amerika Serikat. Kelompok tersebut belum bertemu sejak pertempuran terakhir dimulai.
Kantor Macron mengatakan dia dan Putin "juga berbagi keprihatinan mereka terkait pengiriman tentara bayaran Suriah oleh Turki ke Nagorno-Karabakh".
Kremlin tidak menyebutkan hal ini dan Turki telah membantah mengirim tentara bayaran. Tetapi Rusia, yang memiliki pangkalan militer di Armenia, mengatakan pada Rabu bahwa pejuang Suriah dan Libya dari kelompok bersenjata ilegal dikirim ke Nagorno-Karabakh.
Turki, sekutu dekat Azerbaijan yang sebagian besar beragama Islam, telah mengatakan akan "melakukan apa yang diperlukan" untuk mendukung Azerbaijan. Macron, yang negaranya menampung sekitar 600.000 orang asal Armenia, menuduh Turki melakukan retorika "suka perang".
Rusia mengatakan akan terus menangani krisis baik secara independen maupun dengan perwakilan lain dari kelompok Minsk.
Kantor jaksa penuntut umum Azerbaijan mengatakan penembakan oleh Armenia telah menewaskan seorang warga sipil di kota Terter Azeri pada Kamis pagi dan merusak stasiun kereta kota itu.
Juru bicara kementerian pertahanan Armenia mengatakan situasinya tetap tegang dan pasukan Azerbaijan telah mencoba untuk berkumpul kembali tetapi dicegah melakukannya.
Armenia mengatakan dua warga negara Prancis yang bekerja untuk surat kabar Le Monde Prancis terluka selama penembakan Azeri di kota Martuni di Armenia dan dibawa ke rumah sakit. Sumber pemerintah Armenia mengatakan kondisi mereka sangat parah.
Rekaman televisi yang dirilis oleh Anadolu Agency yang berbasis di Ankara menunjukkan para wartawan berlindung di balik tembok di lokasi tak dikenal di Nagorno-Karabakh setelah apa yang dikatakannya sebagai penembakan Armenia.
Puluhan telah dilaporkan tewas dan ratusan lainnya luka-luka sejak Minggu dalam pertempuran di Nagorno-Karabakh, sebuah wilayah di Azerbaijan yang dikelola oleh etnis Armenia.
Konflik pecah dalam perang 1991-1994 yang menewaskan 30.000 orang, tetapi Nagorno-Karabakh tidak diakui secara internasional sebagai republik merdeka.
Sumber: Reuters
Baca juga: Indonesia menyeru Azerbaijan, Armenia hentikan kontak senjata
Baca juga: Bentrok di Karabakh masuk hari ke-4, Armenia belum butuh bantuan asing
Penerjemah: Yashinta Difa Pramudyani
Editor: Mulyo Sunyoto
Copyright © ANTARA 2020
Tags: