OJK: Industri perbankan saat ini terjaga dan solid, berkat stimulus
1 Oktober 2020 15:09 WIB
Ilustrasi: Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso (kiri) bersama Kepala Badan Pusat Statistik ( BPS) Suhariyanto (kanan) mengikuti rapat kerja dengan Komisi XI DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (2/9/2020). . ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto/wsj.
Jakarta (ANTARA) - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebut industri perbankan masih solid dengan dukungan permodalan yang tinggi dan likuiditas yang membaik, berkat beragam stimulus yang digelontorkan regulator dan pemerintah di tengah pandemi COVID-19.
“Industri perbankan saat ini terjaga dan solid,” kata Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso dalam rapat kerja bersama Komisi XI DPR RI di Jakarta, Kamis.
Ia menjelaskan rasio permodalan perbankan (CAR) saat ini mencapai 23,16 persen per Agustus 2020 atau masih aman dari ketentuan minimal 12 persen.
Rasio modal perbankan itu, kata dia, meningkat dibandingkan posisi Juli 2020 mencapai 22,96 persen.
Baca juga: OJK: Likuiditas perbankan kuat, tidak ada alasan "rush money"
Sedangkan rasio likuiditas (LDR), lanjut dia, masih melimpah yakni di bawah 90 atau 85,11 karena sejalan dengan pertumbuhan kredit yang mengalami kontraksi.
“Tidak bisa dipungkiri bahwa intermediasi bank mengalami tekanan sejalan melambatnya ekonomi domestik dan terbatasnya ruang gerak masyarakat dan sektor usaha,” kata wimboh Santoso.
Wimboh menjelaskan per Agustus 2020 realisasi kredit mencapai Rp5.522 triliun atau turun dibandingkan Desember 2019 mencapai Rp5.617 triliun dan jika dibandingkan periode sama tahun lalu turun 1,04 persen.
Sedangkan Dana Pihak Ketiga (DPK) di perbankan mencapai Rp6.488 triliun atau naik dibandingkan Desember 2019 mencapai Rp5.999 dan jika dibandingkan periode sama tahun lalu naik 11,64 persen.
Baca juga: Penempatan dana pemerintah jangan hanya membuat likuiditas berlebihan
OJK sebelumnya mengeluarkan Peraturan OJK Nomor 11 tahun 2020 terkait restrukturisasi kredit sehingga perbankan tidak perlu mencadangkan dana lain karena kredit nasabah dianggap lancar.
Bank Indonesia (BI) juga mengeluarkan stimulus moneter dengan injeksi likuiditas melalui pelonggaran kebijakan atau quantitative easing hingga September 2020 mencapai Rp662,1 triliun.
Sedangkan pemerintah juga tidak ketinggalan dengan menggelontorkan uang negara di bank BUMN dan tujuh BPD sehingga likuiditas perbankan bertambah untuk menyalurkan kredit dengan alokasi masing-masing sebesar Rp47,5 triliun dan Rp11,5 triliun.
Baca juga: Longgarkan moneter, BI tambah likuiditas perbankan Rp662,1 triliun
“Industri perbankan saat ini terjaga dan solid,” kata Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso dalam rapat kerja bersama Komisi XI DPR RI di Jakarta, Kamis.
Ia menjelaskan rasio permodalan perbankan (CAR) saat ini mencapai 23,16 persen per Agustus 2020 atau masih aman dari ketentuan minimal 12 persen.
Rasio modal perbankan itu, kata dia, meningkat dibandingkan posisi Juli 2020 mencapai 22,96 persen.
Baca juga: OJK: Likuiditas perbankan kuat, tidak ada alasan "rush money"
Sedangkan rasio likuiditas (LDR), lanjut dia, masih melimpah yakni di bawah 90 atau 85,11 karena sejalan dengan pertumbuhan kredit yang mengalami kontraksi.
“Tidak bisa dipungkiri bahwa intermediasi bank mengalami tekanan sejalan melambatnya ekonomi domestik dan terbatasnya ruang gerak masyarakat dan sektor usaha,” kata wimboh Santoso.
Wimboh menjelaskan per Agustus 2020 realisasi kredit mencapai Rp5.522 triliun atau turun dibandingkan Desember 2019 mencapai Rp5.617 triliun dan jika dibandingkan periode sama tahun lalu turun 1,04 persen.
Sedangkan Dana Pihak Ketiga (DPK) di perbankan mencapai Rp6.488 triliun atau naik dibandingkan Desember 2019 mencapai Rp5.999 dan jika dibandingkan periode sama tahun lalu naik 11,64 persen.
Baca juga: Penempatan dana pemerintah jangan hanya membuat likuiditas berlebihan
OJK sebelumnya mengeluarkan Peraturan OJK Nomor 11 tahun 2020 terkait restrukturisasi kredit sehingga perbankan tidak perlu mencadangkan dana lain karena kredit nasabah dianggap lancar.
Bank Indonesia (BI) juga mengeluarkan stimulus moneter dengan injeksi likuiditas melalui pelonggaran kebijakan atau quantitative easing hingga September 2020 mencapai Rp662,1 triliun.
Sedangkan pemerintah juga tidak ketinggalan dengan menggelontorkan uang negara di bank BUMN dan tujuh BPD sehingga likuiditas perbankan bertambah untuk menyalurkan kredit dengan alokasi masing-masing sebesar Rp47,5 triliun dan Rp11,5 triliun.
Baca juga: Longgarkan moneter, BI tambah likuiditas perbankan Rp662,1 triliun
Pewarta: Dewa Ketut Sudiarta Wiguna
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2020
Tags: