Marie: Tak Ada Larangan Pasang Dolar AS
28 Februari 2010 22:05 WIB
Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu (kanan) berbincang dengan Menteri Perdagangan Somalia Abdirashid Mohamed Abdi saat pertemuan di Jakarta, Senin (18/1). (ANTARA/Andika Wahyu)
Kuala Lumpur (ANTARA News) - Menteri perdagangan Mari Elka Pangestu mengatakan, tidak ada larangan mencantumkan harga dolar AS dalam perdagangan di Indonesia, kecuali transaksi harus dalam mata uang Rupiah.
"Tidak ada larangan orang mencantumkan harga barang dan jasa di Indonesia dalam bentuk dolar AS, asalkan transaksinya dalam bentuk rupiah. Itu merupakan kewajiban dan ada aturannya transaksi dalam Rupiah di Indonesia," kata Menteri Perdagangan Mari E Pangestu di Putrajaya, Minggu sore.
Usai mengikuti pertemuan para menteri ekonomi ASEAN, Marie mengatakan kebijakan soal perdagangan barang dan jasa di Indonesia dalam bentuk dolar AS adalah wewenang Bank Indonesia, bukan Kementerian Perdagangan.
Ia mengatakan hal itu menanggapi pertanyaan ANTARA mengapa di Indonesia begitu banyak barang dan jasa, seperti barang elektronik, hotel, dan penerbangan dijual dalam bentuk mata uang dolar AS, sementara di negara lain seperti Malaysia, Singapura dan Thailand, semua barang dan jasa dalam negeri dijual dalam bentuk mata uang mereka, sebagai salah satu bentuk kedaulatan ekonomi.
"Jika hanya memasang harga dalam mata uang asing tidak dilarang tapi transaksinya wajib dalam mata uang Rupiah. Penjual dilarang memaksa pembeli gunakan dolar atau mata uang asing lainnya saat transaksi. Itu aturannya," tegas Marie.
Penjualan barang dan jasa dalam mata uang dolar AS sangat marak di Indonesia, terutama di kota-kota besar seperti Jakarta. Hal itu sebenarnya menunjukan bahwa kepercayaan pedagang terhadap Rupiah sangat rendah. Kedaulatan di bidang ekonomi tergadaikan, namun pemerintah tampaknya tidak begitu ambil peduli dengan penjualan mata uang dolar AS.
Berbeda dengan negara tetangganya seperti Singapura, Malaysia, Thailand dan juga banyak negara lainnya, penjualan barang dan jasa di dalam negeri sudah pasti gunakan mata uang setempat.
Beberapa pengusaha Malaysia sering mengeluh jika mencari hotel di Indonesia karena memasang harga dolar AS. "Begitu melihat harga dalam dolar AS kesan pertama sudah terasa mahal," kata seorang pengusaha Malaysia yang tak mau disebutkan namanya.
A029/S006
"Tidak ada larangan orang mencantumkan harga barang dan jasa di Indonesia dalam bentuk dolar AS, asalkan transaksinya dalam bentuk rupiah. Itu merupakan kewajiban dan ada aturannya transaksi dalam Rupiah di Indonesia," kata Menteri Perdagangan Mari E Pangestu di Putrajaya, Minggu sore.
Usai mengikuti pertemuan para menteri ekonomi ASEAN, Marie mengatakan kebijakan soal perdagangan barang dan jasa di Indonesia dalam bentuk dolar AS adalah wewenang Bank Indonesia, bukan Kementerian Perdagangan.
Ia mengatakan hal itu menanggapi pertanyaan ANTARA mengapa di Indonesia begitu banyak barang dan jasa, seperti barang elektronik, hotel, dan penerbangan dijual dalam bentuk mata uang dolar AS, sementara di negara lain seperti Malaysia, Singapura dan Thailand, semua barang dan jasa dalam negeri dijual dalam bentuk mata uang mereka, sebagai salah satu bentuk kedaulatan ekonomi.
"Jika hanya memasang harga dalam mata uang asing tidak dilarang tapi transaksinya wajib dalam mata uang Rupiah. Penjual dilarang memaksa pembeli gunakan dolar atau mata uang asing lainnya saat transaksi. Itu aturannya," tegas Marie.
Penjualan barang dan jasa dalam mata uang dolar AS sangat marak di Indonesia, terutama di kota-kota besar seperti Jakarta. Hal itu sebenarnya menunjukan bahwa kepercayaan pedagang terhadap Rupiah sangat rendah. Kedaulatan di bidang ekonomi tergadaikan, namun pemerintah tampaknya tidak begitu ambil peduli dengan penjualan mata uang dolar AS.
Berbeda dengan negara tetangganya seperti Singapura, Malaysia, Thailand dan juga banyak negara lainnya, penjualan barang dan jasa di dalam negeri sudah pasti gunakan mata uang setempat.
Beberapa pengusaha Malaysia sering mengeluh jika mencari hotel di Indonesia karena memasang harga dolar AS. "Begitu melihat harga dalam dolar AS kesan pertama sudah terasa mahal," kata seorang pengusaha Malaysia yang tak mau disebutkan namanya.
A029/S006
Pewarta:
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2010
Tags: