Jakarta (ANTARA) - Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat Masyarakat Energi Biomassa Indonesia (MEBI) Djoko Winarno mengatakan biomassa memiliki potensi menjadi alternatif sumber energi terbarukan bagi energi fosil yang selama ini digunakan untuk memenuhi 85 persen pasokan energi Indonesia.

"Energi alternatif belum dikembangkan secara maksimal. Kontribusi bioenergi baru 8,2 persen pada 2015," kata Djoko Winaro, dalam diskusi Pojok Iklim oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) tentang potensi biomassa dari hutan tanaman industri yang dipantau dari Jakarta, Rabu.

Biomassa adalah bahan organik, seperti tanaman, pepohonan, rumput, limbah pertanian dan hutan serta kotoran ternak. Biomassa sebagai energi adalah memanfaatkan tanaman atau sisa limbah itu yang diproses menjadi sumber energi baru.

Beberapa contoh penggunaan biomassa adalah biodiesel 100 persen (B100) yang pengembangannya diusung oleh Presiden Joko Widodo untuk membangun kemandirian energi Indonesia. B100 sendiri dibuat dari bahan sawit.

Djoko mendorong biomassa sebagai sumber energi baru mengingat ketersediaan energi fosil yang makin terbatas, sementara Indonesia memiliki potensi biomassa yang besar dengan hutan produksinya.

Baca juga: Pemerintah kembangkan "co-firing" biomassa sebagai pengganti batubara

"Potensi hutan tanaman energi ini masih cukup banyak, kita disiapkan sampai 2,5 juta hektare (ha) tapi pemanfaatannya masih terlalu kecil," kata Djoko.

Baca juga: Ini jurus Kementerian ESDM percepat pemanfaatan biomassa sebagai sumber energi

Pengembangan energi terbarukan adalah salah satu fokus pemerintah saat ini karena selain menghasilkan kemandirian energi tapi juga membantu dalam pencapaian target penurunan gas rumah kaca untuk mengantisipasi perubahan iklim.

Baca juga: Potensi biomassa pengganti batu bara capai 20.925 ton

Indonesia telah meratifikasi Perjanjian Paris dan memiliki komitmen memenuhi Nationally Determined Contribution (NDC) yaitu target penurunan emisi hingga 2030 sebesar 29 persen dari bussiness as usual (BAU) dengan upaya sendiri dan 41 persen dengan bantuan internasional.

Kewajiban penurunan emisi karbon juga diwajibkan di beberapa sektor seperti di sektor kehutanan 17,2 persen, sektor energi 11 persen, sektor limbah 0,32 persen, sektor pertanian 0,13 persen, serta sektor industri dan transportasi sebesar 0,11 persen.